Baru saja Juliana duduk santai dengan layar tabletnya, tiba-tiba ia mematung membaca berita yang muncul di notifikasinya.
[Tabrak Lari Misterius oleh Keluarga Elit. Siapa di Balik Kemudi? - Redaksi: Elite Daily Post] Wajah Juliana memucat. Ia langsung menuju kamar Adrian tanpa mengetuk. "Adrian!" Ia pun semakin terkejut melihat Adrian yang sedang berada di atas tubuh Liora. Meski mengenakan pakaian lengkap. “Kenapa Mama tidak mengetuk pintu dulu?” tanya Adrian, sembari melepas Liora dari kurungan tubuhnya. “Kau tidak benar-benar akan memperistrinya kan?” tanya Juliana memastikan. Nada suaranya terdengar cemas. “Aku hanya ingin memberikannya pelajaran agar tidak melakukan hal-hal bodoh!” tegas Adrian. Juliana tampak sangsi. Namun, ia menepis pemikiran itu. “Bacalah berita ini! Mereka mulai mencium kabar! Kalau sampai mereka menemukan kita, maka nama baik kita bisa hancur!" Adrian membaca cepat. Tak ada nama. Tak ada bukti. Tapi cukup untuk menyulut kegelisahan. Apalagi berita itu akan sampai di beranda orang-orang elit lainnya. "Masih samar. Tapi ini bisa jadi masalah besar," ujarnya tenang. "Kau harus lakukan sesuatu, Adrian! Sekarang juga!" Adrian langsung bersiap-siap. Ia mengambil jasnya. "Aku tahu harus menemui siapa dan berbicara dengan siapa." Sebelum pergi, dia menatap Liora tajam. “Ingat apa yang aku katakan. Kau jangan coba-coba mengendalikan keadaan!” ancamnya. Setelah itu, ia pun pergi. Juliana menatap Liora yang masih berbaring pasrah di atas tempat tidur. Ia mendekatinya dengan tatapan mata yang begitu sinis. “Bagus! Kau mencoba mengendalikan anakku? Jangan bermimpi!” Nadanya lembut namun sangat menusuk dan merendahkan. Liora berusaha tidak peduli dengan apa yang dia dengar. Ia juga tidak terlihat takut pada Juliana. “Bisu-bisu begini ternyata benar-benar picik ya?” Juliana menyentuh dagu Liora dengan telunjuknya. “Bagaimana rasanya naik kelas?” Liora menepis tangan Juliana dengan kasar. Dia memalingkan wajahnya. Tidak mengantisipasi hal itu, Juliana naik pitam. Ia langsung melayangkan tamparan ke pipi Liora. “Kurang ajar kamu ya!” Liora menutup pipinya yang terasa panas. Tamparan ibu mertuanya itu benar-benar penuh dendam. “Ewh! Apa yang sudah kulakukan? Aku menyentuh wajah wanita rendahan?!” teriak Juliana pula, mengusap tangannya ke bajunya lalu pergi meninggalkan Liora di kamar itu. ** Lounge Privat, Hotel Crown Regency Seorang pria yang merupakan Kepala Redaksi Elite Daily Post, duduk tenang dengan segelas Americano. Tatapannya ramah menyambut kedatangan Adrian yang rapi dan tenang. Meski ia masih bertanya-tanya apa maksud pria terhormat itu tiba-tiba mengajaknya bertemu. “Halo, Tuan Adrian.” "Langsung ke inti saja," ujar Adrian sambil duduk. Ia meletakkan flashdisk di meja. “Aku tahu apa yang kalian mau. Klik, sensasi dan konspirasi. Ada di sini.” "Kami hanya menulis dan memberitakan apa yang publik ingin tahu dari kalangan elit," ujar kepala redaksi itu. "Video pernikahanku.” Nada Adrian semakin serius. "Pernikahan?!" “Pernikahan itu… sederhana. Tidak ada tamu penting. Wanita bisu. Cinta yang diam, tapi nyata. Istriku tidak bisa bicara, tapi wajahnya cantik dan punya kisah menyentuh. Kabar yang cukup untuk trending satu minggu penuh daripada berita kecelakaan yang tidak jelas! Iya, kan?” Pria itu mengamati Adrian. Ketegangan membeku. Tapi akhirnya ia mengambil flashdisk itu. "Apa kecelakaan itu pelakunya adalah dirimu, Tuan Adrian?” tanyanya penasaran. "Jangan salah fokus, Bernard. Atau kau akan kehilangan lebih dari sekadar ‘klik’. Angkat saja kisah pernikahanku itu! Kalau kau tetap mainkan berita kecelakaan… media kalian mungkin juga akan ditarik dari banyak meja investor besar. Kau pilih mana?" Adrian berucap santai namun tegas. Kepala redaksi itu mengangguk pelan. Ia sadar bahwa permainan kekuasaan yang paling berpengaruh adalah uang dan narasi. Beberapa menit setelah Adrian pergi, tak lama berita baru pun muncul. Elite Daily Post merilis berita eksklusif: Pernikahan Diam-Diam Pewaris Ashton dengan Gadis Misterius! Media sosial meledak! Potongan video pernikahan itu menyebar cepat. Warganet dibuat penasaran dengan identitas sang istri bisu. Juliana