Share

Bab 5

Author: Mimoy
last update Last Updated: 2025-09-16 09:15:15

“Aku…” suaraku pecah di udara. Hanya satu kata itu yang berhasil keluar, namun sudah cukup untuk membuat ruangan ini terasa menegang.

Arkana memiringkan kepala, menatapku dengan sorot mata yang membuat tubuhku membeku. “Kau… apa, Nayla?” suaranya rendah, nyaris berbisik, tapi tekanan di baliknya begitu kuat.

Tanganku masih digenggam Adam. Ia menatapku dengan penuh harap, seolah menunggu kalimat yang bisa menyelamatkan kami berdua dari neraka ini. “Nayla, jangan takut. Katakan saja. Katakan padaku yang sebenarnya.”

Dadaku naik turun, napas terasa berat. Aku ingin melarikan diri, tapi tidak ada tempat yang cukup jauh untuk kabur dari kenyataan ini. Air mata akhirnya jatuh, mengalir deras di pipiku. “Aku… tidak bahagia,” ucapku, suaraku gemetar namun jelas. “Aku merasa… terjebak.”

Adam memelukku singkat, hangat, seakan berusaha melindungiku dari semua luka. Untuk sesaat, aku ingin tenggelam di pelukannya, berpura-pura semua baik-baik saja. Tapi kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar, karena suara langkah berat menghapusnya.

Arkana melangkah maju. Setiap hentakan sepatunya di lantai seperti palu godam yang memukul jantungku. Dalam sekejap, ia sudah berdiri di depan kami, dan dengan kasar menarik Adam menjauh dariku.

“Jangan pernah sentuh istriku lagi,” katanya dingin. Suaranya tak meninggi, tapi kuasanya membuat bulu kudukku berdiri.

Adam menahan tangannya agar tidak bergetar. “Dia tidak bahagia, Arkana! Kau tahu itu. Kalau kau punya hati, lepaskan dia!”

Arkana terdiam sejenak. Lalu, bibirnya melengkung membentuk senyum yang sama sekali tidak mengandung kehangatan. “Kau pikir dunia luar bisa membuatnya bahagia?

Aku menatapnya, terkejut. Kata-katanya aneh, seperti mengandung sesuatu yang hanya ia ketahui.

“Lepaskan aku, Arkana,” aku memberanikan diri. “Biarkan aku pergi, aku bisa hidup tanpa—”

“Tidak.” Arkana memotong cepat. Tatapannya menusukku. “Kau tidak tahu apa yang menantimu di luar sana.”

Adam menggeram. “Itu hanya alasan. Kau hanya takut kehilangan kendali atasnya!”

Arkana berbalik menatap Adam, lalu mendekat hingga jarak mereka hanya beberapa langkah. “Aku tidak takut apa pun, Adam. Yang kau tidak mengerti adalah… orang lain sudah lama memperhatikan Nayla. Mereka menunggu saat dia bebas. Dan ketika itu terjadi…” suaranya merendah, menakutkan, “…dia tidak akan bertahan hidup.”

Darahku seakan berhenti mengalir. “Apa maksudmu? Siapa mereka?” tanyaku, suaraku bergetar.

Arkana menoleh padaku, menatapku lama. Ada sesuatu di matanya, campuran amarah dan kepemilikan yang kelam. Ia mendekat, tubuhnya menunduk hingga wajahnya sejajar dengan telingaku.

Bisikannya begitu pelan, tapi setiap kata menusuk dalam. “Kalau kau keluar dari sisiku, mereka akan mengambil sesuatu yang jauh lebih berharga darimu. Sesuatu yang tidak akan pernah bisa kau kembalikan.”

Aku menegang. Nafasku memburu. “Apa… yang kau maksud?”

Arkana tidak menjawab. Ia hanya menatapku sekali lagi, lalu melangkah mundur, mengambil jasnya yang terlipat rapi di kursi. Gerakannya santai, seolah ancaman barusan hanyalah percakapan biasa.

Adam berdiri kaku, wajahnya merah menahan emosi. “Siapa yang kau maksud, Arkana?! Jangan bicara samar!”

Arkana hanya menyeringai. “Cepat atau lambat, Nayla akan tahu. Dan saat itu tiba… semuanya sudah terlambat.”

Ia melangkah keluar, menutup pintu dengan tenang, meninggalkan hening yang begitu mencekik.

Adam segera menghampiriku lagi, memegang bahuku. “Nayla, apa yang dia bicarakan? Kau tahu sesuatu, kan? Jangan sembunyikan dariku.”

Aku menggeleng cepat, air mataku jatuh semakin deras. “Aku… aku tidak bisa…”

“Tidak bisa apa?” Adam mendesak. “Kau tidak bisa bilang padaku? Atau… kau memang menyimpan sesuatu dari awal?”

