Dipaksa Menjadi Budak Keluarga

Dipaksa Menjadi Budak Keluarga

Oleh:  Gie Adif  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
6Bab
567Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

KISAH NYATA Benar kata orang, menjadi anak pertama perempuan itu berat, sangat berat. Karena kendala ekonomi, aku hanya mengenyam pendidikan kelas satu SD, sekadar bisa membaca meskipun tak terlalu lanyah dan menulis, meskipun sangat jelek; lantas keluar, membantu Bapak membuat sapu ijuk dan tali tampar. Adikku ada empat. Diusia 18 tahun aku menjadi TKI di Malaysia karena terlalu tak tega melihat kesengsaraan keluargaku. Instagram: gieadif.story Facebook: Gie Adif

Lihat lebih banyak
Dipaksa Menjadi Budak Keluarga Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
6 Bab
Bab 1: Uang Kiriman
“Karena Ibu surgaku dan Bapak cinta pertamaku.”*** “Lasmi, bulan ini transfer lebih banyak. Kasihan adik-adikmu, jarang makan enak.” Suara lembut Ibu terdengar sedetik setelah kugeser ikon menerima panggilan.Aku tersenyum miris mendengar kalimat Ibu. Menarik napas dalam-dalam sebelum mengembuskan perlahan. Kembali tersenyum, kuirarkan, demi bakti. Ibu wanita hebat, dia yang telah melahirkanku mempertaruhkan nyawa. “Iya, Bu, tapi aku belum gajian,” jawabku berusaha selembut mungkin meskipun ada sayatan baru di kalbu.Namaku Lasmi. Benar kata orang, menjadi anak pertama perempuan itu berat, sangat berat. Karena kendala ekonomi, aku hanya mengenyam pendidikan kelas satu SD, sekadar bisa membaca meskipun tak terlalu lanyah dan menulis, meskipun sangat jelek; lantas keluar, membantu Bapak membuat sapu ijuk dan tali tampar. Ibuku hanya Ibu Rumah Tangga. Adikku ada empat. Diusia 18 tahun aku menjadi TKI di Malaysia karena terlalu tak tega melihat kesengsaraan keluargaku, terutama Bapak
Baca selengkapnya
Bab 2: Biaya Pernikahan Zafar
“Apapun alasan berkorban, jangan kesampingkan diri sendiri.”-o0o-“Mbak, aku mau nikah. Mbak bantu biaya, iya.”Suara Zafar dari layar handphone menggema memasuki rungu. Kuamati wajah lelaki pemilik jambang tipis itu dari layar handphone. Mimik wajahnya terlihat penuh harap. Aku tersenyum tipis. Cepat sekali tiba-tiba dia mau menikah. Padahal saat kutinggal mengadu nasib di negara orang dia baru saja disunat.“Serius mau nikah?” tanyaku dengan kedua sudut bibir terangkat sempurna.Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. “Iya serius lah, Mbak. Masa bercanda.” Aku terkekeh kecil. “Mbak bantu biaya, iya,” lanjutnya penuh harap.Sepertinya baru minggu lalu Erni bilang, sebentar lagi adik terakhirku akan menikah dan hanya aku yang belum. Sekarang benar-benar akan terjadi. “Usiamu masih berapa kok sudah mau menikah?” tanyaku sedikit tak rela adik bungsuku menikah diusia yang sangat muda. Terlebih dia lelaki. “Apa gak enaknya kamu kerja dulu, dikumpulkan, biar masa depanmu dan istrimu cerah
Baca selengkapnya
Bab 2: Katanya Teman
“Berkorban boleh, sewajarnya saja.”-o0o-"Emang Mbak gak pengin menikah? Berkorban buat keluarga, sih, berkorban, tapi iya jangan kebablasan. Sayang sama masa depan sendiri," ucap Erni, teman sesama TKI dari Indonesia yang kebetulan menjadi pembantu tepat di samping kanan rumah Bosku. "Iya gimana, rencana mau pulang, tapi Bapak sama Ibu sakit-sakitan," jawabku seraya tersenyum miris. Ini kenyataan pahit di hidupku.Wanita itu merubah posisi duduknya hingga dia dapat menatapku lamat. "Mbak." Aku menoleh ke arahnya. Kita saling berhadapan, "Emang Mbak gak punya saudara?""Ada, empat.""Terus?" Wajahnya terlihat menyelidik."Apanya yang terus?" tanyaku bingung."Udah pada gede kan?"Aku mengangguk. "Yang tiga udah nikah malah.""Kan!" Dia menepuk pahaku keras, membuatku menjerit kesakitan. Wanita ini memang sungguh terlalu, kalau refleks tanpa sungkan menyakiti orang di sampingnya."Apa-apaan, sih? Sakit tau!"Wanita itu tertawa renyah, dia memang mudah sekali tertawa. Sore ini kami be
