Home / Romansa / Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin / Bab 29 : Aturan Main yang Baru

Share

Bab 29 : Aturan Main yang Baru

Author: TenMaRuu
last update Last Updated: 2025-08-08 21:26:50

Perjalanan dari rumah Kakek kembali ke kediaman Revan terasa begitu sunyi.

Tapi ini bukan lagi keheningan yang menusuk seperti di awal pernikahan mereka. Ini adalah keheningan yang berisi. Penuh dengan kata-kata yang tak terucap, penuh dengan pemahaman baru yang masih terasa asing.

Pujian Revan di dalam mobil tadi masih terngiang di telinga Alina.

Itu... langkah yang bagus.

Sebuah pengakuan. Dari seorang partner.

Pikiran itu membuat sudut bibir Alina sedikit terangkat tanpa ia sadari.

Saat mobil hitam itu akhirnya memasuki gerbang rumah Revan yang menjulang, Alina merasakan sedikit debaran di dadanya. Aneh.

Dulu, ia selalu merasa seperti memasuki sebuah penjara yang megah. Sekarang... rasanya lebih seperti pulang ke sebuah markas. Markas aliansi mereka yang aneh.

Bi Sumi sudah menunggu di ambang pintu, dengan senyumnya yang tulus.

"Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya," sapanya. Matanya yang jeli itu langsung menyapu penampilan mereka berdua.

"Terima kasih, Bi," jawab Alina.

Revan hanya mengangguk singkat. Tapi kemudian, ia melakukan sesuatu yang tidak biasa. Ia mengambil tas jinjing Alina dari tangan Pak Toni.

"Biar saya yang bawa," katanya singkat, lalu berjalan mendahului masuk ke dalam rumah.

Bi Sumi melihat gestur kecil itu, sebuah hal yang tidak pernah Tuan Revan lakukan sebelumnya. Dalam hati, wanita paruh baya itu tersenyum. Mungkin, pikirnya, perjalanan ini membawa pulang sesuatu yang lebih dari sekadar oleh-oleh.

Malam itu, setelah makan malam yang lagi-lagi sunyi tapi tidak lagi canggung, Alina kembali ke kamarnya. Ia merasa sangat lelah, tapi juga anehnya... tenang.

Ia sudah siap dengan ritual malam mereka. Ia akan masuk ke kamarnya, dan Revan akan mengambil bantal dan selimut, lalu pindah ke sofa di ruang keluarga. Sebuah rutinitas yang sudah ia hafal.

Tapi setelah lima belas menit berlalu, tidak ada suara langkah kaki Revan di koridor.

Didorong oleh rasa penasaran, Alina membuka sedikit pintu kamarnya.

Ia melihat Revan masih berdiri di depan pintu kamarnya sendiri. Pria itu hanya diam, menatap pintu kamarnya, lalu melirik ke arah sofa di ujung koridor lantai dua. Seolah sedang menimbang sebuah keputusan penting.

Ini adalah momen yang menentukan.

Apakah gencatan senjata di Singapura juga berlaku di sini?

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Revan akhirnya bergerak.

Ia berjalan... ke arah sofa.

Alina merasakan sedikit kekecewaan yang aneh menusuk hatinya. Ia langsung memarahi dirinya sendiri. Memangnya apa yang ia harapkan? Pria itu akan masuk ke kamarnya? Konyol. Tentu saja ia akan kembali ke sofa. Itulah aturan main mereka.

Tapi saat Revan hendak mengambil bantal sofa, suara Alina tiba-tiba keluar begitu saja, lebih cepat dari otaknya.

"Tunggu."

Revan berhenti. Ia menoleh, menatap Alina yang kini berdiri di ambang pintu kamarnya.

Alina menelan ludah. Sudah terlanjur.

"Sofa itu..." katanya pelan, "tidak akan bagus untuk punggungmu. Apalagi setelah perjalanan panjang."

Keheningan menyelimuti mereka.

Revan hanya menatapnya, ekspresinya sulit diartikan.

Alina merasa seperti orang bodoh. Kenapa ia harus peduli pada punggung pria ini?

"Maksudku," lanjutnya cepat, mencoba memperbaiki keadaan sambil mencari alasan paling logis yang bisa diterima otaknya.

"Besok kau ada banyak pekerjaan. Kau butuh tidur yang nyenyak. Anggap saja ini... demi kelancaran proyek kita." Ya, itu alasan yang bagus, batinnya, meskipun ia tahu ada alasan lain yang lebih jujur yang tidak berani ia akui.

Sebuah alasan yang terdengar sangat logis, sangat Alina.

