Share

Dokter Ganteng Itu Suamiku
Dokter Ganteng Itu Suamiku
Penulis: Echa Chaca Chary

Chapter 1

Di sebuah pesta, dua orang pelayan membicarakan siapa yang akan menikah hari ini.

Di ruang yang berbeda, Aleena sedang merias wajahnya. Tidak lama kemudian ia berjalan menghampiri pengantinnya. Setelah bertukar cincin ia menarik pasangannya dan mengumumkan kalau sekarang Daffin adalah miliknya.

Flashback  dua minggu sebelum pernikahan.

Aleena keluar dari mobilnya lalu berjalan masuk ke perusahaan dan langsung disambut oleh banyak karyawannya. Sambil berjalan, sekretarisnya membacakan jadwal untuk Aleena hari ini.

“Presdir Aleena, ini jadwal kerja hari ini," kata Bagas sekretarisnya.

Aleena mendengarkan semuanya sambil berjalan.

“Pak Hendra bertanya padamu, kapan waktu luangmu agar bisa pergi kencan buta?” tanya sekretaris saat selesai membacakan jadwal kerja Aleena.

Aleena langsung menghentikan langkahnya, ia berbalik arah dan menatap Bagas dengan tatapan misterius. Membuat Bagas sedikit takut dengan tatapan bosnya itu.

Aleena kemudian mengalihkan pertanyaan Bagas dengan bertanya balik, "Mengapa banyak ruang etalase kosong yang tidak di isi dengan produknya?"

Dengan penuh hati-hati Bagas menjawab setiap pertanyaan Aleena. Aleena juga menanyakan mengapa karyawan toko tidak bekerja dengan baik. Ia malah duduk-duduk di sofa tamu sambil memainkan ponsel dan bergurau.

“Akan saya urus Presdir, karyawan yang tidak bersungguh-sungguh bekerja akan saya beri surat peringatan bahkan mungkin pemecatan," kata Bagas sopan.

“Main pecat-pecat saja! Kamu kira ini drama! Tinggal pecat langsung beres. Kamu cukup kasih surat peringatan saja!” Aleena berkata dengan tegas.

“Baik presdir,"

“Oh iya aku lupa dengan perkataanmu yang tadi, bisa kamu ulangi?” tanya Aleena.

“Pak Hendra bertanya...,” kata-kata Bagas terpotong dengan ucapan Aleena.

“Bukan itu! Yang sebelumnya," ujar Aleena.

“Rapat Dewan rutin Presdir Aleena harus datang tepat waktu.”

Tanpa sepatah kata apapun, Aleena langsung menuju ke ruangannya. Ia mempersiapkan diri untuk rapat dewan rutin.

Di ruang rapat, beberapa anggota sedang protes.

“Kenapa boros lagi?”

“Kenapa harus mengeluarkan produk baru lagi?”

“Ini tidak masuk akal!"

“Pak Hendra akan pensiun, dan Nona Aleena masih muda. Masih ingin membuktikan pada dunia kalau dia mampu?”

“Nona Aleena, kan wanita. Pikirannya pasti dangkal, itu tidak bisa di hindari!"

“Dia cuma mengandalkan jabatan dan posisi keluarga saja."

Beberapa saat kemudian, Aleena datang dengan wibawanya dan masuk tanpa permisi, kemudian mencela perkataan terakhir dari anggota rapat.

“Memang posisi keluarga saya bagus di sini, tapi duduk dijabatan ini anda juga harus punya kemampuan,” amarah Aleena sedikit membludak, membuat para anggota rapat sedikit sungkan dan kaget melihat kedatangan Aleena.

“Tapi dalam hal ini, aku tak punya tips untuk dibagikan pada kalian.” Aleena berjalan melewati para anggota rapat, dan menuju podium.

“Kurangilah gosip, bekerjalah yang banyak,” ucapan Aleena yang tegas membuat para anggota rapat terlihat sedikit menunduk malu.

“Direktur yang barusan bicara, tolong lihat kembali angka keuntungan Mentari Group tahun lalu. Profitnya meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya,”

“Siapapun boleh menggunakan cara ini untuk menjatuhkan Mentari Group, tapi aku akan terus berusaha meningkatkan Mentari Group," lanjut Aleena.

Aleena menjelaskan panjang lebar tentang peningkatan perusahaan selama ia pimpin, tapi terlihat di raut wajah Aleena kemarahan yang besar akibat omongan-omongan anggota rapat tadi.

