Share

Fitnah Dari Ipar Dan Mertua
Fitnah Dari Ipar Dan Mertua
Author: Isti Alfarizi

Fitnah Keji

"Tak kusangka, kamu tega berbuat seperti ini!" Radit melempar tiga lembar foto pada Amira yang tengah menyusui Gemilang--bayinya yang berusia tujuh bulan. Amira tersentak kaget, begitu pun dengan bayi mungil itu, yang seketika menangis karena kaget dengan suara gelegar Radit.

Amira mencoba menenangkan Gemilang kembali, ia mencoba memberi pengertian pada Radit agar mengecilkan suaranya.

"Ada apa ini, Bang? Nanti kita bicarakan baik-baik. Biarkan aku menidurkan Gemilang terlebih dahulu." Amira kembali menyusui Gemilang dan mencoba membuat Gemilang tenang. Namun, karena kemarahan Radit yang memuncak, membuat ia kalap dan menarik dengan kasar tubuh kurus milik Amira, membiarkan Gemilang menangis tersedu di atas kasur.

"Sakit, Bang!" teriak Amira. Ia mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman tangan Radit yang begitu kuat. Radit melepaskan tangan Almira dengan kasar, ia gegas menyuruh Amira melihat foto-foto yang dilemparnya.

Amira memunguti tiga lembar foto yang Radit lempar tadi. Betapa terkejutnya dia, melihat foto-foto dirinya yang dipeluk lelaki lain. Bahkan ada foto dirinya berci*man dengan pria yang tidak dikenalnya.

"Coba jelaskan semua itu!" teriak Radit.

"A-aku tak tahu, Bang! Ini semua tidak benar," ucap Amira, ia meletakkan tiga lembar foto itu dengan asal. Gemilang terus menangis, membuat Amira mengambil Gemilang dan menggendongnya.

"Siapa laki-laki itu? Kau berfoto dengan tiga lelaki berbeda dan dengan pose seperti itu? Apa maksudnya?!" murka Radit, membuat Amira tak bisa membendung air matanya. Karena baru kali ini, suami yang begitu dicintainya membentak Amira dengan kasar.

"A-aku tidak tahu, Bang! Aku tak pernah berfoto seperti itu," bela Amira, karena ia memang merasa tak pernah berfoto seperti yang dituduhkan Radit padanya. 

"Abang, dapat foto ini, dari mana?" tanya Amira, tangannya terus menepuk-nepuk gemilang dengan lembut dalam gendongannya. Gemilang sudah mulai tenang dalam gendongan Amira.

"Tak perlu kau tahu, foto ini dari mana. Yang jelas, kau tega mengkhianatiku, Amira." Radit terlihat murka, ia mengepalkan kedua tangannya, emosi di dadanya meletup-letup bak air yang tengah mendidih.

"Kau mengaku saja, Amira. Kau telah berzin* dengan lelaki lain, aku adalah saksi yang melihatmu pergi dengan lelaki lain," ujar Rania--adik Radit yang tiba-tiba masuk ke kamar mereka bersama Retno--Ibu Radit dan Rania.

"Benar, Mama tak menyangka, kamu telah mengkhianati putra kesayanganku. Radit, percayalah pada Mama, istrimu itu telah berselingkuh." Retno berusaha meyakinkan Radit, agar Radit percaya dengan ucapannya.

"Itu tidak benar, Bang! Aku tak berselingkuh maupun berzin* seperti yang dituduhkan mereka," ucap Amira terjeda,

 "Rania, kapan kamu melihatku seperti itu, jangan memfitnah?" Amira menatap tajam adik iparnya tersebut. Dari awal kedatangannya sebagai seorang menantu, memang Rania-lah yang sangat tidak suka dengan Amira. Begitupun dengan Retno, ia menentang pernikahan Amira dan Radit dua tahun lalu. Retno tak setuju karena Amira merupakan anak yatim-piatu yang tak jelas asal-usulnya.

Namun, karena permintaan Radit yang begitu gigih, akhirnya Retno berusaha merestui hubungan mereka. Retno lebih suka Selly--mantan pacar Radit yang kaya raya.

