"Kudengar Shen Jinyang akan segera menikah dengan Putri Yinyue. Benarkah?" tanya Zhu Mingyue.
Putri Yinyue adalah keponakan Kaisar, dia dijodohkan dengan Tuan Kelima atas berkat yang langsung diturunkan oleh Baginda Kaisar sendiri. Raja Yongheng terlihat senang dengan berkat itu dan antusias menanti pernikahan putrinya. "Benar, Nyonya Muda. Pertunangan mereka sudah diadakan di kediaman ini dua minggu yang lalu. Raja Yongheng sedang menyiapkan pesta pernikahan besar di kediamannya. Mungkin acaranya diadakan dua bulan lagi.” "Apakah Baginda Kaisar ikut campur?" "Hanya ada campur tangan Yang Mulia Permaisuri saja, Nyonya Muda. Yang Mulia Permaisuri dipercayakan Baginda Kaisar untuk mengurus pernikahan itu selama dirinya sibuk dengan perubahan di antara para pejabatnya." Zhu Mingyue menghela napas, "Kalau begitu, tak perlu dipikirkan. Mari kita urus kutu ini dulu." Zhu Mingyue berbalik menatap Mu Bai yang sudah berdiri lagi. "Kau kirim salah satu pelayan kita untuk memata-matainya. Dia terlihat polos dan lugu, kalau kita memberikan pelayan ini sebagai hadiah atas pernikahannya, sepertinya dia sudah cukup ceroboh untuk tidak menyadarinya." Zhu Mingyue memerintah Mu Bai. "Baik, Nyonya." "Mu Bai, jangan mengabaikan Song Xiuying. Menteri Administrasi tidak akur dengan Menteri Pekerjaan Umum setelah Tuan Zhang mengeluarkan Xue Yuan dari faksi Pangeran Kedua. Kau bisa membela Xue Ningyan di depan Song Xiuying, itu akan membuatnya waspada dan merasa gadis itu didukung oleh kita." "Di lain sisi, Xue Ningyan akan merasa aman di depan serigala yang siap menerkamnya kapan saja. Itu juga akan menjebak Menteri Pekerjaan Umum secara tidak langsung, yang mungkin berpikir kalau kita berpihak padanya hanya karena mendukung anaknya di kediaman Menteri Keuangan." "Pejabat rendah sepertinya memang tidak pantas ikut campur dalam faksi besar kita. Aku tidak sedang memedulikan urusannya dengan ayahku. Tapi kalau sampai ayahku kalah dengan posisi Xue Yuan di rapat istana, Menteri Keuangan akan mulai menatapnya dan menyayangi putrinya juga." “Apalagi, dia hanya pejabat tingkat empat yang ditendang keluar dari faksi yang melawan ayahku dan Tuan Besar Shen.” "Jika kita tidak bisa menghadapinya, Baginda Kaisar pasti akan mulai menatapnya juga, dia bisa dengan cepat dipromosikan menjadi pejabat tingkat tiga dan seterusnya jika kita tidak bisa menjebak putrinya di sini." Mu Bai mengangguk, "Saya undur diri." *** Mu Bai datang ke Kediaman Shen Qi bersama seorang pelayan bernama Li Li yang usianya 17 tahun. Kedatangan mereka sedikit terlambat, sebab Song Xiuying, istri dari Tuan Kedua itu sudah lebih dulu berada di sana. Ningyan duduk di tanah dengan pakaian basah dan berbau. Mu Bai tidak mengerti bagaimana Ningyan begitu sial hingga menyinggung Song Xiuying di hari pertamanya sebagai istri Tuan Muda Ke-empat. Dia beruntung karena Shen Qi sudah pergi bekerja. "Apa yang terjadi?" tanya Mu Bai, berjalan mendekat, Li Li menunduk di belakangnya. "Ah, Mu Bai. Apakah kau sudah mendengar tentang gadis ini? Dia putri pertama Menteri Pekerjaan Umum." Song Xiuying melipat lengan di depan dada, berlagak sombong. Kakinya yang berbalut sepatu mahal dari kulit berkualitas tinggi itu menginjak punggung tangan Ningyan sampai Ningyan mengerang kesakitan. Song Xiuying terkekeh, "Aku membantu Kakak Ipar Pertama meluapkan kebosanan." Mu Bai menatap Ningyan dengan sorot datar. Lalu bertanya pelan, "Nyonya Muda Ke-empat, apa yang Nyonya Muda Kedua perbuat padamu?" Ningyan perlahan mengangkat kepala, dia