Share

Bab 8

Author: Ricny
last update Last Updated: 2022-12-17 11:10:20

"Dia emang susah diatur, selalu aja nurut apa kata istrinya, gak bisa dibilangin atau dirayu, hih amit-amit semoga kamu nanti gak punya anak yang kayak kakakmu itu," jawab Ibu bergidik bahu.

Si Suci manggut-manggut sambil menjebikan bibirnya juga sedikit.

"Oh ya Bu, terus itu soal sumbangan 5 juta per orang apa gak kebanyakan? Ibu kan tahu Suci gak punya duit, Bu," kata Suci lagi.

Ibu berdecak sambil mengibaskan tangannya.

"Gak usah dipikirin itu mah, Ibu sengaja cuma mau bikin Kakakmu si Ridho kelabakan. Biar kakakmu itu kapok karena udah banyak bantah Ibu. Pokoknya intinya Ibu mau buat kakakmu, si Ridho itu kembali lagi ke rumah ini supaya si Ranti juga balik ke sini."

"Ibu sih waktu itu pake bilang mereka masih numpang segala, jadinya kak Ridho kesinggung kan?"

Ibu mengembuskan napas kasar.

"Ibu kesel sama kakakmu Ci, masa iya istrinya dibelain terus begitu, yang Ibu mau itu si Ridho kayak si Haris, selalu mengutamakan Ibu, tapi dibentak bukannya minta maaf dan takut si Ridho malah minggat, hih."

Si Suci terkekeh menahan tawa.

"Lagian Ibu sok sok an ngusir Kak Ridho, kita akhirnya jadi susah kan? Mana sekarang susah pula buat ngajakin mereka balik lagi ke rumah ini," dengus Suci.

"Ya ini Ibu lagi berusaha Suci, Ibu tuh sengaja ngasih kalian jatah 5 juta per orang supaya si Ranti juga sadar diri, dia siapa sih? Kalau gak bisa kasih duit ya minimalnya dia harus mau dong tinggal di sini ngerjain kerjaan rumah ini, ya gak?" kata Ibu mengejutkan alisnya sambil tersenyum jahat.

Mendengar percakapan mereka tak terasa rahangku sudah mengerat.

Jadi ini yang diinginkan Ibu sebetulnya? Keterlaluan.

Kalau begitu untuk apa aku masih di sini? Percuma, ibu memang sengaja hanya ingin menyudutkan aku dan Ranti.

Akhirnya kuurungkan niat mengambil sajadah, bergegas aku ke dapur dan menarik istriku pulang tanpa berpamitan.

"Abang apa-apaan ini? Kenapa kita pulang buru-buru begini?" tanya Ranti saat kami dalam angkot.

"Udah pulang aja nanti Abang ceritakan."

_

Sesampainya di rumah setelah kami beribadah Ranti kembali bertanya.

"Abang tolong ceritakan ini teh ada apa sih sebetulnya? Dan kenapa kita harus pulang buru-buru? Acara tahlilan Bapak gimana?"

Meski berat dan malu bukan kepalang, akhirnya kuceritakan semua yang kudengar tadi di rumah ibu.

Semua tanpa ada yang terlewat, agar istriku juga tahu siapa mertuanya itu, bukan niat menjelekkan ibu sendiri tapi agar Ranti belajar membedakan mana yang tulus dan mana yang modus.

"Astagfirullah begitu rupanya, Bang?"

Aku menganggukan kepala.

"Ish keterlaluan eta mah, awas aja bakal Ranti balas nanti, udah Ranti baik-baikin, semaksimal mah jadi menantu yang sempurna, dikira Ranti Ibu teh beneran sayang sama Ranti, beneran nerima Ranti tapi nyatanya apa? Tega bener," gerutunya dengan tangan dikepalkan.

"Ya emang begitu Ran, makanya kamu tuh jangan mudah percaya sama sikap baik dan polos seseorang, lebih baik biasa aja, biar kamu gak dimanfaatin lagi." Aku menegaskan sekali lagi, Ranti manggut-manggut di tempatnya.

Sedang serius mengobrol, ponselku berdering.

