เข้าสู่ระบบSatu bulan kemudian…
Anya dibuat gelisah dan semakin digantung oleh suaminya sendiri yang jarang pulang ke rumah, bahkan suaminya sudah menghentikan kiriman uang ke rekeningnya. Bagaimana bisa ia memenuhi kebutuhannya bila suaminya sendiri hilang entah ke mana. Untuk kesekian kalinya ia menelpon suaminya yang selalu tidak mengangkat. Ia menggigit ujung jarinya. “Mas, tolong angkat sebentar saja,” gumam Anya lirih. Semuanya sia-sia, beberapa kali ia menelpon, namun telponnya tidak pernah diangkat. Ia duduk di kursi dengan hati yang resah. “Aku harus bagaimana? Kenapa mas Kevin bersikap seperti ini padaku? Apa dia memang tidak ingin bersamamu lagi?” Anya menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya. Antara menangisi nasib dirinya dan sikap suaminya yang kejam. Bahkan uang simpanannya sudah mulai menipis, ia tidak mungkin hanya mengharapkan uang pemberian suaminya yang belum tentu akan memberikan uang bulan ini. Suaminya benar-benar berubah dan tentu setelah berhubungan dengan perempuan itu. Meskipun yang jadi alasan perselingkuhannya karna ia yang tidak bisa hamil sampai sekarang. Esok harinya… Dibawah terik matahari yang sangat panas seorang perempuan berjalan di sisi jalan raya sambil membawa map coklat berisi surat lamaran kerja. Semenjak suaminya tidak mengirimi uang sepeser pun Anya harus mencari pekerjaan, setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Sebenarnya ia pusing dan bingung tentang di mana suaminya pergi serta tinggal sekarang, bahkan selama menikah dengan suaminya ia tidak tahu banyak tentang Kevin termasuk tempat kerjanya. Kevin terlalu menutupi semua dan ia pun tidak terlalu penasaran untuk mengetahui kehidupan suaminya lebih dalam. Karna dalam pikirannya yang terpenting hubungannya dengan suaminya baik-baik saja. Anya menghela napas panjang saat merasa sudah berjalan cukup jauh, ia menatap sekitar dan langkahnya berlanjut pada sebuah minimarket. Ia butuh air minum, tenggorokannya kering sekali. Anya membeli air mineral botol dan duduk di kursi yang ada di depan minimarket. Sambil menghabiskan air minumnya ia memandangi kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Untuk sesaat Anya larut dalam lamunannya sampai seseorang menegurnya, sontak ia tersentak. Ia mendongak dan melihat seorang perempuan yang tersenyum memandangnya. “Kamu Anya, kan?” tanya perempuan itu seakan memastikan. Ragu-ragu Anya mengangguk membuat perempuan itu tersenyum girang. “Ya ampun, Anya! Aku sempat ragu untuk menyapa tadi, takutnya salah orang.” “Maaf, memangnya kamu siapa? Aku lupa.” Perempuan itu memutar bola matanya.”Masa kamu lupa dengan ku, aku Ayu, teman sekolah kamu dulu. Kamu ingat tidak saat kita tercebur ke sumur saat akan pergi ke sekolah?” Mendengar itu, perlahan senyuman terpatri di bibir Anya.”Oh Ayu, ya aku ingat!” Pandangannya langsung memperhatikan pakaian seragam yang Ayu kenakan sekarang.”Kamu kerja di kota ini?” Ayu mengangguk lalu menarik kursi dan duduk di samping Anya.”Iya, aku kerja di sini, Nya. Ini keluar gegara mau beli makan siang.” Kini gantian, Ayu memperhatikan Anya dan tatapannya tertuju pada map yang ada di atas meja. “Ini map apa?” “Surat lamaran kerja. Aku sedang mencari pekerjaan.” Anya tersenyum sambil mengulum bibirnya.”Sayangnya tidak ada satupun toko ataupun perusahaan yang mau menerima.” Ia menundukkan kepalanya dengan raut wajah yang muram. Ayu menatap simpatik pada perempuan itu.”Memangnya kamu mencari pekerjaan seperti apa?” Anya langsung mendongak melihat pada Ayu.”Terserah saja, yang penting bisa memenuhi kebutuhanku.” Ayu manggut-manggut.”Sebenarnya ada sih lowongan pekerjaan di tempatku.” Mata Anya langsung berbinar mendengar itu.”Benarkah? Kalau begitu aku ingin melamar bekerja di sana saja.” “Masalahnya pekerjaan yang akan kamu dapatkan hanya cleaning servis di perusahaan. Itu kalau kamu mau.” Anya mengangguk penuh keyakinan.”Iya, tidak apa-apa sekali. Yang penting aku dapat pekerjaan.” Ia tanpa sadar menggenggam tangan Ayu dengan wajah penuh binar. “Kalau begitu kamu ikut aku ke