Revan masih diam.

Lalu, ia berjalan mendekati Alina. Setiap langkahnya membuat jantung Alina berdebar lebih kencang.

Ia berhenti tepat di hadapan Alina.

"Lalu, apa solusimu?" tanyanya, suaranya rendah.

Alina tidak tahu harus menjawab apa.

"Kamarmu?" lanjut Revan, nadanya datar, tapi matanya seolah menantang.

Pipi Alina terasa panas seketika. "Bukan! Maksudku... di kamarku juga ada sofa. Setidaknya... lebih empuk dari yang itu."

Sebuah tawaran yang canggung. Sebuah kompromi yang aneh.

Revan menatapnya lama.

Lalu, untuk kedua kalinya dalam dua puluh empat jam, sebuah senyum yang sangat tipis terukir di sudut bibirnya.

"Tidak perlu," katanya.

Ia berjalan melewati Alina, masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Lalu, ia keluar lagi, membawa sebuah bantal dan selimut tebal.

Ia tidak berjalan ke arah sofa.

Ia berjalan ke arah kamar tamu di ujung koridor. Sebuah pintu yang selalu tertutup, yang selama ini Alina anggap hanya sebagai ruang penyimpanan. Sebuah teritori netral.

"Mulai malam ini, aku akan tidur di sini," katanya, sebelum masuk ke dalam kamar tamu itu. "Ini solusi yang lebih logis."

Ia berhenti sejenak di ambang pintu, lalu menoleh pada Alina.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkan punggungku, Alina."

Setelah mengatakan itu, ia menutup pintu.

Meninggalkan Alina yang berdiri mematung di koridor. Aturan main di rumah ini baru saja berubah. Dan untuk pertama kalinya, perubahan itu terasa seperti sebuah kemenangan kecil baginya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 31 : Sangkar Emas Jilid 2?

    Perasaan campur aduk itu, antara euforia dan rasa tercekik, terus menemani Alina sepanjang sisa hari itu.Ia kembali ke ruko tua Cipta Ruang Estetika sore itu seperti seorang astronot yang baru kembali ke bumi. Langit-langit yang rendah, dinding yang sedikit terkelupas, dan aroma kertas yang khas kini terasa begitu... sesak. Begitu kecil.Padahal, baru kemarin pagi, tempat ini adalah seluruh dunianya.Ia menatap Deni dan Sinta, dua karyawannya yang paling setia, yang sedang sibuk di depan komputer mereka masing-masing.Bagaimana cara memberitahu mereka? "Hei, kita dapat durian runtuh, kita akan pindah ke gedung pencakar langit besok"? Terdengar seperti lelucon.Malamnya, di rumah Revan, Alina tidak bisa tidur. Ia mondar-mandir di kamarnya, menyusun kata-kata di kepalanya. Ia har

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 30 : Markas Baru Aliansi

    Pagi pertama setelah kembali ke Jakarta terasa sangat aneh.Alina terbangun di kamarnya, tapi untuk pertama kalinya, ia tidak merasa seperti seorang penyusup. Ia merasa... seperti penghuni. Kesadaran bahwa Revan tidur di kamar tamu, bukan di sofa, entah kenapa memberikan sebuah rasa aman yang tidak bisa ia jelaskan.Saat ia turun ke ruang makan, Revan sudah ada di sana.Pria itu duduk di meja makan, bukan dengan tablet atau laporan bisnis, tapi dengan secangkir kopi hitam dan koran pagi yang terlipat rapi. Sebuah pemandangan yang anehnya terlihat sangat domestik.Bi Sumi sedang menata sarapan di atas meja. Kali ini, ada Lontong Sayur dengan aroma santan dan rempah yang menggugah selera. Wanita paruh baya itu melirik interaksi canggung antara tuan dan nyonya barunya dengan senyum tipis yang tersembunyi."Pagi," sapa Alina pelan, sambil menarik kursi."Pagi," balas Revan, matanya masih tertuju pada koran. "Tidurmu nyenyak?"Pertanyaan basa-basi itu terasa begitu tidak biasa keluar dari

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   Bab 29 : Aturan Main yang Baru

