Share

Dry Flower
Dry Flower
Penulis: Hayanis Kalani

Terkunci di Gudang

Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.

***

"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.

Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.

Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.

Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup penuh gerbang sekolah tersebut, murid laki-laki itu berhasil menerobos yang membuat pak satpam marah-marah dan geleng-geleng kepala.

Bel masuk berbunyi bersamaan dengan murid laki-laki itu yang baru saja sampai di koridor lantai pertama. Mata murid laki-laki itu tidak sengaja melihat beberapa guru yang sedang berjalan menuju ke kelas sambil menenteng beberapa buku.

Murid laki-laki itu mendengus sebal karena kelasnya berada di lantai dua yang mengharuskan dirinya berjalan menaiki tangga yang sangat melelahkan. Kalau saja dirinya mempunyai kekuatan super, mungkin sedari berangkat sekolah dari rumah ia memilih untuk terbang saja, atau kalau bisa berteleportasi.

Jangan jauh-jauh berkhayal seperti di dunia fantasi, apa susahnya, sih, kelasnya dipindahkan di lantai bawah? Setahu murid laki-laki itu, di bawah masih ada ruangan yang kosong.

Brak!

Semua pasang mata yang berada di dalam kelas menatap pintu kelas yang kini terbuka lebar menampilkan murid laki-laki tadi yang baru saja datang dengan napas terengah-engah. Mereka tidak mempersoalkan kenapa murid tersebut datang terlambat, tetapi mereka sedikit agak risih ketika pintu yang tidak berdosa itu membentur dinding dengan kencangnya. Nanti kalau pintunya rusak bagaimana? Yang disalahkan bukan hanya si pelaku, tetapi semua murid di kelas juga yang kena imbasnya. Apalagi kalau mereka harus mengganti rugi, memangnya mereka rela patungan? Bayar yang kas saja susahnya minta ampun.

"Bu Aini belum datang?" tanya murid laki-laki itu sambil berjalan menuju tempat duduknya.

"Bu Aini gak bakal datang. Lagi ada kepentingan keluarga katanya. Tapi kita dikasih tugas bejibun dan harus dikumpulkan hari ini juga," ucap teman sebangku murid itu, Farid.

"Cape-cape gue lari, kalau tahu kayak gini gue mending bolos aja di lapangan sambil main bola."

Meskipun kelas ditinggalkan oleh Bu Aini, tetapi murid-murid tidak bisa berisik apalagi bermalas-malasan karena ternyata Bu Aini mengutus salah satu staf TU untuk mengawasi anak didiknya.

Brian, murid laki-laki yang datang terlambat tadi niatnya mau tidur sampai jam pelajaran selesai, tetapi ia urungkan karena hari ini ia sedang tidak mau mendengar ceramahan dari siapa pun.

***

Jam pelajaran kedua, pelajaran olahraga. Brian memilih untuk mengganti pakaian di toilet karena sekarang jadwal murid perempuan yang berganti pakaian di kelas. Kelasnya memang sengaja membuat jadwal tersebut supaya murid-murid perempuan merasa aman dari tatapan mata para buaya darat.

"Beres, udah gue kunci. Ini baju olahraganya udah gue ambil."

Brian tidak sengaja mendengar empat murid perempuan yang berbisik-bisik sambil tertawa pelan. Awalanya Brian tidak begitu mengindahkan, tapi ia kepikiran tentang perkataan kunci itu. Apa jangan-jangan ada orang yang sedang mereka kurung di suatu ruangan? Brian yakin kalau orang yang dikunci di ruangan itu adalah perempuan.

"Lha?" Brian buru-buru menuju toilet perempuan. Brian mengabaikan beberapa teman laki-lakinya yang meledek Brian yang masuk ke toilet perempuan dengan sembarangan.

Setiap bilik toilet tidak ada satu pun yang terkunci. Brian berjalan keluar kemudian menuju gudang yang tergembok rapat.

