Home / Rumah Tangga / Bukan Pernikahan impian / Momen Manis Yang Usai

Share

Momen Manis Yang Usai

Author: Catatan_Sajak
last update Last Updated: 2025-06-05 10:00:15

Aku masih berdiri di depan cermin dan menyisir rambut perlahan sambil sesekali melirik pantulan wajahku sendiri. Ini malam terakhir kami di Hotel ini. Dan jujur, aku belum siap kembali ke kenyataan rumah yang--ah, mungkin saja masih terasa asing karena keberadaan dia.

Tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara  Mas Afnan dari dalam kamar mandi. “Saf, ambilin handuk dong. Lupa aku bawa masuk.”

Aku memutar bola mata. Bisa-bisanya Mas lupa, batinku. Tapi ya sudahlah. Dengan langkah pelan, aku mengambil handuk yang tergantung di rak dan berjalan ke pintu kamar mandi.

“Ini, Mas,” ucapku sambil menyodorkan handuk lewat celah pintu yang sedikit terbuka.

Tetapi, belum sempat aku menarik kembali tanganku, jemari Mas Afnan justru meraih dan menarikku masuk ke dalam. Aku nyaris kehilangan keseimbangan.

“Mas! Astagfirullah!” Aku mengerjap panik saat mendapati tubuhku kini berdiri tepat di bawah shower yang masih menya

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bukan Pernikahan impian   Rindu Yang Meradang

    Langkahku lesu saat melewati gerbang TPA pagi itu. Matahari belum sepenuhnya tinggi, tapi rasanya hari ini berat sekali. Mungkin karena baru beberapa jam lalu aku melambaikan tangan pada Mas Afnan di Bandara, dan sekarang .…Aku menghela nafas panjang dan menunduk sambil bergumam, “Baru beberapa jam aja aku udah kangen sama kamu, Mas. Apalagi seminggu.”Langkahku terhenti saat Nilam menghampiri dengan senyum cerah dan buku catatan di tangan.“Safa, ini catatan kegiatan hari kemarin. Kamu tinggal cek ulang ya,” ucapnya sambil menyodorkan buku itu.Aku menyambutnya dengan senyum kecil yang terasa hambar. “Makasih ya, Nil.”Nilam mengangguk, tapi matanya menatapku penuh perhatian. Kemudian, seakan baru ingat sesuatu, dia berkata, “Oh iya! Hari Ahad kamu jadi ‘kan ke nikahannya Mas Dika?”Pertanyaan itu membuatku diam. Hening sejenak menyelimuti. Aku menatap buku catatan di tanganku, l

  • Bukan Pernikahan impian   LDR-an Lagi

    Langkahku ringan saat berjalan kembali ke rumah, sambil membawa secarik undangan pernikahan Mas Dika yang ingin kubicarakan dengan Mas Afnan. Aku tahu ini bukan hal besar, hanya undangan pernikahan biasa, tapi entah kenapa aku ingin dia tahu lebih dulu dan aku ingin kami datang bersama.Senyumku makin mengembang saat menyadari Mas Afnan sudah pulang. Aku semakin mempercepat langkahku masuk ke dalam.“Satu minggu saya ke Malaysia? Apa tidak bisa diwakilkan?”Deg.Aku spontan menghentikan langkah tepat di ambang pintu. Tanganku yang menggenggam undangan bergetar ringan. Satu minggu?Kupalingkan wajah menatap ke arahnya. Mas Afnan duduk bersandar dengan satu tangan memijit pelipis, ekspresinya serius. “Saya paham. Nanti saya kabari lagi keputusan finalnya.”Nada suaranya terdengar lelah, tetapi tetap tenang seperti biasa. Ia menutup telepon tak lama kemudian, lalu mengembuskan nafas panjang. Aku berdiri di tempatku tanpa