melihat Mu Bai yang hanya berpakaian pelayan. Tapi saat Mu Bai bertanya seperti itu, Song Xiuying terlihat ketakutan. Ningyan berpikir dalam hati, 'Siapa orang di belakang pelayan bernama Mu Bai ini?' Mu Bai memiringkan kepala bingung saat tidak mendapatkan jawaban. "Apakah Nyonya Keempat bisu?" Song Xiuying tertawa. "Kau benar! Karena terburu-buru, katanya dia menikah di hari sial, pernikahannya saja sudah begitu sial, menurutmu apakah dia si Bisu Pembawa Sial?" Mu Bai menatap malas ke arah Song Xiuying, "Sepertinya Nyonya Muda Keempat hanya malas berbicara di depan sampah sepertimu." Ekspresi penuh kemenangan Song Xiuying langsung redup, dia mengerutkan kening. "Apa maksudmu?" Mu Bai menggeser kakinya ke kiri, Li Li terlihat menunduk ketakutan, dia membungkuk takzim di depan Ning Yan dengan perasaan gugup. "Nyonya Muda Pertama tidak peduli dengan hari sial yang menjadi hari pernikahan Nyonya Muda Keempat. Dia merasa kau sedikit kesepian dan kerepotan jika harus melakukan semua pekerjaan sendiri." "Sepertinya kau juga tidak terbiasa mengingat di rumah orang tuamu kau sedikit dimanja. Nyonya Muda Keempat, apakah pelayanmu tidak mengikutimu sampai menikah? Siapa namanya? Aku melihatnya di hari pernikahanmu kemarin." Mu Bai mendekat dan membantunya berdiri. Ningyan menelan ludah, ‘Tidak mungkin mengatakan padanya kalau Xiao Ci tinggal di rumah untuk mengawasi Xue Fengzhi, kan?’ "Em …, aku tidak membiarkannya mengikutiku sampai menikah, karena dia memiliki ibu tua yang harus dijaga." Ningyan menjawab gugup. Mu Bai tersenyum, "Kau sangat baik hati untuk membiarkan pelayanmu pensiun dini." Dia menarik tangan Li Li mendekat padanya. "Ini adalah niat baik dari Nyonya Muda Pertama. Dia bilang anggap saja sebagai hadiah pernikahan karena tidak bisa hadir saat upacara. Pelayan ini masih berusia 17 tahun dan Nyonya Muda Pertama baru saja membelinya. Kau terimalah ia sebagai tanda terima kasih." Li Li membungkuk lagi, "Saya siap melayani Anda, Nyonya Muda Keempat." Ning Yan terdiam sejenak, 'Benarkah dia pelayan yang baru dibeli?' *** Saat Ningyan duduk di kursi dan menikmati teh, Li Li melihat-lihat ke dalam kamarnya dan tidak menemukan setitik pun debu. Bahkan semua buku-buku dan benda lain telah ditata dengan rapi di tempatnya. Li Li merasa bingung. Seingatnya, Kediaman Tuan Muda Keempat tidak mempunyai pelayan khusus untuk membersihkan ini semua kecuali pelayan kediaman yang setiap pagi datang untuk membersihkan. Namun sejak kedatangan Nyonya Muda Keempat, Li Li belum mendengar mereka telah datang untuk membersihkannya. Saat datang ke sini, dia berpikir akan disambut dengan ruangan berantakan yang harus dibersihkan segera. Dia berdiam di tempat dan menatap Ningyan lamat-lamat. Dalam hati, dia bertanya-tanya, 'Mungkinkah Nona Pertama Xue yang membersihkan ruangan?' "Li Li, kau boleh beristirahat di kamarmu, hari ini tidak ada pekerjaan." Ningyan berbicara setelah melihat ekspresinya yang mencari pekerjaan. Li Li merasa kalimat itu adalah ancaman baginya, dia langsung berlutut dan menjatuhkan kepala. "Nyonya Muda Keempat, saya meminta maaf, saya akan segera mencari kesibukan lain di luar kamar!" Ningyan langsung meletakkan cangkirnya dan pergi untuk membuat Li Li segera berdiri. "Apa yang kau lakukan? Aku hanya terbiasa membersihkan kamarku sendiri dan tidak begitu suka memerintah orang." Li Li mengangkat kepalanya dengan terkejut, “Nyonya Muda …?" "Kenapa?" Ningyan dengan lembut mengajaknya duduk di kursi yang sama dengannya. "Anda …, apakah Anda baik-baik