perusahaan untuk menyerahkan surat lamaranmu ini.” Anya mengangguk, terlalu senang ia langsung bangkit dari kursinya dan ingin Ayu segera mengantarkannya sekarang ke tempat itu. Akhirnya Ayu membawa Anya ke perusahaan tempat ia bekerja. Untuk sesaat Anya dibuat tertegun melihat gedung pencakar langit yang tinggi dan bertingkat-tingkat. Inikah perusahaannya? Besar sekali. “Kamu bawa siapa, Ayu?” Teguran dari satpam membuat langkah keduanya terhenti. Ayu langsung menarik tangan Anya menghampiri satpam berperut buncit itu. “Ini temanku, Pak. Dia mau melamar bekerja sebagai cleaning servis di sini,” jelas Ayu. “Oh, kalau begitu bisa langsung masuk ke dalam untuk menyerahkan surat lamarannya.” “Baiklah, Pak.” Ayu beralih melihat pada Anya.”Sekarang kamu masuk saja, Nya. Atau mau diantar Pak satpam?” “Aku diantar saja. Aku juga tidak tahu tempatnya.” “Pak, tolong antarkan dia, ya,” pinta Ayu. Satpam itu mengangguk, ia pun menggiring Anya dan mengantarnya sampai lobi sebelum menunjuk ke tempat resepsionis. Anya melangkah menuju ke tempat yang ditunjuk dan menyerahkan surat lamaran, yang nantinya akan diteruskan oleh resepsionis kepada bagian HRD. Beberapa hari setelah melamar bekerja di perusahaan itu, tidak lama Anya mendapatkan email dari pihak perusahaan bahwa ia diterima bekerja di sana tanpa interview. Tentu saja Anya sangat gembira sekali. Ia pun segera menyiapkan pakaian hitam putih yang diminta dikenakan untuk datang ke perusahaan besok. Untuk sesaat, perempuan itu bisa melepaskan pikirannya dari kekacauan rumah tangganya. Ia tidak lagi terpaku pada sosok suaminya. Mungkin ini akan menjadi awal yang baik, setidaknya kini ia punya kesibukan di luar rumah, sesuatu yang bisa menahan dirinya agar tidak terus tenggelam dalam masalah yang menguras rasa sakit di hatinya. Selama hidup bersama Kevin, seluruh hari-harinya hanya dihabiskan di rumah, berputar pada peran sebagai ibu rumah tangga. Ia seperti terpenjara, tanpa ruang untuk membangun pertemanan ataupun sekadar merasakan kebebasan sebagai seorang istri.Suara berisik yang mengganggu membuat Kevin yang tengah tertidur terbangun. Ia melirik ke kamar mandi dan melihat Anya baru keluar dari sana dengan wajah yang tampak pucat.Meskipun begitu ia memilih untuk kembali melanjutkan tidurnya, namun sentuhan lembut di lengannya membuatnya berdecak dan kembali membuka matanya.“Mas, kepalaku pusing. Bisa tolong pijat kepalaku sebentar. Aku juga muntah-muntah sejak tadi,” adu Anya dengan rengekan manja.“Tinggal minum obat kalau pusing, kenapa manja sekali!” Anya tampak terkejut dengan bentakan suaminya.”Mas, aku sedang hamil.”“Lalu, aku harus memanjakanmu begitu karna hamil?”Kevin memilih kembali tidur dan mengeratkan selimut di tubuhnya. Anya terdiam sambil menahan pedih dalam benaknya. Ia bangkit dan melangkah keluar sambil memegangi perutnya yang masih terasa bergejolak.“Kenapa Mas Kevin masih kasar padaku? Apa kehamilan ini tidak membuatnya bahagia?” gumamnya pilu. Anya berusaha menenangkan perasaannya dan segera melakukan kegiatan da
“Mas Kevin.” Suara Anya terdengar lirih dan hampir tak terdengar. Senyuman getir terbit di bibirnya yang pucat.“Aku datang ke sini bukan untuk pulang,” ucap Kevin sambil melangkah masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan map di tangannya ke meja.“Kamu harus tanda tangani surat cerai ini agar perceraian kita cepat diproses,” tekannya.“Mas… berapa kali aku bilang, aku tidak mau cerai. Mas, kan, tahu, aku hanya punya kamu. Aku tidak punya siapa-siapa selain Mas.”“Aku tidak peduli. Kamu tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan, jadi lebih baik kita cerai. Ibuku pun mendukung keputusanku ini.”Anya tertunduk, tangannya menyentuh perutnya dan sesuatu terbesit dalam pikirannya.“Kalau aku bisa hamil, apa Mas tidak akan menceraikanku?” tanya Anya dengan suara gemetar.Kevin tersenyum meremehkan.”Yakin bisa hamil?”Anya berbalik dan melangkah masuk ke dalam toilet membuat Kevin mengernyit keningnya. Tidak lama perempuan itu kembali dan menyodorkan dua benda pipih yang dengan ragu Kevin ambi