  • Bukan Pernikahan impian   Undangan Pernikahan

    Beberapa hari berlalu seperti gerimis yang tak lekas reda. Ada jarak yang menggantung di antara kami bertiga. Aku, Mas Afnan, dan Sarah. Tapi pagi ini, ada udara yang berbeda. Lebih sunyi. Lebih ringan. Lebih mengakhiri.Sarah berdiri di dekat koper kecilnya yang sudah tertata rapi. Wajahnya tertunduk, dan langkahnya pelan saat akhirnya menghampiriku. Aku hanya bisa menatapnya tanpa banyak kata.“Kak,” ucapnya lirih.Aku mengangkat wajah dan menunggu kelanjutannya.“Maaf, ya,” lanjut Sarah. Suaranya bergetar. “Aku sadar aku udah buat Kakak nggak nyaman selama tinggal di sini.”Aku tetap diam. Sekilas, aku menoleh ke arah Mas Afnan yang berdiri tak jauh dariku. Lelaki itu hanya menatap kami santai. Seolah semuanya memang sudah diatur sejak awal. Aku tidak tahu harus menanggapi dengan cara seperti apa.Sarah menggigit bibir bawahnya, lalu berkata lagi, “Aku juga mau minta maaf karena udah undang teman-

  • Bukan Pernikahan impian   Momen Manis Yang Usai

    Aku masih berdiri di depan cermin dan menyisir rambut perlahan sambil sesekali melirik pantulan wajahku sendiri. Ini malam terakhir kami di Hotel ini. Dan jujur, aku belum siap kembali ke kenyataan rumah yang--ah, mungkin saja masih terasa asing karena keberadaan dia.Tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara Mas Afnan dari dalam kamar mandi. “Saf, ambilin handuk dong. Lupa aku bawa masuk.”Aku memutar bola mata. Bisa-bisanya Mas lupa, batinku. Tapi ya sudahlah. Dengan langkah pelan, aku mengambil handuk yang tergantung di rak dan berjalan ke pintu kamar mandi.“Ini, Mas,” ucapku sambil menyodorkan handuk lewat celah pintu yang sedikit terbuka.Tetapi, belum sempat aku menarik kembali tanganku, jemari Mas Afnan justru meraih dan menarikku masuk ke dalam. Aku nyaris kehilangan keseimbangan.“Mas! Astagfirullah!” Aku mengerjap panik saat mendapati tubuhku kini berdiri tepat di bawah shower yang masih menya

  • Bukan Pernikahan impian   Cinta Yang Utuh

    “Mas,” bisikku hampir tak terdengar karena suaraku tercekat oleh emosi.Dia hanya menatapku. Tak berkata-kata lagi seolah tak perlu. Tatapannya saja sudah cukup untuk membuatku tahu bahwa aku begitu istimewa baginya.Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkarkannya di leher Mas Afnan. Aku memeluknya dengan pelan tapi erat. “Terima kasih,” bisikku di dekat telinganya. “Mas nggak tahu betapa besar artinya ini buat aku.”“Justru aku tahu, Saf,” sahutnya pelan sambil membalas pelukanku. “Karena itu aku lakuin.”Ketika kami perlahan saling melepaskan, dahi Mas Afnan menyentuh dahiku. Bibirnya melukis senyum kecil yang membuat dadaku terasa hangat.“Aku sayang kamu, Saf,” bisiknya.Aku tersenyum dengan mata menatap lekat padanya, lalu menjawab pelan, “Aku juga, Mas. Sangat.”Aku memeluk Mas Afnan lagi. Tanpa ragu dan tanpa jeda. Pelukan yang mungkin terliha

  • Bukan Pernikahan impian   Rooftop Romantis

    Aku tak tahu harus menebak apa lagi dari rencana Mas Afnan malam ini. Setelah kamar hotel yang nyaman, sekarang dia menggandengku keluar lagi. Menuju lantai paling atas. “Mas, kita ke mana lagi sih?” tanyaku yang masih setengah bingung, tapi langkahku terus mengikuti langkah panjangnya.Mas Afnan hanya menoleh dan tersenyum kecil. Tanpa menjawab.Sampai akhirnya kami tiba di rooftop.Begitu pintu terbuka, aku langsung terdiam di ambang. Helaan napasku tertahan di tenggorokan. Penerangan temaram dari lilin-lilin kecil yang diletakkan di sepanjang tepian rooftop berpadu manis dengan lampu gantung berwarna keemasan. Ada meja makan bundar kecil untuk dua orang, dihiasi bunga-bunga segar dan kelopak mawar merah muda yang berserakan indah di atas permukaannya. Di salah satu sudut, ada karpet bulu tebal dengan dua bantal empuk dan selimut rajut berwarna pastel.Langit malam terbentang luas di atas sana. Bintang-bintang seolah ikut berkonspirasi malam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status