"Loud speak, Bang," kata Ranti bersemangat.

"Hallo Kak Ridho, di mana sih? Kok gak ada di rumah? Orang-orang udah mau pada dateng nih," kata si Suci di jauh sana.

Aku diam, malas sebetulnya bicara dengan keluargaku itu.

"Abang ngomong." Ranti mencubit perutku sebab aku yang tak kunjung menjawab omongan Suci dalam telepon.

"Males ah, nih kamu aja yang ngomong." Aku memberikan ponselku pada Ranti.

Ranti berdecak kesal, akhirnya ia yang bicara dengan Suci.

"Hallo, kenapa Ci?"

"Kak Ranti, pada di mana sih? Orang-orang mau tahlilan kalian malah menghilang," tanya Suci kecut.

"Kita udah pulang, mau tahlilan di kontrakan aja," jawab Ranti, sama kecutnya.

Aku menautkan alis saat mendengar nada suara Ranti yang tak biasa itu.

Kenapa nih istriku? Tumben banget, biasanya tenang dan santai kok sekarang jadi sama aja kayak si Suci?

"Hah pulang? Punya otak gak sih? Masa pulang, terus di sini siapa yang mau urus?" Si Suci makin kesal karena jawaban Ranti sama kecut dengannya.

"Otak mah jelas punya atuh, makanya ini kami pulang karena mau istirahatin otak dulu, ngerti kan gimana rasanya kerja dari pagi sampe magrib? Cape shay harus istirahat. Gantian dong kerjanya, sekarang bagian kalian, besok baru kami datang lagi."

Tut tut tut. Telepon dimatikan sepihak oleh Ranti.

Aku yang masih tak percaya menatapnya dengan mulut setengah menganga.

Kesambet apa nih istriku? Kok jadi pemberani begini? Ya bagus sih, tapi aku kaget aja gitu.

"Heh ini kamu kenapa Ran?" tanyaku akhirnya sambil merebut ponsel itu darinya.

"Kenapa?" Ranti malah balik bertanya.

"Kamu kok jadi pemberani gini sih?"

Ranti terbahak mendengar pertanyaan terakhirku.

"Emang kenapa gitu? Abang kaget ya pasti?"

Aku menganggukan kepala. Jelas saja kaget, Ranti yang biasanya terlihat santai dan tenang kenapa sekarang kayak macan ternak?

"Gak usah kaget ah, Ranti kan emang kayak begini, kemarin-kemarin Ranti diam dan nurut ya karena menurut Ranti gak perlu lah kita banyak berdebat sama keluarga sendiri, pamali kalau kata Ayah mah, apalagi sama ibu sendiri."

"Tapi gara-gara tadi Abang cerita bagaimana ibu sebetulnya, beliau ternyata punya motif yang tak terduga, ya Ranti kesal atuh Bang, walau gimanapun Ranti juga manusia biasa," imbuhnya panjang lebar.

"Lah, dulu akan Abang suka ingetin Ran, kamu jangan mau aja kalau disuruh-suruh sama ibu dan keluarga Abang itu."

"Ya dulu kan Abang gak kasih alesan jelasnya kayak sekarang, Bang."

"Hadeh Ranti ... Ranti ... kamu itu terlalu baik apa polos sih? Kalau orang normal tuh ngerasa disuruh-suruh terus ya mikir dong sayang, mereka itu pasti cuma manfaatin kamu."

Ranti mengibaskan tangan, "isshh gak boleh begitu lah Bang, kata Bunda Asmi, kita gak boleh berpikiran buruk sama orang, apalagi sama keluarga sendiri."

Aku mengerling sambil menggeleng kepala.

"Ya udahlah Bang, yang penting 'kan sekarang Ranti udah tahu gimana sifat ibu dan keluarga Abang itu sebetulnya. Jadi nanti saat Ranti ketemu mereka Ranti bisa tuh pasang sikap yang seharusnya."

"Nah bagus itu, emang harus gitu, bukan sama keluarga Abang aja, tapi sama semua orang pun emang harus gitu, seadanya aja jangan terlalu baik sekiranya mereka bakal manfaatin mah."

Ranti mengangkat kedua jempolnya.

