Bengong aja! Jalan sana, udah jam delapan ini," tegur Bu Rani saat melihat anaknya yang masih saja melamun di teras kontrakan."Ica, Bu," gumam Kamal sedih."Ica sudah aman bersama orang tuanya. Dah, lu ikhlaskan ya. Kalau jodoh gak akan ke mana. Lu anak ibu yang paling baik hatinya. Gak tegaan sama orang. Rajin solat, gak pernah bantah, dan gak pernah ngambil barang yang bukan miliknya," puji Bu Rani sambil tersenyum hangat."Itu yang di dapur barang Alex semua, Bu. Bukan punya kita," jawab Kamal dalam hati sambil tergelak."Ibu yakin, lu juga pasti dapat yang terbaik. Mungkin sekarang, belum masanya lu berumah tangga. Beli sempak aja lu tiga tahun sekali. Masa iya anak orang mau lu beliin sempak tiga tahun sekali," sambung Bu Rani lagi sambil menyeringai."Lah, istri Kamal gak perlu pake sempak, Bu. Biar ...."Pletak!Pletak!"Mulut lu yang kudu dijejelin sempak, KAMAAL! Pergi gak lu?!" Lelaki itu tergelak melihat ibunya yang marah sampai sandal melayang di kepalanya. Kamal melambai
Kamal berjalan pulang ke rumah dengan hati galau. Helem dan jaket hijau kebangsaan milik pengemudi ojek online terpaksa ia kenakan karena ia tak tahu mau diberikan pada siapa. Karena matahari sudah sangat terik dan perutnya juga sangat lapar, Kamal memutuskan untuk berhenti di warung makan. Duit yang tersisa dua puluh ribu rupiah. Semoga masih cukup untuknya sampai di rumah dan bisa makan siang juga.Kakinya masuk ke sebuah warung masakan yang sudah diisi oleh beberapa orang lelaki yang sedang menikmati makan siangnya. Mata Kamal memperhatikan lauk yang sudah terpampang di etalase kaca dengan berbagai warna."Mau makan apa, Mas?" tanya si mbak warung."Jengkol balado gak ada ya, Mbak?" tanya Kamal balik, saat memastikan tak ada lauk yang sedang ingin ia nikmati siang ini."Gak ada, Mas. Adanya gulai jengkol," jawab wanita itu."Gak ah, kolesterol kalau banyak santan," timpal Kamal sambal menggeleng."Kalau pepes jengkol ada?" tanya Kamal lagi."Gak ada, Mas. Adanya pepes tahu," jawab
Di sebuah rumah besar, sepasang suami istri baru saja melakukan solat Subuh berjama'ah. Sang istri mencium punggung tangan suaminya dengan takzim, sedangkan suaminya mencium kening sang istri dengan lembut."Ali jadi mau jemput Ibu?" tanyanya pada Parmi, istrinya."Jadi, Pa. Ibu udah senang banget tuh, mau di ajak ke Jerman sama Ali. Kapan kita ke Jerman, Pa?" tanya Parmi pada suaminya."Kapan ya? Doakan Papa ada rejeki, jadi kita bisa ke Jerman melihat Teh Parni dan anak-anaknya," sahut Anton sembari mengusap pipi sang istri."Pa, tahu gak? Teh Parnikan sekarang kuliah chef, Pa. Itu loh kuliah untuk memasak," ujarnya antusias pada suaminya yang kini memperhatikannya juga dengan seksama."Oh, iya. Keren dong," sahut lelaki itu sambil tersenyum tipis."Ibu kok gak kuliah gitu, Pa. Udah sekian tahun menikah, diajak kuliah subuh terus. Mana gak pake baju, gak pake celana. Masa kuliah gak punya teman kampus, berduaan terus sama Papa. Ck, titel sarjananya apa tuh? Kuliah subuh bertahun-tah
****"Jadi, tugas kita apa nih, Bang?" tanya Kamal saat keduanya sudah duduk di warung kopi."Kok tugas sih? Kita bukan disuruh sekolah, Mal, tapi kerjaan! Lu tahu kerjaan gak? Ck, payah nih! Lu sekolah apa kaga sih?" omel Imron dengan wajah kesal. Dilemparkannya puntung rokok yang sedikit lagi habis, ke atas tanah, lalu ia injak kuat."Ha ha ha ... Ya salam, salah mulu gue ngomong sama dia." Kamal tergelak hingga menggelengkan kepala."Iya, Abang ganteng. Maksud saya, kerjaan kita apaan? Kalau gak membahayakan saya mau, Bang," ujar Kamal serius. Lumayan bayaran dua puluh juta untuk kehilangan satu kaki. Ia bisa buka warung sarapan di rumahnya nanti. Asal tu kaki sebelah yang diputusin gak menuntut balas. Kamal bermonolog."Kita cuma ikuti aktifitas itu orang. Nah, kalau ada kesempatan, baru kita hajar. Lu duluan maju. Nah, begitu lu kalah, gue masuk. Pan dia udah keburu capek tuh, baru sekali tebas. Hilang deh kakinya sebelah. Ingat, kaki ya! Awas kalau cuma kena jempol kakinya doang
"Sstt ....!" Imron kembali menutup mulut rombeng Kamal yang selalu saja tertawa jika berbicara dengannya. "Dengerin dulu," ujarnya lagi dengan bahasa isarat bibir."Apaan? Gak dengar," balas Kamal tak paham sembari menggengelengkan kepala."Lu, ikutin gue! Oke!" kali ini Imron sembari mengepalkan tangannya di depan wajah Kamal.Suara desahan kembali bersahut-sahutan. Jika Imron mulai dag-dig-dug karena anu. Berbeda dengan Kamal yang hanya bisa tersenyum miris. Tega sekali kakak lelakinya semena-mena memperlakukan wanita yang menjadi istrinya. Ditambah lagi, suara desahan berganti tangisan perempuan."Ya Allah, kita harus tolongin Bang. Itu bininya pasti disiksa," bisik Kamal yang hendak bangun dari posisi jongkoknya. Untunglah dengan sigap, Imron menahan tangan Kamal agar kembali berjongkok."Bukan disiksa Kamal!" Imron mati-matian menahan tawanya. Jika tidak sedang mengintai target dua puluh juta, tentulah ia saat ini akan terbahak dengan sangat keras."Disiksa itu, Bang. Ceweknya n
"Tidak becus! Video mesum wanita siluman kamu kasih lihat pada saya. Ck, mengesalkan saja! Sini, kembalikan uang lima juta yang sudah saya berikan pada kamu!" teriak Edwin;lelaki yang membayar Imron untuk mencelakai seseorang yang ternyata rumahnya bersebelahan dengan orang yang ada dalam video."Ini, Tuan." Setelah mengambil uang dari tangan Kamal, Imron pun memberikan semua kembali pada Edwin. Tak berkurang, kalau lebih tak mungkin."Ini, seratus ribu buat ganti bensin. Lekas pergi dari rumah saya!" usir lelaki itu pada Kamal dan juga Imron. Keduanya pulang dengan kaki lemas dan juga tak bersemangat. Kandas sudah cita-cita menjadi agen FBI. Mungkin mereka memang lebih cocok jadi agen sabun daripada agen FBI. Padahal semangat menjalani misi baru, begitu berapi-api. Namun apalah daya, mereka salah orang."Jadi salah rumah ya, Bang?" tanya Kamal yang sedang berusaha menahan tawanya."Iya, Mal. Duh, mata gue salah lihat nomor rumah. Padahal gue duitnya lagi perlu, buat operasi ponakan g
"Ck, anak kecil! Pergi sana! Jangan ikut campur urusan gue!" Alex bangun dari duduknya, lalu menatap tajam Kamal yang tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba datang ingin memperlihatkan video mesum katanya. Ali menoleh pada Kamal, ia tak mengenali Kamal. Kenapa seolah-olah anak muda di depannya ini sedang berpihak padanya?"Gue gak mau pergi, sebelum lo talak Ica dengan ucapan," ujar Kamal dengan sinis. Tangannya masih saja memegang ponsel milik Imron yang berisikan video mesum Alex dan juga istri mudanya."Apa-apaan lu! Mau lu apa sih?" Alex maju beberapa langkah, dengan maksud menggertak Kamal, tetapi sayang sekali, Kamal berdiri tegak tak gentar."Gue mau, setelah apa yang lo lakuin sama Ica, lu lepasin dia. Kalau tidak, maka siluman telur yang menyamar jadi wanita sok kecantikan ini, akan menjadi santapan para ilmuwan," ancam Kamal dengan suara tegas. Alex tak paham, begitupun Ali, apalagi Susan. Ketiganya saling pandang dengan ekor mata penuh selidik."Siluman telur apa sih? Kok
Selamat Membaca."Ha ha ha ... gila aja adek gue yang mulus bisa kalah sama siluman telur," tukas Ali sambil tergelak."Kalian berdua yang gila! Siluman telur, siluman telur! Itu bukan telur bang*at! Itu KUTIL GUE!!" teriak Susan dengan begitu marahnya. Wajahny merah dengan tangan mengepal erat, bersiap meninju lelaki muda di depannya."Kutil apa sih?" tanya Kamal lagi dengan polosnya. Tentulah Ali dan Alex terpaksa membuang pandangan agar tawa mereka tak pecah saat melihat wajah polos Kamal yang tak paham apa itu kutil."Dah, sana lu pergi dari rumah gue!" usir Susan sembari mendorong gemas Kamal keluar dari rumahnya. Namun sayang, Kamal bergeming. Ia bertahan, bahkan tak bergerak sama sekali saat siluman yang sebenarnya cantik ini mendorongnya kuat."Sudah, Sayang!" Alex menahan tangan istrinya."Dih, marah! Orang cuma tanya kutil itu apa? Makanan atau penyakit?""Pergi sana, lu!" teriak Susan lagi sudah tak tahan."Gak mau! Ini rumah abang saya. Mbak di sini siapa? Istri? Gak kuat