"Aku melihat saat sedang berjalan-jalan di mall. Kau tengah dibonceng lelaki lain saat Mama menyuruhmu membeli obat seminggu yang lalu," dusta Rania, ia sangat senang melihat Amira dipojokkan. Tak sia-sia ia membayar mahal teman satu kampusnya untuk mengedit foto Amira agar terlihat berzina dengan lelaki lain.

"Kau masih mengelak, Amira?" Radit menatap nyalang wajah cantik istrinya itu. 

"Gak, Bang! semua ini fitnah, aku tak melakukan hal hina seperti itu!" teriak Amira membela diri.

"Terus foto-foto ini apa? foto ini membuktikan semua kelakuan busukmu pada putraku. Kau polos atau pura-pura lugu? atau jangan-jangan, Gemilang bukan cucu kandungku?" timpal Retno, hal itu membuat Radit semakin merasa emosi. Rasa cemburu menguasai hatinya, bayangan Amira berbagi peluh dengan pria lain, menari-nari dalam benaknya.

Radit menatap Gemilang yang tengah digendong Amira. Radit jadi meragukan darah dagingnya tersebut karena termakan hasutan dari Ibu dan Adiknya.

"Astaghfirullahaladzim." Amira terus beristighfar, ia tak menyangka Ibu mertua dan adik iparnya tega membuat fitnah yang sangat keji tersebut padanya.

Amira selama ini selalu sabar tinggal seatap dengan mereka, ia rela dijadikan babu gratis demi mendapatkan kasih sayang dari Retno, agar bisa menerima dengan ikhlas dirinya sebagai menantu. Namun, pengorbanan Amira terasa sia-sia setelah fitnah keji ini dilontarkan oleh Ibu mertuanya tersebut.

"Bang, itu semua tidak benar! Demi Allah, Bang! Aku tak berselingkuh. Ini semua fitnah." Amira masih membela diri, berharap lelaki yang menjadi imamnya tersebut mau membelanya dari tuduhan yang teramat keji itu.

"Kau mengaku saja, Amira! Semua ini sudah cukup membuktikan kau telah berselingkuh di belakang Abangku!" timpal Rania, ia terus berusaha menghasut Radit. "Bahkan, dengan tiga lelaki sekaligus, kau memang pantas disebut pelac*r!" lanjutnya dengan nada yang memprovokasi.

"Saat ini juga, aku talak kamu Amira! pergi dari sini dan bawa anak hasil zin*mu itu!" Radit begitu murka, ia mentalak istrinya tersebut dalam keadaan emosi. Radit begitu terhasut oleh perkataan Rania dan Ibunya, sehingga ia tak berpikir jernih menggunakan akal sehatnya untuk bertabayun mencari kebenaran yang sesungguhnya. Sikap inilah yang kelak akan membuat Radit menyesal pada akhirnya.

Seketika bulir bening mengalir dari kedua netra Amira. Radit, lelaki yang ia cintai, lebih percaya pada fitnahan Ibu mertuanya dan Rania. Pupus sudah harapan Amira untuk membela diri, karena Radit tak mempercayainya. Amira merasa percuma, suaminya sudah termakan fitnahan keji dari ipar dan mertuanya tersebut.

"Kau mengusirku, Bang? Kau tak percaya padaku?" tanya Amira tak percaya, hatinya begitu sakit seperti ditusuk ribuan sembilu yang meruntuhkan segala rasa yang tercipta untuk Radit.

"Ya, pergi kau dari sini. Aku tak Sudi beristrikan wanita pez*na sepertimu!" usir Radit, hatinya berdentam hebat menahan gejolak emosi yang menggebu seperti lava yang menyala. Radit sangat kecewa dengan istri yang sangat dicintainya tersebut.

"Baik Bang. Kalau kau tak percaya padaku, aku akan pergi dari sini. Kau sudah tak mengakui anak ini, selamanya anak ini tak akan menganggapmu sebagai ayahnya," kata Amira, dalam hati ia berjanji tak akan pernah mengenalkan Gemilang pada Radit. 