"Siap Abang, oh ya selesai tahlil buat Bapak kita makan di warnas yuk laper nih." Ajaknya sambil memegangi perut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Widuri Widuri
lanjutkan ceritanya saya sudah tidak sabar menunggu endingnya
goodnovel comment avatar
carsun18106
berarti nasib ranti awal2 pernikahan hampir sama kyk bunda nya ya
goodnovel comment avatar
carsun18106
eh bener, ranti anaknya asmi...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 48

    "Benar 'kan apa kata Ibu? Si Suci memang pelakunya, dasar anak kurang ajar." Ibu geram dan tak bisa mengendalikan emosinya. Beliau pun melangkah ke dalam dengan emosi yang meluap-luap, aku tak bisa mencegahnya sebab langkah ibu yang terlalu cepat seperti kilat. "Suciii." Ibu berteriak di bibir pintu.Suci menoleh dengan wajah terkejut."Kalian?"Tapi kemudian anak itu tertawa kencang."Oh hahaha baguslah kalian sudah datang," ujarnya menantang sambil melotot ke arah kami.Sementara tangan kanan nya memegang sebilah bambu. Rupanya selama diculik istriku disiksa oleh si Suci dengan sebilah bambu itu karena saat kulihat Ranti ia tengah terikat dengan luka-luka lebam di sekitar kaki dan tangannya."Apa yang kamu lakukan pada istriku Suci? Lepaskan dia!" semburku."Dia??" Suci menunjuk kearah Ranti."Hahaha aku gak akan pernah melepaskannya, coba saja kalau kalian bisa lepaskan, lepaskan saja." Suci lalu mengayunkan sebilah bambu yang dipegangnya itu dan hendaknya memukulkannya pada Ran

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 47

    Aku mematung sebentar, perkataan ibu mungkin ada benarnya tapi apa iya si Suci yang menculik istriku? Untuk apa ia melakukan itu? Dan kenapa harus Ranti? Anak itu memang nekat? Tapi aku harap Jika benar Ranti diculik sama dia, semoga Ranti baik-baik saja dan suci tidak melakukan apapun pada istriku. "Apa Ibu yakin bisa Suci yang melakukannya?" tanyaku lagi, memastikan."Ibu yakin sekali, gak mungkin orang lain, si Suci pasti si Suci."Aku manggut-manggut, sekarang aku sama yakin nya dengan ibu. Bedebah kalau sampai si Suci yang melakukannya, aku pasti akan menangkapnya dan menyeretnya kembali ke dalam penjara. "Tapi kira-kira untuk apa ia melakukan ini, Bu?" Aku bicara lagi."Jangan bodoh Ridho, orang yang sedang dendam apapun akan dilakukan demi hatinya merasa puas."Benar juga apa yang dikatakan ibu."Sekarang kita harus berpikir gimana caranya kita bisa menangkap si Suci dan mencari bukti bahwa dialah yang sudah menculik Ranti," kata Ibu lagi.Aku dan ibu pun diam mencoba menca

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 46

    Pov Ridho."Ada apa, Bang?" tanya Ranti."Suci kabur.""Apa?" sahut Ibu di belakang."Iya, Bu, katanya Suci kabur dari tahanan.""Ya Tuhan bisa-bisa nya si Suci kabur, itu tahanan atau tempat apa? menjaga anak bau kencur saja tidak bisa." Ibu terdengar makin kesal."Entahlah," balasku sama kesalnya.Mobil pun melaju semakin kencang, gara-gara kabar kaburnya suci dari lapas membuat kami semua resah dan ingin segera sampai ke rumah. Entah apa yang sudah terjadi, kok bisa-bisanya si Suci kabur dari Lapas.Ya Tuhan Semoga saja anak itu tidak berbuat ya aneh-aneh.-Pukul 3 sore kami sampai di rumah.kami langsung masuk dan beristirahat sebab perjalanan yang kami tempuh cukup jauh, lebih-lebih kami tidak menyempatkan diri untuk beristirahat di rest area tadi siang tadi.Malam hari aku menghubungi pengacaraku. Ia ternyata sudah mengetahui tentang kaburnya suci dari lapas."Iya ini juga sedang saya usahakan, Pak, katanya lapas sedang ada perbaikan, Suci meminta izin untuk membeli pembalut