menyaksikan siaran itu dari kamarnya. Bukannya tenang, ia justru semakin emosi. Tepat saat Adrian tiba di rumah, ia dan Camilla langsung meminta penjelasannya. “Kamu apa-apaan, Adrian?! Berita ini terlalu menjijikkan! Narasinya merendahkan! Kau menikah dengan wanita bisu? Apa yang harus dibanggakan dari berita ini!” “Mama seharusnya tidak fokus pada beritanya, tapi fokuslah pada reaksi orang-orang setelahnya. Berita kecelakaan itu bergeser! Bahkan hilang tak berarti,” jelasnya tenang. “Tapi perempuan bisu itu menjadi sorotan sekarang! Justru dia akan semakin mudah membongkar semuanya kapan saja,” ucap Camilla. “Lalu kau ingin apa? Dia berada di bawah kontrolku!” tegas Adrian pada adiknya. Ia melangkah santai masuk ke dalam rumah, menaiki tangga dan kembali ke kamarnya. Liora langsung mengusap air matanya setelah mendengar pintu kamar terbuka. Sejak tadi dia memang menangis dalam kesendirian. Ia tidak ingin menunjukkan kehancurannya di depan keluarga itu, termasuk Adrian. Percuma dia memohon pada pria yang tidak punya hati. Adrian mendekatinya. “Yang tadi, belum selesai…” ucapnya datar, tapi berhasil membuat Liora merinding ketakutan. Bersambung…Tiba-tiba handphone Adrian bergetar pelan. Ada notifikasi di sana. Nomor baru. Keningnya mengernyit saat membukanya.[Sepertinya keluarga Ashton sedang tidak baik-baik saja, ya? Siapa wanita bisu itu sampai seorang Adrian Ashton harus menikahinya?]Tanpa pikir panjang, Adrian langsung menekan tombol panggil pada nomor itu. Hasilnya, nomor itu langsung tidak aktif. Seperti menghilang begitu saja.Liora diam-diam menyimpan kertas dan pena itu di bawah selimutnya.Adrian masih berdecak menatap layar ponselnya. Kemudian dia menatap Liora. Satu hal yang dia sadari, posisi Liora sekarang benar-benar penting untuk menjaga nama keluarganya.Malam semakin larut. Adrian menjaga Liora di ruangannya.Liora berpura-pura tidur. Dan saat Adrian terlihat terlelap di sofa, saat itu pula Liora bangun dan menulis. Dia ingin memberikan kode pada perawat atau dokter yang menanganinya besok pagi.Tiba-tiba Adrian terjaga. Dia memang tidak bisa tenang setelah mendapat pesan anonim tadi. Ia menatap Liora yan
Langit sudah mulai gelap, menghitam. Adrian menggendong Liora, menuruni tangga hingga ke mobil.“Adrian? Dia kenapa?” Juliana sempat bertanya, tapi tidak benar-benar peduli. Justru ada senang di dalam hatinya.Mobil melaju dengan cepat ke rumah sakit.Dua perawat segera berlari keluar menyambut Adrian yang turun tergesa membawa tubuh Liora dalam pelukannya. Dress hitam yang dikenakannya sudah kusut. Wajahnya pucat seperti tidak ada aliran darah. Tubuhnya semakin dingin.“Suster cepat!” pinta Adriaan, terdengar tegas, namun parau, seperti mengandung kepanikan yang baru kali itu muncul tanpa topeng.Liora akan ditangani. Adrian berjalan mengikuti mereka, langkahnya cepat namun tidak stabil. Punggung tangannya mengepal, rahangnya menegang. Seorang perawat muda menghentikan langkahnya karena tidak dapat masuk ruangan.Dokter Senior mengenalnya. “Tuan Adrian?” sapanya hati-hati. “Tenang, Tuan. Akan segera kami tangani.”Adrian menatapnya. Sorot matanya tajam, merah dan penuh tekanan. Dia m
“Kau?!” Adrian menjerit, refleks menangkap pergelangan tangan Liora tepat sebelum gunting itu menancap ke perutnya sendiri.Hampir menancap. Sedikit lagi. Logam dingin itu terlepas dan jatuh ke lantai dengan suara nyaring, menyayat udara yang tegang.“Kau gila?!” teriak Adrian, napasnya berat, mata merah menyala oleh kemarahan dan keterkejutan. Ia menendang gunting itu hingga terlempar ke sudut ruangan. Tubuhnya langsung menguasai Liora dengan memeluknya paksa dan kasar.Liora, tubuhnya gemetar, berusaha berdiri di atas kakinya yang lemas. Namun belum sempat ia mengambil napas, tangan Adrian menghantam dinding di dekat kepalanya.“Sekali lagi kau berani seperti itu, aku takkan ragu menyelesaikan hidupmu sendiri dengan tanganku!” Ia mengentak tubuh Liora untuk membaliknya agar berhadapan dengannya.Tangannya terangkat, nyaris mencekik, tapi menggantung di udara. Jemari itu hanya bergetar dan berhenti.Liora menatapnya lurus. Tak berkedip. Mata yang sudah tak peduli akan mati atau hidup.