saja?" Li Li menunduk. "Hah?" Ningyan menaikkan sebelah alisnya. Li Li mengangkat kepalanya dan memberanikan diri menjawab, “Anda selalu terlihat pucat, Nyonya Muda Keempat. Saya melihat Anda ditindas oleh Nyonya Muda Kedua tadi. Anda hanya mandi air dingin dan mengganti pakaian hanya dengan pakaian tipis. Apakah Anda baik-baik saja?” Gerakan tangan Ningyan terhenti, dia menatap Li Li yang kembali menunduk. Dalam pikiran Ningyan, 'Apakah dia dikirim ke sini oleh Nyonya Muda Pertama benar-benar untuk membantuku? Dia terlihat tulus memperhatikanku, tapi dia datang ke sini bukan karena alasan sederhana itu, kan?” Li Li tiba-tiba menjatuhkan lutut dengan tubuh gemetar dan wajah ketakutan. "Nyonya Muda, maaf, saya tidak bermaksud merendahkan Nyonya Muda!” Ningyan kembali mengajaknya untuk duduk. "Tidak perlu seperti itu, sungguh, aku tidak terbiasa." Li Li menelan ludah, “Apakah Nyonya ingin saya buatkan sup ayam untuk menghangatkan tubuh?” “Pergilah, aku ingin makan sesuatu.” Li Li tersenyum sumringah, segera mengangguk dan pergi ke dapur.Beberapa hari sebelum perayaan tahun baru, langit istana terbungkus kabut tipis. Udara pagi itu dingin, menusuk sampai ke tulang, membuat embun membeku di ujung genting berlapis emas. Di dalam ruang audiensi dalam, lilin-lilin panjang berwarna merah darah menyala pelan, memantulkan kilau di permukaan lantai giok.Baginda Kaisar duduk di atas singgasana naga, tubuhnya tegak, tatapannya dingin seperti mata pedang yang belum dihunus. Di hadapannya, Kanselir berlutut dengan kedua tangan terangkat, memegang sebuah gulungan yang terbungkus kain sutra biru.Beberapa hari lalu, dialah yang pertama kali meminta Baginda untuk mengambil kembali surat wasiat Permaisuri Terdahulu dari tangan Pangeran Pertama, surat yang dicuri dengan cara yang bahkan tak pantas disebut licik, karena melanggar batas kehormatan istana. Namun, bagian itu tak lagi perlu dibicarakan. Yang penting sekarang, gulungan itu telah kembali.Kaisar meraih gulungan tersebut, lalu menatapnya lama. Jemarinya menyusuri tepi seg
Langit istana hari ini cerah, seperti sengaja dibersihkan oleh para dewa agar tak satu pun awan menghalangi kilau emas dari atap-atap bergaya Han yang menjulang angkuh. Butiran salju menyisakan genangan-genangan air yang sepauh keruh separuh jernih, namun masih bisa memantulkan bayangan seseorang yang berdiri di atasnya. Dari kejauhan, bendera-bendera berwarna merah dan kuning berkibar pelan tertiup angin musim dingin yang kering. Suara tambur dan seruling bambu bersahutan, menciptakan irama khas tahun baru yang sakral namun meriah. Pelataran utama telah dibersihkan sejak dini hari, bebatuan putih yang mengilap, barisan lentera merah yang tergantung berjejer, dan pagar kayu bercat emas yang membingkai seluruh area perjamuan seperti bingkai lukisan surgawi.Meja-meja persembahan dipenuhi buah-buahan, aneka kue beras, daging asap, dan minuman hangat beraroma jahe. Di tengah aula utama, para penari istana mulai mengambil posisi, mengenakan pakaian tipis bertabur manik-manik, mereka me