Kayaknya di sini, pikir Brian. Ia kemudian mencari sesuatu dari bawah pot bunga, setelah berhasil menemukannya ia segera membuka gembok tersebut dengan menggunakan jepitan rambut hasil curian dari teman sekelasnya beberapa bulan yang lalu.

"Lo kenapa bisa ada di sini?" tanya Brian.

Ternyata benar, ada seseorang yang dikunci di gudang. Untung saja Brian datang. Kalau tidak, sampai besok mungkin orang itu tidak bisa keluar karena gudang ini jarang sekali dibuka. Brian sempat heran kenapa murid-murid perempuan yang tadi bisa membuka gembok ini, atau jangan-jangan mereka sudah tahu trik ilegal membuka gembok tanpa kunci asli?

"Salah masuk ruangan," jawab orang itu pelan.

Brian melipat kedua tangannya. Memangnya ia sebodoh itu sampai orang itu menjawab secara tidak logis?

"Buruan ke luar. Emang lo gak mau ikut pelajaran?"

"Aku gak akan ikut pelajaran olahraga. Aku lupa bawa baju training."

Heran, Brian tidak mengerti kenapa orang itu sedari tadi berbohong kepadanya. Apakah karena orang itu takut pada Brian? Tapi takut karena apa? Padahal Brian tidak kenal dengan orang itu meskipun satu kelas, ia juga tidak pernah jahat padanya seperti yang dilakukan beberapa teman perempuannya.

"Nih, pake aja punya gue!" Brian melemparkan baju olahraganya ke orang itu. Belum juga orang itu menolak Brian sudah kembali bicara. "Buruan pake! Kata Pak Rumi hari ini ulangan praktek. Emang lo gak mau dapat nilai?"

"Tapi kamu gimana?"

"Gak usah peduliin gue, gue bawa baju olahraga yang lain kok." Brian menutup pintu untuk memberikan waktu pada orang itu berganti pakaian.

Tidak berapa lama, orang itu sudah selesai berganti pakaian. Orang itu merasa agak aneh mengenakan pakaian yang kebesaran.

"Ternyata lo kurus banget ya?"

Orang itu sedikit terperanjat karena Brian ternyata menunggu di depan pintu gudang.

"Kok kamu masih ada di sini?" tanya orang itu bingung.

Brian menatap orang itu dengan lekat. Tubuh orang itu memang benar-benar kurus dan sekarang ketika memakai pakaian yang kebesaran tubuhnya seperti seekor kupu-kupu. "Gue mau kunci pintu gudang biar gak ada orang yang curiga."

"Oh." Orang itu bergeser sedikit untuk memberikan ruang pada Brian.

"Makasih ya kamu udah nolongin aku."

"Jangan salah paham," Brian menyimpan kembali jepitan rambut tersebut ke bawah pot, "gue gak nolongin lo. Kan lo yang bilang kalau lo salah masuk ruangan yang satu orang pun gak pernah buka gudang itu. Jadi, lo bisa masuk dari mana?"

"Tadi pintunya kebuka, kok. Mungkin Pak Amat gak tahu kalau aku ada di dalam jadi dikunci, deh."

Brian ingin bertanya lagi kenapa orang itu masuk ke dalam gudang? Memangnya ada keperluan apa? Tapi Brian mengurungkan niatnya dan memilih untuk pergi karena murid-murid yang lain sudah berkumpul di lapangan.

Ah... omong-omong, nama orang itu siapa, ya?

Saat akan menanyakan nama orang itu, tiba-tiba salah satu teman Brian memanggilnya untuk membantu menggotong gawang futsal yang diambil dari ruang peralatan olahraga.

Mata Brian menatap tajam pada murid perempuan yang tadi mengunci orang di gudang. Brian harus memberi pelajaran pada mereka karena menjahili orang yang tidak bersalah. Tapi bagaimana caranya Brian untuk membalas dendam, ya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status