Kelopak mata perempuan itu perlahan terbuka, samar-samar ia melihat bayangan dua orang yang tengah memperhatikannya. Begitu matanya terbuka sempurna, ia terkejut melihat dua laki-laki yang menatapnya dengan pandangan yang berbeda. Salah satunya laki-laki yang terakhir kali bersamanya di lift sampai akhirnya ia pingsan.Anya bangun dari pembaringannya di sofa, tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Karna ia merasa lemas dan pusing.Ia kembali menatap laki-laki di hadapannya dan ruangan yang tampak asing baginya. Perlahan ia menundukkan kepalanya, tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Tapi ia ingin keluar dari tempat ini.“Kamu hamil.”Mata Anya membesar dan kembali mendongak menatap laki-laki bermata grey green itu.“Apa Anda sudah merasa gejala kehamilan ini sebelumnya? Atau dari minggu belakangan ini?” tanya laki-laki satunya, yang diyakini seorang dokter yang dipanggil datang ke sini.Anya memegang perutnya dan menggeleng lemah.”Saya tidak hamil.” Suara pelan dan hati-ha
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Anya datang lebih pagi ke perusahaan besar yang ada di pusat kota. Ia melangkah memasuki area perusahaan dan di sana ia melihat Ayu sudah menunggu dirinya.Ia tersenyum dan semakin mempercepat langkahnya.“Aku kira kamu akan datang lebih lambat dariku,” ucap Anya begitu sampai menghampiri Ayu.“Tentu saja tidak. Aku sengaja berangkat pagi saat tahu kamu hari ini masuk bekerja.”“Setelah ini apakah aku akan langsung melakukan tugasku?”“Tentu saja, biasanya setiap tugas akan diatur oleh leader yang akan mengawasi pekerjaan kita. Kamu tenang saja, pekerjaannya tidak berat.”Anya mengangguk. Mereka berdua pun masuk ke dalam perusahaan yang mulai ramai oleh karyawan yang berdatangan. Ketika Ayu menggiringnya memasuki lobi langkahnya terhenti ketika dua orang laki-laki melewati mereka berdua. Ayu membungkuk singkat pada dua laki-laki itu.Melihat itu, sejenak Anya memandangi wajah dua lelaki itu yang melangkah dengan ekspresi tegas dan datar. Hanya
Satu bulan kemudian…Anya dibuat gelisah dan semakin digantung oleh suaminya sendiri yang jarang pulang ke rumah, bahkan suaminya sudah menghentikan kiriman uang ke rekeningnya. Bagaimana bisa ia memenuhi kebutuhannya bila suaminya sendiri hilang entah ke mana.Untuk kesekian kalinya ia menelpon suaminya yang selalu tidak mengangkat. Ia menggigit ujung jarinya. “Mas, tolong angkat sebentar saja,” gumam Anya lirih.Semuanya sia-sia, beberapa kali ia menelpon, namun telponnya tidak pernah diangkat. Ia duduk di kursi dengan hati yang resah. “Aku harus bagaimana? Kenapa mas Kevin bersikap seperti ini padaku? Apa dia memang tidak ingin bersamamu lagi?”Anya menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya. Antara menangisi nasib dirinya dan sikap suaminya yang kejam.Bahkan uang simpanannya sudah mulai menipis, ia tidak mungkin hanya mengharapkan uang pemberian suaminya yang belum tentu akan memberikan uang bulan ini. Suaminya benar-benar berubah dan tentu setelah berhubungan dengan perempu
Alis laki-laki itu berkerut, tidak mengerti dengan keberanian perempuan di depannya. Namun, sebelum ia memulainya, bibir lembut itu tiba-tiba menyentuh bibirnya lebih dulu. Seketika darahnya berdesir, sensasi panas menjalar cepat ke seluruh tubuhnya.Ia terdiam, menahan gejolak yang mulai menguasai dirinya. Ada pergulatan di matanya antara menolak dan menjauh. Tapi pada akhirnya, godaan itu terlalu kuat. Ia menunduk, membalas kecupan itu dengan dalam, sementara Anya memejamkan mata, membiarkan pikirannya melayang membayangkan suaminya, lah, yang saat ini tengah mencumbu dan mengecupi lehernya.Kedua tangan Anya langsung membuka kancing laki-laki itu yang sibuk mencumbu dadanya. Ada rasa bahagia dalam benaknya seakan ia termakan mentah-mentah dengan halusinasinya sendiri. Ia terlalu merindukan sentuhan suaminya dan kenikmatan seperti ini.Sampai suara desahan keras tidak bisa Anya rendam ketika milik laki-laki itu menembus liangnya, besar dan sangat sesak dalam tubuhnya. Rasanya Anya







