Dia Ibumu Bukan Pembantumu

Dia Ibumu Bukan Pembantumu

By:  Feay Hullah  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
19 ratings
45Chapters
3.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Bagaimana bisa seorang anak tega menyakiti ibunya sendiri? Sedangkan, sembilan bulan lamanya dia mengandungmu dirahimnya. Siang malam bekerja demi membuat hidupmu nyaman, sekarang? Setelah kamu sukses, kamu melupakannya dan menganggapnya sebagai pembantu. Ingatlah! Dia ibumu, bukan pembantumu. Bagaimana ibu menjalani hari-harinya selama ini? Mampukah dia bertahan dan mencoba membuat kedua putrinya tersadar atas sikapnya selama ini salah? Lalu, bagaimana denganku?

View More
Dia Ibumu Bukan Pembantumu Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Feay Hullah
good story
2022-12-18 13:49:40
0
user avatar
Feay Hullah
halo semuanya. terima kasih udah mampir di ceritaku. ...... tungguin terus, ya. ......
2021-11-25 10:38:58
0
user avatar
Rhill
sinopsisnya mengandung bawang kyaknya bakal bnyk air mata nih...
2021-10-15 16:24:17
1
user avatar
Aina D
keren kak, ditunggu kelanjutannya. jangan lupa review karyaku juga ya
2021-10-14 12:25:32
1
user avatar
Pratiwi
Bakalan bikin nyesek ini, keren ! Semangat up ya
2021-10-14 09:53:13
1
user avatar
Rein_Angg
Diana kenapa tega ngunciin anaknya sendiri sih? Kesel ....
2021-10-12 23:21:33
1
user avatar
Secret.Vee
Raniaa aargh bikin esmosi deh
2021-10-10 14:10:05
1
user avatar
Rohani Nuraeni
Rania jahat sekali... kamu pasti menyesal. Ceritanya sedih, Thor, hiks...
2021-10-10 14:06:46
1
user avatar
Titin Jihan
Berharap Rania kena azab
2021-10-10 09:44:07
1
user avatar
Yani
aku pengen nabok Rania bolak-balik. Sekalian sentil ajah ginjalnya. gedek amet deh aku
2021-10-10 08:40:37
1
user avatar
Allamanda.Cathartica
Ih kok gitu, kasian ibunya... Semangat, kak nulisnya!
2021-10-10 08:16:36
1
user avatar
Hakayi
Lanjutkan ya. Ceritanya bagus.
2021-10-08 20:21:11
1
user avatar
Ayunina Sharlyn
menarik, seru dan pingin lanjut. jangan telat up thor ...
2021-10-08 19:29:14
2
user avatar
Ervin Warda
Paling enggak kuat kalau baca cerita tentang orang tua, jadi pengen tau alasan dia dzolim ke ibunya. keren, semangat, kakak
2021-10-08 10:19:22
1
user avatar
@Fatamorgana16
semangattttt
2021-10-06 15:21:44
1
  • 1
  • 2
45 Chapters
Part 01. Tak Tahan
“Bu, Ibu!” teriak seseorang memecah keheningan di malam hari.  “Tuli apa gimana sih? Dipanggil berpuluh-puluh kali kenapa gak jawab juga sih, Ibu!!”  lagi-lagi suara itu semakin jelas terdengar olehku.  "Mana udah malem.  Jam udah setengah dua belas lebih seperempat, masih juga  teriak-teriak. Padahal aku baru  mau tidur. Huf, tubuhku sangat lelah. Sebaiknya aku periksa aja deh.” Aku selalu mengurus rumah dan menulis. Meski begitu, aku tidak pernah sedikit pun mengeluh. Namun sepertinya kali ini, aku akan mengeluh jika sekali lagi mendengar suara teriakan adikku—Rania Astri Safitri. Ya, dia adikku. Setiap hari aku tak pernah lepas dari suara-suara cemprengnya, dia selalu memaki Ibu kapan pun dia mau. Parahnya lagi, Rania menganggap Ibu seperti seorang pembantu. Bayangkan saja, anak mana yang tega melihat ibunya sendiri diperlakuk
Read more
Part 02. Penyiksaan Bertubi-Tubi
