Dry Flower

Dry Flower

Oleh:  Hayanis Kalani  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
8Bab
534Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Brian yang awalnya berniat ingin menolong, tetapi pertolongannya itu malah menjadi bumerang bagi Fera. Bagaimana kehidupan Fera selanjutnya setelah kejadian itu? Akankah kembali normal atau malah makin runyam?

Lihat lebih banyak
Dry Flower Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Aspasya
Ceritanya bagus, semangat update Thor...
2023-05-30 14:25:38
0
user avatar
Mama Lana
Belajar yang rajin Bri, jangan bolos terus... semangat kak othor .........
2023-05-30 11:24:36
0
user avatar
Afnasya
cerita yang menarik, semangat update babnya, Kak
2023-05-30 11:15:20
0
user avatar
Rai Seika
Belajar yang rajin, Brian jangan males!
2023-05-30 10:53:38
0
user avatar
Damaya
Cerita yang keren, semangat Brian...
2023-05-30 10:27:45
0
8 Bab
Terkunci di Gudang
Suara jam dinding yang tidak pernah berhenti berputar barang satu detik itu menggema di sebuah kamar yang gelap dan juga sempit. Seseorang di atas kasur lantai lalu bangun dan menyalakan lampu. Jam masih menunjukan pukul tiga pagi, tetapi orang tersebut tidak kembali tidur, melainkan membereskan kamar lalu berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian dan mengerjakan pekerjaan rumah yang lain.***"Sial!" Seorang murid laki-laki yang memakai jaket hitam itu berlari kencang sambil sesekali mulutnya mengumpat.Adrenalinnya berpacu dengan cepat setiap kali dirinya melihat waktu dari jam tangan. Ini lebih menegangkan dari ketika dirinya dikejar-kejar oleh seekor anjing liar. Atau ketika dirinya menaiki wahana rollercoaster di taman hiburan.Telat, ini pasti telat! rutuknya dalam hati.Dari jarak sepuluh meter ia sudah bisa melihat gerbang sekolahnya yang setengah tertutup. Dengan mengeluarkan semua kekuatannya, murid laki-laki itu mempercepat larinya. Dan ketika pak satpam hampir menutup
Baca selengkapnya
Namanya Fera
Brian menguap lebar sambil mengubah posisi tidurnya di sebuah sofa butut yang disimpan di loteng sekolah. Hari ini di jam pelajaran keempat Brian memilih membolos untuk tidur siang karena mengantuk gara-gara semalam ia begadang menonton bola sehabis itu bermain game online sampai dini hari.Tangan Brian merogoh saku celananya lalu menatap ponsel yang bergetar, ternyata ada telepon dari Farid. Teman Brian itu mengatakan kalau pelajaran baru saja selesai dan sekarang waktunya jam pulang meskipun bel belum berbunyi.Brian tidak langsung bangun, ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya sampai lima belas menit kemudian ia bangun dalam keadaan yang lumayan segar meskipun kepalanya sedikit pusing.Tas ransel milik Brian masih tertinggal di kelas karena tadi ia berpesan pada Farid untuk membawanya sendiri supaya nanti kalau tidak sengaja berpapasan dengan guru ia pulang tidak membawa tas bisa-bisa ia diinterogasi, apalagi oleh pak satpam yang selalu ingin mengurusi urusan para murid saja
Baca selengkapnya
Tangis
Ruangan yang tidak terlalu besar itu sangat menyesakkan dada. Entah karena situasinya yang membuat kepala tidak bisa berpikir jernih dan tubuh bergetar ketakutan."Apa betul yang difoto ini kalian berdua?" tanya Pak Anwar setelah beberapa saat terdiam sebentar ketika dua menit yang lalu Brian dan Fera baru saja datang."Betul, Pak," jawab Brian."Kenapa kalian melakukan hal yang tidak pantas seperti itu di sekolah?" Brian dan Fera tidak menjawab."Bapak tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan tindakan yang tidak senonoh? Kalian tidak merasa malu apa?""Maafkan kami, Pak," jawab Brian lagi.Kepala Fera makin menunduk, menyembunyikan wajahnya dibalik helaian rambutnya yang selalu tergerai bebas.Sesuai kesepakatan sepihak dari Brian, ia melarang Fera membuka suara. Jadi, setiap kali Pak Anwar bertanya, maka yang menjawab dan menjelaskan semuanya adalah Brian. Cowok jangkung yang sering berpenampilan acak-acakan itu menganggap kalau ini bukan salah Fera, semua ini adalah salah diriny
Baca selengkapnya
Perantara
"Lo punya otak gak sih, Bri? Lo bukannya nolong Fera tapi malah menjatuhkan Fera. Lo tau, setelah kejadian ini Fera bakal makin di-bully habis-habisan."Kata-kata Ara terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sudah dua hari sejak kejadian itu, Brian tidak bisa melupakannya. Apalagi mengingat pandangan orang-orang pada Fera tadi, Brian miris melihatnya.Brian juga mendengar kabar kalau Fera dicap sebagai perempuan murahan, rumor yang beredar kalau Fera sebagai wanita penghibur itu makin meyakinkan orang-orang, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Setiap orang yang melihat Fera, mereka langsung mencibir Fera dengan kata-kata yang tidak pantas. Fera seharusnya tidak mendapatkan cibiran itu. Harusnya Brian lah yang dikata-katai, karena sebenarnya Brian di sini yang salah. Sekali lagi, Fera hanya korban. Korban!"Gue kasian liat Fera, dia makin dikucilkan."Brian menatap Fera yang sedang menunduk membaca buku sambil bersandar pada dinding. "Terus gue harus gimana, Don?""Lo minta maaf lagi g
