Home / Romansa / ISTRI BISU Tuan Terhormat / 4. Berita yang Mengancam

Share

4. Berita yang Mengancam

Author: desafrida
last update Last Updated: 2025-06-01 18:15:57

Baru saja Juliana duduk santai dengan layar tabletnya, tiba-tiba ia mematung membaca berita yang muncul di notifikasinya.

[Tabrak Lari Misterius oleh Keluarga Elit. Siapa di Balik Kemudi? - Redaksi: Elite Daily Post]

Wajah Juliana memucat. Ia langsung menuju kamar Adrian tanpa mengetuk.

"Adrian!"

Ia pun semakin terkejut melihat Adrian yang sedang berada di atas tubuh Liora. Meski mengenakan pakaian lengkap.

“Kenapa Mama tidak mengetuk pintu dulu?” tanya Adrian, sembari melepas Liora dari kurungan tubuhnya.

“Kau tidak benar-benar akan memperistrinya kan?” tanya Juliana memastikan. Nada suaranya terdengar cemas.

“Aku hanya ingin memberikannya pelajaran agar tidak melakukan hal-hal bodoh!” tegas Adrian.

Juliana tampak sangsi. Namun, ia menepis pemikiran itu.

“Bacalah berita ini! Mereka mulai mencium kabar! Kalau sampai mereka menemukan kita, maka nama baik kita bisa hancur!"

Adrian membaca cepat. Tak ada nama. Tak ada bukti. Tapi cukup untuk menyulut kegelisahan. Apalagi berita itu akan sampai di beranda orang-orang elit lainnya.

"Masih samar. Tapi ini bisa jadi masalah besar," ujarnya tenang.

"Kau harus lakukan sesuatu, Adrian! Sekarang juga!"

Adrian langsung bersiap-siap. Ia mengambil jasnya. "Aku tahu harus menemui siapa dan berbicara dengan siapa."

Sebelum pergi, dia menatap Liora tajam. “Ingat apa yang aku katakan. Kau jangan coba-coba mengendalikan keadaan!” ancamnya. Setelah itu, ia pun pergi.

Juliana menatap Liora yang masih berbaring pasrah di atas tempat tidur. Ia mendekatinya dengan tatapan mata yang begitu sinis.

“Bagus! Kau mencoba mengendalikan anakku? Jangan bermimpi!” Nadanya lembut namun sangat menusuk dan merendahkan.

Liora berusaha tidak peduli dengan apa yang dia dengar. Ia juga tidak terlihat takut pada Juliana.

“Bisu-bisu begini ternyata benar-benar picik ya?” Juliana menyentuh dagu Liora dengan telunjuknya. “Bagaimana rasanya naik kelas?”

Liora menepis tangan Juliana dengan kasar. Dia memalingkan wajahnya.

Tidak mengantisipasi hal itu, Juliana naik pitam. Ia langsung melayangkan tamparan ke pipi Liora.

“Kurang ajar kamu ya!”

Liora menutup pipinya yang terasa panas. Tamparan ibu mertuanya itu benar-benar penuh dendam.

“Ewh! Apa yang sudah kulakukan? Aku menyentuh wajah wanita rendahan?!” teriak Juliana pula, mengusap tangannya ke bajunya lalu pergi meninggalkan Liora di kamar itu.

**

Lounge Privat, Hotel Crown Regency

Seorang pria yang merupakan Kepala Redaksi Elite Daily Post, duduk tenang dengan segelas Americano.

Tatapannya ramah menyambut kedatangan Adrian yang rapi dan tenang. Meski ia masih bertanya-tanya apa maksud pria terhormat itu tiba-tiba mengajaknya bertemu.

“Halo, Tuan Adrian.”

"Langsung ke inti saja," ujar Adrian sambil duduk. Ia meletakkan flashdisk di meja. “Aku tahu apa yang kalian mau. Klik, sensasi dan konspirasi. Ada di sini.”

"Kami hanya menulis dan memberitakan apa yang publik ingin tahu dari kalangan elit," ujar kepala redaksi itu.

"Video pernikahanku.” Nada Adrian semakin serius.

"Pernikahan?!"

“Pernikahan itu… sederhana. Tidak ada tamu penting. Wanita bisu. Cinta yang diam, tapi nyata. Istriku tidak bisa bicara, tapi wajahnya cantik dan punya kisah menyentuh. Kabar yang cukup untuk trending satu minggu penuh daripada berita kecelakaan yang tidak jelas! Iya, kan?”

Pria itu mengamati Adrian.

Ketegangan membeku. Tapi akhirnya ia mengambil flashdisk itu.

"Apa kecelakaan itu pelakunya adalah dirimu, Tuan Adrian?” tanyanya penasaran.