“Cukup, Ma. Jangan memperkeruh keadaan,” ujar Adrian tanpa menoleh pada Liora sedikit pun.Juliana menoleh. “Semua sudah berakhir Adrian. Ceraikan dia sebelum keluarga kita semakin hancur karena dia!” “Keadaan belum stabil, Ma. Media masih mengendus semuanya. Nama keluarga kita dipertaruhkan! Dan kalau aku menceraikan dia sekarang semua orang bahkan musuh akan mengincarnya untuk mendapatkan informasi dan menjatuhkan kita, Mama tidak mengerti itu?!"Juliana mendesis pelan, menarik napas dengan ketidaksukaan yang jelas. “Aku tidak sudi ada perempuan bisu tak berkelas di rumah ini. Kau sendiri yang bilang pernikahan ini hanya pura-pura, kan?”“Ya,” jawab Adrian cepat. “Tapi tetap saja, dia sekarang adalah bagian dari rencana. Kita harus menahannya di sisi kita, setidaknya sampai badai ini berlalu. Mama lihat di luar, wartawan masih banyak kan?”Liora menunduk, tubuhnya gemetar dan menangis menunduk. Harga dirinya diinjak tanpa ampun. Kalimat ‘Badai berlalu' itu tidak dapat ia terima. S
Langit sore tampak muram, seolah ikut berduka bersama pemakaman Samuel. Tanah merah perlahan menutupi peti kayu tempat tubuh itu dibaringkan untuk terakhir kalinya. Suara doa mengalun lirih, diiringi isak tertahan yang tak terdengar.Liora berdiri kaku di sisi pusara. Wajahnya basah oleh air mata yang tak mampu ia tangisi dengan suara. Tubuhnya berguncang halus. Tangannya menggenggam erat bunga melati yang mulai layu. Ia meletakkannya dengan gemetar di atas gundukan tanah yang belum rata.Ia jatuh berlutut. Bahunya menunduk. Tangannya menekan tanah yang masih basah, seakan ingin menggali kembali dan memeluk ayahnya sekali lagi. Tapi tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak ada suara yang bisa ia keluarkan. Tangisnya diam, nyaris tak terdeteksi. Sesak.Di kejauhan, kilatan kamera mulai bermunculan. Wartawan berkumpul diam-diam di balik pagar, mengintip dari balik mobil dan pepohonan. Mereka membidik wajah perempuan bisu yang kini resmi menjadi istri Adrian Ashton.Adrian memperhatikannya
Liora menegang seketika. Napasnya tercekat. Tatapan Adrian menembus matanya, begitu dekat dan mengancam.Namun dalam sekejap, Adrian menarik diri. Ia seolah jijik pada apa yang baru saja dilakukan.Ia berdiri menjauh dan melepas jasnya dengan gerakan kesal. “Kau pikir aku menginginkanmu? Menyentuhmu? Tidak akan!”Liora memandangnya dengan napas masih memburu. Tapi, setidaknya dia lega mengetahui pria itu tak benar-benar akan menyentuhnya.Adrian berjalan ke arah jendela besar, membelakangi Liora. Suaranya terdengar berat.“Kalau bukan karena nama baik keluargaku, aku tidak akan mungkin menikahi gadis bisu yang tidak berguna sepertimu!”Dia berbalik perlahan, menatap Liora dengan mata tajam yang menyimpan luka lama.“Kau hanya perisai. Boneka yang aku pajang di depan publik agar mereka berhenti mempertanyakan tabrak lari itu. Sekaligus memastikan kalau kau tidak akan bisa mengungkapkan yang sebenarnya pada publik!”Liora menelan ludahnya dan menahan air matanya. Namun, wajahnya tetap m