Setelah memastikan Rania, si gadis menyebalkan itu pergi sekolah. Gegas kuhampiri ibu dan meminta ibu menyudahi pekerjaannya mencuci pakaian Rania.  "Bu! Aku mau bicara sama Ibu, sekarang juga ku mohon tinggalkan toilet dan ikut aku!" titahku kepadanya. Hati kecilku sangat sakit rasanya, harus berucap dengan nada tinggi. Aku yakin, ibu pasti setelah ini akan menangis.  Ibu bangkit dan kulihat mencuci tangannya, kemudian mengikutiku hingga ke ruang tengah. Di saat kami berdua telah saling berhadap-hadapan, kuberanikan diri untuk mengembuskan napas, lalu membuka suara. Bismillah.  "Bu, viani mohon sama Ibu, jangan mau disuruh-suruh sama Rania! Via cuma gak mau kalau harus liat Ibu dimaki-maki, Via gak mau! Plis, ku
Read more
Part 03. Aku Kuat Demi Ibu
Berharap dengan menjelaskan ini kepadanya, dia dapat mengerti dan meminta ibu membatalkan keinginannya. Akan tetapi, ternyata pikiranku yang salah. Manusia macam Rania memang tidak punya hati.  "Viani, sudah! Ibu bisa pinjem kok ke tetangga seratus ribu lagi," sergah Ibu.  "Tuh, dia aja gak masalah. Kenapa lo yang sewot?" "Apa? Ibu mau pinjem lagi? Ingat, Bu! Utang kita udah 200 ribu loh, kalau kita pinjem lagi dari mana bayarnya?" Rasanya semakin tidak rela, melihat ibu hanya demi seorang Rania mau untuk berutang.  "Pokoknya aku gak mau tau, Bu. I
Read more
Part 04. Jangan Jadi Anak Durhaka, Ran!
"Ibu!!" teriakku memecah keheningan.  Ibu melepas mukenanya dan dia langsung menghampiriku yang tergeletak tak berdaya di tanah. Aku yakin, pipiku ini semakin bertambah parah. Kucoba untuk menahan rasa sakit ini supaya ibu tak mengkhawatirkanku. Namun, diri ini terlalu sulit membohongi perasaan sendiri. Perih, panas, nyeri semuanya bercampur menjadi satu.  Ku paksakan berdiri dan membantu ibu membawanya masuk ke dalam, angin malam sangatlah tak baik untuk usia sepertinya.  Akhir-akhir ini ibu memang sering merasakan sakit, badan pegal-pegal, kepala puyeng dan semuanya. Namun, aku memaklumi akan hal tersebut. Sayangnya, meski ibu sakit atau masih dalam keadaan biasa. Saudara-saudaraku selalu memperlakukan ibu tak semestinya.  
Read more
Bab 05. Sosok Diana
Sebagai seorang kakak tertua, seharusnya dia bisa mengayomi adik-adiknya. Memberikan contoh yang baik untuk mereka yang usianya jauh di bawahnya. Namun, nyatanya Diana memang berbeda dari sekian banyaknya perempuan di luar sana.    Diana menikah dengan seorang pria berusia lima tahun di atasnya. Kehidupan Diana memang terbilang sangat sempurna. Bagaimana tidak, mertuanya membuatkan rumah mewah bertingkat di pinggir sawah. Dengan halaman yang cukup luas. Segala kemauanya, selalu dituruti oleh suami dan semua anggota keluarga mertuanya.    Sayang, ketika dia mendapatkan segalanya. Diana tidak pernah ingat pada Ibu dan adik-adiknya di kampung. Dia selalu saja berpura-pura tidak punya uang, padahal dia terkadang memposting kegiatannya di  status di WhatsAp. Sampai makan mengunjungi dan beli parfum pun, dia tidak pernah ket
Read more
Bab 06. Gara-Gara Lukaku Tetangga Pada Heboh
"Bu, Ibu! Tau gak sih, katanya si Neng Milen pipinya digores, ya sama adiknya sendiri?" tanya salah seorang ibu-ibu di sebuah warung dekat tak jauh dari rumah.  "Maksudnya gimana itu? Maaf nih, ya, Ibu-Ibu saya teh gak ngerti sumpah. Jadi ceritanya Neng Milen  kenapa? Saya penasaran, Bu," sahutnya lagi.  "Jadi begini, Bu Marni, kamaren ada seseorang yang datang ke rumahna si Neng Milen. Nah, di situ dia nemuin Neng Milen wajahnya cacat, menurut pendapat orang yang liatnya itu, katanya Neng Milen pipinya sengaja digores sama piso oleh adiknya."  "Owalah, eh kok bisa orang itu tau kejadian sebenarnya? Emangnya Neng Milen cerita?" tanya si Bu Marni. &nb
Read more
Part 07. Kapan Kamu Berubah, Ran?