    Perjalanan dari rumah Kakek kembali ke kediaman Revan terasa begitu sunyi.Tapi ini bukan lagi keheningan yang menusuk seperti di awal pernikahan mereka. Ini adalah keheningan yang berisi. Penuh dengan kata-kata yang tak terucap, penuh dengan pemahaman baru yang masih terasa asing.Pujian Revan di dalam mobil tadi masih terngiang di telinga Alina.Itu... langkah yang bagus.Sebuah pengakuan. Dari seorang partner.Pikiran itu membuat sudut bibir Alina sedikit terangkat tanpa ia sadari.Saat mobil hitam itu akhirnya memasuki gerbang rumah Revan yang menjulang, Alina merasakan sedikit debaran di dadanya. Aneh. Dulu, ia selalu merasa seperti memasuki sebuah penjara yang megah. Sekarang... rasanya lebih seperti pulang ke sebuah markas. Markas aliansi mereka yang aneh.Bi Sumi sudah menunggu di ambang pintu, dengan senyumnya yang tulus."Selamat datang kembali, Tuan, Nyonya," sapanya. Matanya yang jeli itu langsung menyapu penampilan mereka berdua."Terima kasih, Bi," jawab Alina.Revan ha

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   Bab 28 : Laporan kepada atasan

    Tadaa!! Akhirnya telah tiba!Rumah Kakek Bramantyo terasa seperti sebuah kapsul waktu.Udara di dalamnya sejuk, membawa aroma samar kayu jati tua dan bunga sedap malam dari sebuah vas besar di sudut ruangan.Perabotannya antik, lantainya marmer dingin, dan setiap sudutnya seolah menyimpan cerita dari generasi-generasi sebelumnya.Ini adalah pusat kekuasaan yang sesungguhnya, sebuah benteng di mana kesepakatan bisnis miliaran rupiah mungkin diputuskan bukan di ruang rapat, tapi di atas secangkir teh sore di taman belakang.Dan kini, Alina melangkah masuk ke dalamnya, bergandengan tangan dengan sang pewaris takhta.Genggaman tangan Revan terasa kokoh di tangannya. Bukan lagi genggaman posesif atau genggaman untuk pertunjukan. Ini terasa seperti genggaman seorang partner, sebuah jangkar di tengah lautan yang tidak ia kenali.Mereka menemukan Kakek Bramantyo di ruang keluarga, duduk di kursi berlengan favoritnya ya

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   Bab 27 : Laporan Bulan Madu

    Kabin jet pribadi itu.. ah.. suasananya begitu hening.Hanya ada deru mesin yang halus sebagai musik latar perjalanan mereka kembali ke Jakarta. Di luar jendela, gumpalan awan putih membentang seperti karpet kapas yang tak berujung.Dunia di ketinggian tiga puluh ribu kaki seharusnya terasa damai, tempat di mana semua masalah di darat terlihat kecil. Tapi bagi Alina, keheningan di dalam kabin jet pribadi ini justru membuat semua masalah di kepalanya terdengar lebih nyaring.Ia duduk di kursi kulit yang empuk, tapi tubuhnya terasa kaku. Di seberangnya, Revan kembali tenggelam dalam dunianya. Tablet di tangan, jari-jarinya menari di atas layar, matanya fokus pada barisan angka dan grafik.Pria itu sudah kembali menjadi mesin. Seolah semua drama di Singapura—Leo, ancaman, cokelat, pujian—hanyalah sebuah anomali, sebuah glitch dalam sistemnya yang kini sudah kembali normal.Apa dia benar-benar tidak terpengaruh sama sekali?Pikiran itu membuat Alina sedikit kesal.Atau... apa ini caran

  • Istri Kontrak Tuan Pewaris Dingin   BAB 26 : Pertolongan Pertama

    Dan begitulah akhir dari drama babak pertama.Satu bantingan pintu yang keras.Setelah itu? Hening. Tapi ini bukan hening yang biasa. Ini adalah hening yang punya bobot, yang terasa menekan bahu, yang membuat udara di dalam suite mewah itu terasa sulit untuk dihirup.Alina masih berdiri mematung di balik pintu kamarnya, tangannya yang gemetar masih mencengkeram gagang pintu. Jantungnya berdebar begitu kencang, memompa campuran antara rasa takut dan adrenalin ke seluruh tubuhnya.Ia mendengar langkah kaki Revan yang menjauh dari pintu utama, lalu berhenti.Dengan napas yang tertahan, Alina memberanikan diri. Ia membuka pelan pintu kamarnya.Revan berdiri di tengah ruangan, memunggunginya. Bahunya terlihat tegang.Saat pria itu berbalik, tatapan mereka bertemu.Dan di sanalah Alina melihatnya. Wajahnya yang pucat, tangannya yang sedikit gemetar. Revan, yang seolah bisa membaca setiap detail kecil, pasti menyadari bahwa pertahanannya telah runtuh.Alina sudah siap untuk apa pun. Siap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status