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 45

    "Aduh jauh juga ya Ran rumahmu ini, Ibu sampe encok," katanya sambil memegangi pinggang yang sakit.Memang lumayan juga perjalanan dari Jakarta ke Kuningan-Jabar.Bisa 6 sampai 7 jam perjalanan, sayangnya ke Kuningan belum ada kereta atau pesawat jadi hanya bisa ditempuh dengan mobil saja."Emang jauh. Bu, gak ada AC lagi," sahut Ayah lagi-lagi setengah menyindir."Aa." Bunda memberi kode. Spontan ayah pun nyengir.Kami masuk ke dalam rumah. Di dalam makanan enak sudah tersedia, rupanya Bunda menelepon Bik Mursi untuk menyiapkannya saat tadi kami akan pulang."Ayo pada makan dulu, perjalanan jauh capek." Bunda menggelar karpet di ruang keluarga dan mulai menaruh nasi serta lauk pauknya di tengah-tengah."Eh kok udah ada makanan aja, Bu?" tanya Ibu keheranan."Kalau hidup di kampung emang gak usah khawatir Bu, jangankan makanan, uang saja berhamburan di luar rumah," sahut Ayah. Bunda menggeleng kepala."Eh masa sih?""Kalau enggak percaya nanti ikut jalan-jalan keliling desa.""Aa." B

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 44

    PoV Ranti."Ran, kamu berhasil, Ibu sudah menyesali semua perbuatan buruknya sama kita terutama sama kamu, kamu hebat," bisik Bang Ridho di telingaku.Karena tubuhku masih lemas dan tak bisa bergerak aku hanya membalas dengan senyuman."Kamu seneng 'kan? Makanya kamu harus cepat sembuh ya sayang," ucap Bang Ridho lagi.Aku memejamkan mata."Iya, Bang.""Saya juga mau lihat anak saya, Sus." Kudengar suara gaduh Bunda dan Ayah di luar.Mereka tampak memaksa ingin masuk ke dalam."Maaf Bu, tapi di dalam hanya boleh dua orang saja yang menjenguk."Ibu mertua bangkit, beliau menatapku sekali lagi sebelum akhirnya beliau mengalah dan memberi kesempatan untuk Bunda masuk bergantian."Cepet sembuh ya Lus," katanya pelan nyaris tak terdengar.Sejurus dengan itu ada bagian di hatiku yang rasanya teriris, kali ini bukan karena hal yang menyakitkan tapi karena terharu sekaligus tak percaya ibu mertuaku kini sudah bisa membuka hatinya untuk menerimaku.Ibu mertua keluar, Bunda tergesa-gesa masuk k

  • Dia Istriku Bukan Pembantu   Bab 43

    "Bisa, Ibu sudah jauh lebih baik hari ini."Aku tersenyum lebar seraya mengusap dada, untunglah aku diberi kesempatan mendonor untuk Ranti. Semoga dengan cara ini aku bisa menebus sedikit kesalahanku padanya.Selesai dilakukan pemeriksaan aku dibawa ke ruang khusus, di sana segera darahku diambil.Selesai melakukan donor aku kembali dibawa ke ruang rawat inap, sebetulnya aku merasa sudah lebih baik tapi dokter menyarankanku agar aku tetap dirawat dulu sampai 2 hari ke depan, lebih-lebih karena aku baru saja melakukan donor."Makasih Bu, Ridho pikir Ibu--.""Ibu minta maaf ya Rid, penyesalan memang selalu datang di akhir," potongku.Ridho mengangguk ragu, kasihan dia, gara-gara aku yang keterlaluan Ridho mau tak mau harus rela menerima batunya juga.Entah bagaimana keadaan Ranti sekarang, semoga menantuku itu bisa sehat kembali."Kapan operasinya dimulai?""Sekarang sedang dipersiapkan Bu dan akan segera dimulai.""Bawa Ibu ke depan ruang operasi Rid, Ibu ingin menunggu Ranti juga di s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status