Fajar menyembul dari balik tirai tipis yang bergoyang pelan ditiup angin musim dingin. Pagi tahun baru. Hangat cahaya keemasan yang menerobos jendela menciptakan lukisan tak kasat mata di dinding kamar, menyinari ujung selimut dan rambut panjang Xue Ningyan yang terurai di bantal.Di sisi lain ranjang, suara tangisan kecil terdengar lirih—bukan keras, bukan rewel, melainkan rengekan khas bayi yang baru bangun dengan mata separuh terpejam.Xue Ningyan bangkit perlahan. Rambutnya masih sedikit kusut, matanya belum sepenuhnya terbuka, tapi tangan refleksnya sudah bergerak sigap mengangkat sosok mungil itu ke pelukannya."Bangun pagi sekali, hm?" bisiknya sambil mengecup dahi kecil itu. "Hari ini Ayah dan Ibu harus pergi sebentar. Xiao Yan tinggal di rumah dengan Nenek, ya?"Dari balik tirai dalam, terdengar suara lembut pemuda yang tengah mengenakan sabuk di pinggangnya. "Dia pasti lebih senang tinggal di rumah daripada ikut ke tempat penuh orang yang semua baunya sama—politik."Xue Ning
Hening panjang menindih udara. Debu di udara pun enggan bergerak saat kalimat itu keluar dari mulut Baginda Kaisar—tajam, gamblang, tanpa jalan pulang.“Atau …, apakah ajudanmu itu adalah orang yang mencuri surat wasiat Permaisuri Zhang Jingyi dari tangan Tuan Kanselir?”Pangeran Pertama tidak menjawab.Batu catur putih yang sejak tadi digenggamnya perlahan diletakkan ke papan. Suaranya nyaris tak terdengar, namun gaungnya seperti mengiris telinga. Gerakan kecil itu tak sekadar tanda bahwa ia masih hidup, tetapi bahwa pikirannya masih bekerja—berputar, menggiling setiap kemungkinan.Tatapannya tak bergerak dari batu catur itu. Bukan karena takut. Bukan pula karena malu. Tapi karena ia tahu—kata-kata yang sembarangan bisa membakar jalan keluar satu-satunya.Lidahnya seperti terikat. Tapi bukan karena tidak ada jawaban. Justru karena terlalu banyak.“Jika memang benar surat itu hilang,” ucapnya akhirnya, lambat, dingin, dan penuh perhitungan, “maka yang mengambilnya tentu bukan orang se
Esok paginya.Langit masih abu-abu ketika Pangeran Pertama melangkah menuju ruang pribadi Baginda Kaisar. Sepanjang lorong, suara derap langkahnya bergema, menandakan bahwa ia tak berniat menyembunyikan kedatangannya.Saat Pangeran Kedua mengunjunginya secara tiba-tiba tepat setelah kepulangannya, Pangeran Pertama menyadari dengan jelas bahwa dirinya telah diawasi sejak memasuki Ibukota.Dan kepergiannya ke Beizhou telah dibocorkan oleh seseorang bahkan jauh sebelum dirinya melintasi gerbang Ibukota.Setelah kehilangan Ying Shi yang terluka parah hingga tak mengenalinya lagi, Pangeran Pertama memutuskan untuk menghentikan segala macam aktivitas di luar perintah Baginda Kaisar yang jelas berkaitan dengan upayanya memenangkan kursi takhta.Tanpa Ying Shi, Pangeran Pertama tidak mampu menangani semuanya dengan baik. Sehingga lebih baik mundur sejenak untuk mengambil langkah yang lebih besar.Pangeran Pertama menghela napas pelan, mencoba menenangkan diri dari pikiran yang berkecamuk sepa
Yang Yunshui berjalan masuk ke dalam kediaman bersama Xiao Ci yang diperintahkan untuk mengantar tamu masuk. Xue Ningyan memilih menunggu di halaman belakang karena tidak ingin mengganggu obrolan penting mereka. Karena dia sudah menyampaikan apa yang bisa dia sampaikan pada suaminya. Setelah memasuki ruangan Yang Yunshui membungkuk takzim. “Salam hormat, Yang Mulia Pangeran.”Shen Qi menatapnya. “Aku bahkan belum secara resmi diakui sebagai pangeran, Tuan Kanselir. Jangan dulu berbasa-basi seperti itu.”Yang Yunshui mengangguk. “Baik, Tuan Muda.” Yang Yunshui duduk di kursi yang disediakan. Lalu mulai membicarakan pertemuannya dengan Baginda Kaisar semalam. “Baginda Kaisar …, memiliki niat untuk mencari Anda, Tuan Muda.” Yang Yunshui mulai bicara. “Saya membuat taruhan dengan beliau. Taruhan untuk tidak memilih Pangeran Pertama maupun Kedua. Baginda Kaisar …, saya meminta beliau untuk membantu saya merebut surat wasiat Mendiang Permaisuri Zhang Jingyi dari tangan Pangeran Pertama