“Semuanya, perkenalkan aku Aleena Syafii Suhendra. Aku tidak harus membuktikan diri aku dari keluarga Suhendra. Walau aku cuma di rumah, aku bisa makan dan mati selama tiga generasi. Tapi jika anggota dewan mau melipat gandakan penghasilan anda tahun depan, sekarang adalah waktu yang tepat," kata Aleena dengan penuh kesombongan.

Para anggota rapat hanya menggelengkan kepala, tidak tahan melihat Aleena yang begitu sombong memimpin rapat.

“Seminggu lagi, lakukan voting untuk proyek tersebut disini. Selamat datang semuanya, bawa kepalamu sendiri. Ikutlah partisipasi dengan logis jangan hanya mendengar perkataan orang lain,”

“Rapat ditunda." Aleena meninggalkan ruang rapat.

Sementara para anggota rapat kebingungan sekali, tapi mereka semua tidak bisa berbuat apa apa.

“Dasar munafik, di depanku saja mereka bisa sangat baik. Di belakangku mereka semua menusukku!” Aleena mengomel sepanjang jalan.

Dimas yang mengawal Aleena sedari tadi, memberikan sebuah permen untuk menenangkan hati Aleena. Kemudian Dimas memberikan data kepada Aleena dan juga menjelaskan beberapa target market, riset pasar dan perencanaan untuk produk kosmetik terbarunya.

Namun tidak hanya itu, Dimas juga menyampaikan bahwa ada sekitar tujuh belas direktur yang ada di rapat tadi. Tiga diantaranya adalah direktur yang menentang peluncuran produk kosmetik Aleena, direktur Surya yang masih saudara dengan Aleena hanya melihat seberapa baik perkembangan peluncuran produk kosmetik terbarunya dan direktur lainnya tidak berkomentar apapun.

Selain itu, direktur Alya yang tidak hadir saat rapat. Memiliki posisi sangat tinggi di dewan direksi. Pilihannya sangat penting untuk mendukung Aleena.

“Mengapa akhir akhir ini direktur Alya tidak pernah hadir!?” tanya Aleena sedikit membentak.

“Direktur Alya sedang cuti, beliau baru saja melahirkan minggu lalu.” Dimas menjelaskan dengan penuh sabar.

“Kalau begitu, ayo! Kita jenguk!” Aleena berjalan meninggalkan Dimas.

“Apakah presdir Aleena ingin menyiapkan hadiah?” tanya Dimas.

Aleena tidak menjawab, namun matanya melototi Dimas. Menandakan bahwa ia membutuhkan hadiah untuk menjenguk direktur Alya. Tanpa pikir panjang, Dimas menyiapkan berbagai kebutuhan bayi sebagai hadiah untuk menyambut bayi direktur Alya.

Aleena dan Dimas menuju ke rumah sakit Pelita Bunda. Aleena mencoba menata suasana hatinya agar terlihat senang. Memamerkan senyum termanisnya untuk mengambil hati direktur Alya.

Aleena mengetuk pintu kamar direktur Alya dengan penuh senyum manis.

“Aleena?” Direktur Alya sedikit terkejut melihat Aleena yang mau menjenguknya.

“Hai... apa direktur sudah baikan?” Aleena penuh dengan basa basi, “Bagaimana bisa direktur terlihat lebih baik daripada saat di perusahaan?” lanjut Aleena.

Sementara itu, Dimas yang sebelumnya sudah disuruh Aleena untuk memotret keakraban yang dibuat Aleena terhadap direktur Alya sekarang, ia melakukan misinya.

“Wah! Bayi anda terlihat lucu sekali!?" Aleena mengalihkan pembicaraan menuju bayi direktur Alya.

Direktur Alya tampak sedikit kebingungan melihat tingkah Aleena. Ia sudah tahu, jika Aleena sok akrab seperti ini pasti dia ada maunya.

“Siapa nama bayinya direktur?” Aleena masih tetap berulah, sedangkan Alya hanya diam mengikuti alur yang dibuat Aleena.

Dimas sudah selesai memotret Aleena dan direktur Alya, ia meminta ijin kepada mereka untuk pergi.

“Direktur Alya, presdir Aleena. Saya ijin pamit dulu ya!” Dimas meninggalkan kamar direktur Alya dengan sopan.

Setelah Dimas pergi, Alya barulah sedikit bersuara.

“Apa kamu punya dua kepribadian?” tanya Alya dengan santai.

“Direktur Alya suka sekali bercanda ya?” Aleena menjawab dengan sedikit tertawa kecil. “Aku ke sini mengirim hadiah untuk kelahiran bayi anda, dan aku juga tulus mengunjungi anda” lanjut Aleena.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status