"Assalamualaikum, Bu Citra! Assalamualaikum!"  Terdengar seseorang mengetuk pintu dari luar, membuat ucapanku kepotong. Aku, ibu dan Rania berpura-pura bersikap biasa demi menghindari hal yang tidak diinginkan. Sebelum aku membuka pintu, Rania memberikan peringatan untukku supaya ketika nanti ada yang bertanya mengenai luka di pipiku diri ini tak menceritakan kejadian sebenarnya.  Terpaksa malam ini aku lagi-lagi berbohong dan menuruti semua kemauannya. Setelah aku mengiyakan semua ucapannya, bergegas pergi menuju ke dekat pintu dan membukanya.  Perasaanku memang tidak salah lagi, si pemilik suara tadi tak lain adalah Teh Kinan. Tetangga dekat kami, tetapi rumahnya pinggir jalan. Teh Kinan dan keluarga merupakan bos sayuran. Bisa dibilang orang kaya di kampung
Read more
Bab 08. Kedatangan Diana Membawa Masalah Baru
"Dasar anak kecil gak tau diri! Bisa-bisanya nyakitin ibu kaya begini. Kamu sebenarnya disekolahin gak sih? Ngomong sama orang tua gue elo, memangnya kamu anak siapa?" Aku mengabaikan panggilan dari Jo dan segera membantu ibu yang jatuh ke lantai.  Aku tidak mengerti bagaimana caranya menyikapi gadis seperti Rania. Kurasa aku sudah cukup sabar menghadapinya selama ini. Namun, aku benar-benar lelah harus berada dalam kondisi seperti ini.  Bukan hanya pada Rania, aku pun bingung dengan ibu yang selalu saja menuruti setiap ucapan gadis itu. Seandainya aku tahu penyebab gadis itu sering melunjak, ingin rasanya aku membantu untuk menyadarkan bahwa kelakuannya pada ibu selama ini salah.  Teringat sebuah pesan ketika aku masih berada di asrama, ustazah mengatakan jik
Read more
Part 09. Sesadis Itukah Kakakku?
"Ikut Aa sekarang! Aa akan ceritakan apa yang terjadi sama Aulia saat kemaren di rumah! Oh iya, jangan khawatir, Aa ajak Teh Kinan juga tuh!" Dia menunjuk ke arah di mana seorang wanita yang berusia di atas iparku ini, tetangga yang kemarin malam datang ke rumahku.  Aku dan Teh Kinan memang cukup lumayan dekat, karena kedua orang tuanya merupakan anak dari nenekku. Namun, kedekatanku dengannya berakhir ketika suatu hari curhatanku padanya dibongkar di depan orang banyak, sekitar tiga bulan lalu. Sejujurnya, bukan dia yang mengatakan kisah hidupku selama ini, melainkan teman dekat alias pembantunya.  Setelah kejadian itu, aku sedikit menjaga jarak kepadanya. Saat malam kemarin dia memintaku bercerita, aku tidak melakukannya. Lantaran khawatir, suatu hari nanti ucapanku akan tersebar dari satu mulut ke mulut lain. 
Read more
Part 10. Sampai Kapan Ini Akan Berakhir?
Adakalanya kita merasakan lelah, capek dengan semua yang terjadi hari ini. Terbersit dalam pikiranku untuk mengambil jalan tengah sebagai satu-satunya cara agar aku tak lagi mengalami hal buruk ini.  Kepalaku rasanya sakit harus menerima kepahitan ini. Menjadi satu-satunya anak yang dibilang waras membuatku banyak menanggung derita.  Aku dan iparku pulang ke rumah dengan harapan keadaan akan semakin membaik dan mereka dapat mengerti akan kondisiku. Begitu pun dengan ibu yang notabenenya beliau cukup banyak tahu perihal keadaanku di rumah. Tentu, aku mengharap ibu akan membelaku sama seperti aku membelanya ketika Rania hampir menancapkan pisau di wajahnya sehinga wajahku yang terkena goresan benda tajam itu.  Sakit rasanya hati ini mengetahui ibu justru ikut-ik
Read more
DMCA.com Protection Status