"Jangan salah fokus, Bernard. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar ‘klik’. Angkat saja kisah pernikahanku itu! Kalau kau tetap mainkan berita kecelakaan… media kalian mungkin juga akan ditarik dari banyak meja investor besar. Kau pilih mana?" Adrian berucap santai namun tegas.

Kepala redaksi itu mengangguk pelan. Ia sadar bahwa permainan kekuasaan yang paling berpengaruh adalah uang dan narasi.

Beberapa menit setelah Adrian pergi, tak lama berita baru pun muncul.

Elite Daily Post merilis berita eksklusif: Pernikahan Diam-Diam Pewaris Ashton dengan Gadis Misterius!

Media sosial meledak! Potongan video pernikahan itu menyebar cepat. Warganet dibuat penasaran dengan identitas sang istri bisu.

Juliana menyaksikan siaran itu dari kamarnya. Bukannya tenang, ia justru semakin emosi.

Tepat saat Adrian tiba di rumah, ia dan Camilla langsung meminta penjelasannya.

“Kamu apa-apaan, Adrian?! Berita ini terlalu menjijikkan! Narasinya merendahkan! Kau menikah dengan wanita bisu? Apa yang harus dibanggakan dari berita ini!”

“Mama seharusnya tidak fokus pada beritanya, tapi fokuslah pada reaksi orang-orang setelahnya. Berita kecelakaan itu bergeser! Bahkan hilang tak berarti,” jelasnya tenang.

“Tapi perempuan bisu itu menjadi sorotan sekarang! Justru dia akan semakin mudah membongkar semuanya kapan saja,” ucap Camilla.

“Lalu kau ingin apa? Dia berada di bawah kontrolku!” tegas Adrian pada adiknya. Ia melangkah santai masuk ke dalam rumah, menaiki tangga dan kembali ke kamarnya.

Liora langsung mengusap air matanya setelah mendengar pintu kamar terbuka. Sejak tadi dia memang menangis dalam kesendirian.

Ia tidak ingin menunjukkan kehancurannya di depan keluarga itu, termasuk Adrian. Percuma dia memohon pada pria yang tidak punya hati.

Adrian mendekatinya.

“Yang tadi, belum selesai…” ucapnya datar, tapi berhasil membuat Liora merinding ketakutan.

Bersambung…

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   130. Akhir Segalanya, Awal yang Baru

    Adrian menatap Liora lama, seolah ingin memastikan bahwa ia tak sendiri dalam keputusan besarnya. Liora hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis, memberi dukungan tanpa suara.Dengan tarikan napas berat, Adrian akhirnya memiringkan tubuhnya dan meraih Liora dalam pelukan. Ia mendekap istrinya erat, seakan meyakinkan dirinya untuk memaafkan keluarganya.Liora membalas pelukan itu tanpa ragu. Tangannya mengusap pelan punggung Adrian, menyalurkan kekuatan tanpa satu kata pun.Setelah beberapa saat, Adrian menarik napas dan melepaskan pelukan Liora perlahan. Ia menoleh pada ibunya.Dengan sisa tenaga, ia maju dan memeluk Juliana.Wanita itu langsung pecah dalam tangis, tubuhnya bergetar hebat.“Aku maafkan Mama…” lirih Adrian.“Terima kasih… Nak… terima kasih…” katanya berulang-ulang sambil membenamkan wajah di bahu putranya. Pelukan itu bukan hanya permintaan maaf—itu adalah penyerahan diri seorang ibu yang akhirnya benar-benar rela.Tak lama kemudian, Camila yang sejak tadi berdiri

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   129. Jangan Membenci

    Liora menatap Adrian cukup lama. Dia terdiam.Adrian mengelus tangan Liora yang digenggamnya. “Tidak perlu memikirkan mereka,” ucap Adrian dingin, nada suaranya jelas dan penuh luka.Liora masih terdiam, menatap wajah Adrian dengan bingung. Ia tidak menyangka, di balik tangis dan pelukan hangat tadi, tersimpan bara yang masih membakar hatinya. Dengan suara bergetar, ia mencoba menegur pelan, “Bagaimana pun juga… dia tetap ibumu. Dia sudah menyesal, Adrian. Kamu tidak boleh seperti ini. Camila juga… Bahkan mereka sudah meminta maaf padaku, Adrian.”Namun, sorot mata Adrian justru mengeras. Tangannya yang menggenggam jemari Liora sedikit bergetar, seolah menahan emosi yang ingin meledak.“Liora…” katanya lirih tapi tajam, “kita seperti ini karena mereka. Karena ambisi, karena kebutaan, karena keegoisan. Aku hampir kehilanganmu. Kita bahkan kehilangan anak kita yang pertama. Aku tidak bisa begitu