"Dan untuk kau Rania, terima kasih atas segala fitnahanmu dan Ibu terhadapku. Aku doakan semoga kelak jika kau menikah, kau tak akan merasakan apa yang aku rasakan, memiliki mertua dan ipar yang jahat seperti kalian!" Amira kemudian gegas masukkan baju-bajunya dan baju Gemilang. Amira tak tahu akan pergi kemana, tetapi Amira merasa lebih baik pergi dari sini karena hatinya terlalu sakit. Amira tak akan mengakui dosa yang tak pernah ia lakukan. Amira masih punya harga diri, ia bukan seorang pez*na seperti yang dituduhkan.

Dalam hati, Amira masih berharap Radit merubah keputusannya dan mau bertabayun mencari kebenaran untuk Amira dan mencegahnya pergi dari rumah ini. Namun, Radit tetap bergeming, ia tak peduli dengan Amira lagi.

"Secepatnya akan kuurus perceraian kita," ucap Radit, kemudian ia berlalu meninggalkan Amira keluar dari kamar membiarkan Amira mengemas baju-bajunya.

Perasaan kecewa yang teramat dalam menjalar di hati Amira. Ia sama sekali tak menyangka jika suami yang biasanya bersikap lembut padanya, dengan tega mengusirnya di malam hari seperti ini. Tak khawatirkah ia dengan keadaan Gemilang yang masih bayi? Bahkan Radit meragukan Gemilang. Amira tergugu, hal ini begitu mendadak untuknya.

Sementara senyum mengembang terukir dari bibir Retno dan Rania. Rencana untuk menyingkirkan Amira telah berhasil mereka lakukan. Hal yang selama ini ditunggu-tunggu oleh keduanya, karena mereka tak menyukai Amira karena tak jelas asal-usulnya dan dibesarkan di panti asuhan.

Di bawah guyuran air hujan malam ini, Amira pergi meninggalkan kediaman Radit yang telah dihuninya selama dua tahun terakhir. Menjadi seorang menantu yang tak diharapkan di keluarga Radit, membuatnya tak pernah dihargai. Berbagai cara Amira lakukan agar bisa diterima oleh keluarga Radit, tetapi semuanya sia-sia. Selama ini Radit selalu membelanya dan menjadi garda terdepan untuk Amira.

 Namun, tidak dengan kali ini, Radit begitu emosi dan terhasut oleh tuduhan keji yang dilakukan Rania dan Retno. Radit tak membela dan mempercayai Amira, bahkan langsung mentalak dan mengusirnya tanpa bertabayun terlebih dahulu. Radit terlalu dibutakan dengan rasa cemburu sehingga tak menggunakan akal sehatnya.

Dengan menggendong Gemilang, Amira menembus dinginnya malam. Untunglah hujan sudah reda sehingga Amira tak khawatir bayi berusia tujuh bulan itu basah karena air hujan. Amira menyusuri trotoar di sepanjang jalan, ia tak tahu akan pergi kemana. Amira tak mempunyai tujuan, hal ini begitu terjadi mendadak tanpa pernah ia bayangkan sebelumnya. Amira hanya membawa baju seperlunya, begitu juga dengan Gemilang yang tak membawa banyak baju. Bahkan, Amira hanya membawa uang dua puluh ribu, sisa uang belanja yang diberikan Radit Minggu lalu. Ponsel Amira disita Radit, sehingga ia tak bisa menghubungi siapapun, termasuk Ibu panti yang membesarkannya dahulu.

Panti asuhan tempat Amira dibesarkan, berada di luar kota yang membutuhkan ongkos yang mahal untuk sampai ke sana. Amira bingung, ia terus berjalan tanpa arah tujuan, menyusuri jalanan licin akibat hujan yang baru saja berhenti.

***

Bersambung...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nathalia Sama
kyknya rencana ibu mertuanya deh. harusnya ibu mertuanya ngomong baik2 dulu. malah ikutan diaaaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status