Baca selengkapnya
Bab 3: Biaya Pernikahan Zafar
“Apapun alasan berkorban, jangan kesampingkan diri sendiri.”-o0o-“Mbak, aku mau nikah. Mbak bantu biaya, iya.”Suara Zafar dari layar handphone menggema memasuki rungu. Kuamati wajah lelaki pemilik jambang tipis itu dari layar handphone. Mimik wajahnya terlihat penuh harap. Aku tersenyum tipis. Cepat sekali tiba-tiba dia mau menikah. Padahal saat kutinggal mengadu nasib di negara orang dia baru saja disunat.“Serius mau nikah?” tanyaku dengan kedua sudut bibir terangkat sempurna.Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya. “Iya serius lah, Mbak. Masa bercanda.” Aku terkekeh kecil. “Mbak bantu biaya, iya,” lanjutnya penuh harap.Sepertinya baru minggu lalu Erni bilang, sebentar lagi adik terakhirku akan menikah dan hanya aku yang belum. Sekarang benar-benar akan terjadi.“Usiamu masih berapa kok sudah mau menikah?” tanyaku sedikit tak rela adik bungsuku menikah diusia yang sangat muda. Terlebih dia lelaki. “Apa gak enaknya kamu kerja dulu, dikumpulkan, biar masa depanmu dan istrimu cerah n
Baca selengkapnya
Bab 4: ATM Berjalan
“Menjadi TKI tanpa memikirkan masa depan itu sama seperti mencalonkan diri menjadi budak selamanya.”-o0o-“Sepuluh juta aja lah, Mbak. Jangan banyak-banyak. Belum tentu waktu Mbak nikah nanti saudara-saudara Mbak itu mau nyumbang,” tegas Erni menggebu-gebu. “Jangan bodoh jadi orang, Mbak. Makin dimanfaatin nanti.”Aku mendongak menatapnya yang berkacak pinggang. “Emang ada orang yang mau manfaatin orang pinter?”Erni mengedikkan bahu sebelum menghempas pantatnya di sampingku. Dia mengembuskan napas panjang. “Iya enggak, lah, Mbak. Mana ada orang yang sanggup manfaatin orang pinter dengan sangat berlebih-lebihan. Kan dari awal udah pinter.”“Iya udah,” putusku ikut mengedikkan bahu.“Mbak.” Raut wajah Erni berubah garang. “Jangan terlalu baik jadi orang. Makin dimanfaatin nanti.”“Emang ada orang yang mau manfaatin orang jahat?” tanyaku tenang.“Iya enggak lah. Bisa-bisa sebelum berhasil manfaatin udah terlanjur dijahati. Ruginya doble dong,” jawabnya lesu.“Iya udah.”Erni mengembusk
Baca selengkapnya
Bab 5: Tidak Boleh Menikah
“Masa depan kamu iya Ibu, Bapak, sama Adik-Adikmu.” -o0o-Malam semakin larut. Aku baru saja merampungkan seluruh pekerjaan lima menit lalu. Setelah mengoleskan minyak urut dan mengurut perlahan bagian tubuh yang terasa sakit, aku meraih handphone. Ada lima panggilan masuk dari Siti, adik ketigaku.Tumben sekali anak ini, batinku.Tanpa pikir panjang aku balik meneleponnya. Baru beberapa detik langsung diangkat. Suara renyahnya menyapa rungu. “Assalamualaikum, Mbak Mei Meiku tercinta.”Mei Mei, itu panggilan sayang dari perempuan beranak satu itu. Dia sengaja memanggilku Mei Mei karena terinspirasi dari kartun Upin Ipin, juga karena aku bekerja di negara tempat Upin Ipin. Kedua sudut bibirku dengan refleks terangkat sempurna. “Waalaikumsalam adik cantiknya Mbak.”Terdengar dia tertawa renyah. Aku ikut tertawa.“Kamu di mana, Nduk?” tanyaku saat tawa kami mereda.“Di rumah Ibu. Zafar setengah bulan lagi kan menikah. Mbak sudah tahu, kan?”Aku mengangguk meskipun Siti tidak melihatnya.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status