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   128. Sadar Namun Dingin

    Juliana kembali dilarikan ke rumah sakit. Camila mendampinginya dengan perasaan panik. Ia dibaringkan di atas ranjang darurat dan dilarikan ke ruang perawatan. Selang oksigen segera dipasang di hidungnya, sementara perawat memeriksa detak jantung dan tekanan darahnya dengan cepat.Camila hanya bisa berdiri di samping, tangan gemetar memegang lengan ibunya. Air matanya menetes deras, hatinya dicekam rasa takut kehilangan. “Mama… bertahanlah…” bisiknya lirih, tak henti mengusap punggung tangan Juliana.Saat itulah, di tengah kepanikan, kesadaran perlahan menusuk benak Camila. Hatinya bergetar hebat, menyadari sesuatu yang selama ini ia abaikan.Semua ini… semua masalah yang menimpa keluarga… bahkan penderitaan Kak Adrian dan Kak Liora… semuanya karena ambisi keluarga kami. Dan… Mama akhirnya seperti ini karena tekanan dari rasa bersalahnya.Air matanya semakin deras jatuh. Ia menggigit bibir, suaranya pecah ketika berbicara pada dirinya sendiri. “Aku… aku juga bersalah… Selama ini aku h

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   127. Ancaman yang Terus Datang

    Malam itu, setelah semua tenang, Liora sudah dipindahkan kembali ke ruangannya. Dokter mewanti-wanti agar ia beristirahat total, menjaga tubuhnya dan kandungan yang masih sangat muda. Gavin berjaga di depan pintu, memastikan tidak ada gangguan.Sementara itu, di kamar Adrian, Juliana masuk dengan langkah perlahan. Camila menunggu di luar, memberi ruang bagi ibunya.Juliana berdiri lama di sisi ranjang Adrian, menatap wajah putranya yang pucat. Air matanya kembali mengalir, tapi kali ini bukan karena amarah atau gengsi, melainkan kasih sayang yang sempat terkubur terlalu lama.“Adrian…” Juliana mendekat ke sisi ranjang, jemarinya gemetar saat menyentuh tangan anaknya. Ia lalu membungkuk, memeluk tubuh Adrian dengan lembut. “Adrian, maafkan Mama… selama ini Mama terlalu egois. Mama hanya memikirkan nama keluarga, kehormatan, dan harga diri… tanpa pernah membuka mata tentang perasaanmu.”Bahunya terguncang hebat. Ia mengecup punggung tangan Adrian, suaranya pecah di antara tangis.“Mama

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   126. Penyesalan Terdalam

    Liora diam. Dia tidak menjawab ucapan Juliana.Air mata Juliana dan Camila membuat suasana kamar semakin pilu. Liora masih menatap mereka dengan wajah yang tidak begitu yakin. Tangannya tak bergeser sedikit pun dari perutnya, seolah itu adalah benteng terakhir yang melindungi hidupnya. Namun, perlahan napasnya mulai teratur.Tangis Juliana yang terdengar begitu tulus, serta suara Camila yang lirih memohon, sedikit demi sedikit melunakkan hati Liora. Bukan saatnya untuk berpikiran buruk apalagi mengingat masa lalu. Meski tidak sepenuhnya percaya, ia mencoba menurunkan ketegangan di dadanya.“Aku… aku tidak tahu harus percaya atau tidak…” ucapnya terbata. “Tapi… aku hanya ingin satu hal sekarang.”Juliana mengusap air matanya cepat, menatap Liora penuh harap. “Apa pun itu, Nak, katakanlah…”Liora menggenggam selimutnya erat, menunduk sejenak sebelum berani membuka suara lagi. “Aku ingin bertemu Adrian. Bawa aku ke ruangannya… aku harus menemuinya.”Juliana dan Camila saling pandang. Tan

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   125. Kabar Baik dan Keharuan

    Liora sudah terlalu lelah. Setelah lama menangis sambil berusaha membangunkan Adrian, tubuhnya akhirnya menyerah. Air matanya mengering di pipi, napasnya memburu, dan pandangannya berkunang sebelum gelap menyergap. Tubuhnya terkulai di sisi ranjang Adrian, tangannya masih menggenggam jemari pria itu.Di luar ruangan, Gavin yang sedari tadi berjaga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Awalnya ia mendengar suara tangis tertahan, tetapi lama-lama hening. Hening yang justru membuatnya resah. Ia melangkah mendekat ke pintu, lalu sedikit mengintip dari celah yang terbuka. Matanya langsung melebar saat melihat tubuh Liora terkulai lemah di sisi ranjang.“Nyonya Liora!” serunya panik, segera mendorong pintu dan berlari masuk.Tanpa pikir panjang, Gavin memanggil perawat yang berjaga. “Tolong cepat suster!”Beberapa suster segera datang, memeriksa denyut nadi Liora dan mencoba menyadarkannya. Suasana ruangan mendadak kacau, suara instruksi medis bergantian terdengar. Gavin berdiri tegang di sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status