Baca selengkapnya
Tidak Ada Kabar
Sepanjang hari ini Fera terus melamun memikirkan ucapan Bianca hari kemarin. Hati Fera masih merasa bimbang antara harus memaafkan Brian atau tidak. Padahal selama ini Fera seorang yang pemaaf. Tetapi kenapa pada Brian ia sangat sulit berhadapan langsung dan mendengar semua penjelasan Brian?Apakah kali ini Fera harus memberikan kesempatan? Sebenarnya Fera juga tidak mau seperti ini, berlarut-larut marah dalam diam. Fera ingin mencurahkan isi hatinya yang selama ini dipendam sendiri. Fera ingin berbagi kesakitan yang selama ini dirasakannya.Tidak, Fera tidak jahat, tapi ia hanya ingin seseorang mengerti akan apa yang ia rasakan. Ia tidak tahan di-bully oleh orang-orang.Fera memang membutuhkan seseorang untuk menjadi tempat ia bercerita."Fera!" Brian memanggil Fera yang sedang menyimpan sapu dan sekop di bawah tangga.Fera melirik sekilas tanpa menjawab panggilan Brian."Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Brian lagi. "Gue mau minta maaf."Fera masih diam. Ia berlalu meninggalkan
Baca selengkapnya
Mencari Fera
"Jadi, kita fix nih ke sananya nanti?" tanya Farid."Iya, tapi kita harus ngajak cewek, soalnya, kan, cewek bawel, pinter ngomong gitu," jawab Fajar."Ngajak siapa? Si Aliyah aja?" tanya Farid lagi."Jangan, mending kita ngajak yang pendiem aja, temannya si Ara tuh, siapa, sih, namanya? Oh ya Leha. Tu cewek mulutnya gak ember gak kayak cewek di kelas kita.... Gimana, Bri? Lo setuju gak?"Brian tidak menjawab. Ia masih memikirkan alamat rumah Fera. Rasa-rasanya alamat rumah Fera itu tidak asing. Brian seperti pernah mendengarnya."Bri, gimana?" tanya Fajar."Apanya?" ucap Brian saat tersadar dari lamunan."Ngeselin lu!"Brian keluar kelas untuk mencari Dio. Farid, Fajar, Bagas dan Doni mendumel karena Brian pergi begitu saja.Dio ternyata berada di ruang OSIS. Ia menghampiri kembarannya, Ara, yang sedang duduk di kursi panjang sambil memasukan beberapa lembar kertas berukuran A4 ke dalam map."Yo, lo yakin itu alamat rumah Fera?" tanya Brian setelah memasuki ruangan OSIS.Setelah waktu
Baca selengkapnya
Tertusuk
Rutinitas Brian selama tiga hari ini yaitu membuntuti Fera (Brian melakukannya setelah ia, Fajar dan Leha mengunjungi rumah Fera. Brian sengaja melakukannya karena masih merasa penasaran tentang gadis tersebut).Dari jam empat subuh sampai jam setengah enam pagi, Brian mengawasi gerak-gerik Fera. Ia juga sudah hafal tempat mana saja yang Fera kunjungi, ya lebih tepatnya tempat Fera mencari uang alias tempat-tempat di mana Fera bekerja.Brian tidak tahu berapa upah yang diberikan tuan rumah. Yang jelas, upah buruh mencuci baju dan piring itu tidaklah banyak. Tetapi Brian heran, kenapa Fera mau bekerja seperti itu? Kenapa dia tidak bekerja di toko saja yang upahnya cukup lumayan?Selama pengintaian, Brian tidak menemukan hal-hal yang aneh, seperti yang pernah dikatakan oleh ibu-ibu penggosip. Brian tahu, Fera itu sungguh perempuan baik-baik hanya lingkungannya saja yang membuat Fera terlihat kotor.Tepat jam enam, Brian berhenti mengawasi Fera. Ia pulang ke rumah untuk bersiap-siap ber
Baca selengkapnya
Menyelamatkan
Sepi, gang itu memang sepi. Sepertinya tidak akan ada yang melewati gang tersebut. Daripada menunggu yang tidak pasti, Fera berinisiatif untuk memapah Brylian sampai ke depan gang supaya ada orang yang menolongnya. "Tahan sebentar, Bry. Bentar lagi kita sampe di ujung gang.""Gue udah gak kuat lagi, Fer," ucap Brylian lirih. Dan satu detik kemudian, Brylian jatuh terkulai. "Bry!!!" Fera menjerit. Darah dari tubuh Brylian terus mengalir. Fera tidak tau harus berbuat apa. Otaknya saat panik seperti ini tidak bisa berpikir jernih. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menangis dan menangis. Jarak lima belas meter lagi sampai ke ujung gang. Fera kembali berteriak sampai suaranya parau. Mobil dan motor berlalu lalang. Fera berlari ke ujung gang itu kemudian melambaikan tangannya pada setiap kendaraan yang melaju. Tapi kendaraan itu tidak ada satupun yang mau berhenti. Fera mengusap air matanya. Ia menyetop sebuah motor bebek. Motor itu berhenti karena pengendaranya kaget melihat Fera y
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status