Aku menunduk, tubuhku bergetar hebat. Ada satu nama, satu rahasia yang selama ini kututup rapat. Sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu ayahku, dengan orang-orang yang seharusnya tidak pernah tahu keberadaanku.

Suara Adam terdengar lagi, putus asa. “Nayla, siapa yang kau lindungi? Katakan!”

Aku membuka mulut, tapi yang keluar hanya bisikan lirih. “Jangan sampai dia tahu…”

Adam membeku. “Siapa, Nayla? Jangan sampai siapa tahu?!”

Aku menggeleng keras, menutup wajah dengan kedua tangan. Tangisku pecah, tidak mampu menjawab.

Di tengah isakanku, tiba-tiba ponsel di meja berdering nyaring. Suaranya begitu keras, membuatku tersentak.

Dengan tangan gemetar, aku meraih ponsel itu. Layarnya menyala. Satu pesan singkat terpampang jelas.

“Kami sudah tahu.”

Tanganku terlepas, ponsel jatuh ke lantai. Tubuhku gemetar hebat, dan dalam sekejap aku sadar—rahasia itu tidak lagi aman.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 11

    Tanganku terangkat, menutupi bibir yang bergetar. Tubuhku menggigil hebat, keringat dingin bercampur dengan air mata yang tak henti mengalir. Nafasku memburu, dadaku naik turun cepat. Semua suara di sekitarku terdengar samar—hanya detak jantungku yang bergemuruh, begitu keras seakan memekakkan telinga.Aku baru saja berlari, terhuyung menembus pekat malam, sebelum akhirnya langkahku terhenti di halaman gelap. Pintu belakang rumah masih terbuka, suara benturan dan teriakan Adam terus menggema dari dalam. Aku ingin kembali, aku ingin berlari ke arahnya, tapi kakiku membeku.“Adam…” bisikku parau, nyaris tanpa suara.Tanganku menempel di dada, menahan perih yang semakin menghimpit. Pandanganku berkunang-kunang, hingga aku nyaris terjatuh. Namun sebelum aku benar-benar terhempas, cahaya terang menyambar dari arah lain.Lampu mobil.Aku memicingkan mata, menahan silau. Suara ban menggerung keras, mobil itu berhenti mendadak di tanah berdebu. Pintu terbuka dengan cepat, dan langkah-langkah

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 10

    Tanganku terangkat, menutupi bibir yang bergetar. Suara hujan deras di luar semakin membuat dunia terasa kacau, menampar wajahku dengan dingin yang menusuk. Nafasku berat, dada sesak, dan setiap detik terasa seperti diseret oleh ketegangan yang tak tertahankan. Aku menunduk, mencoba menembus kegelapan, mencari tanda-tanda keberadaan Adam. Suara langkah kaki samar terdengar lagi—lebih dekat, lebih pasti—membuat bulu kudukku berdiri. Setiap gerakan terasa seperti perangkap, dan aku tahu aku harus tetap waspada. Sosok pria bertopeng muncul dari bayang-bayang semak-semak. Tubuhnya tegap, gerakannya tenang tapi penuh ancaman. Di tangannya, sebuah senjata panjang berkilat diterpa cahaya bulan. Aku menelan ludah, jantungku berdegup begitu kencang hingga rasanya ingin meledak. Aku mundur selangkah, dan kedinginan dari hujan membuat kakiku terpeleset. Air hujan bercampur air mataku. Rasanya seperti dunia runtuh di sekitarku. “Berhenti!” teriakku, suara pecah, hampir hilang ditelan hujan. “

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 9

    Adam berdiri kaku di tengah ruangan, tubuhnya tegang, matanya menajam meneliti setiap sudut. Nafasnya berat, seperti berusaha menahan amarah sekaligus rasa takut yang membuncah. Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, begitu keras seakan memenuhi seluruh ruangan. “Duduk di belakangku,” katanya singkat, tegas, tanpa menoleh. Tanganku gemetar, tapi aku menuruti ucapannya. Aku merayap perlahan ke arah belakang punggungnya, mencoba mencari sedikit perlindungan dari sosok Adam yang kini tampak lebih seperti perisai hidup. Adam meraih vas bunga pecah di lantai, mencengkeram pecahan porselen tajam yang bisa digunakan sebagai senjata. Cahaya lampu yang berkelip-kelip memantulkan kilau dingin di permukaan pecahan itu. Aku menelan ludah, tenggorokanku kering. “Mereka… mereka benar-benar sudah masuk ke rumah ini?” suaraku bergetar. Adam tidak menjawab langsung. Matanya fokus, tubuhnya sedikit merunduk. Ia mendengar sesuatu—langkah kaki samar, gesekan halus di lantai kayu. “Ya,” katanya

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 8

    "Nayla… apa maksudnya? Siapa sebenarnya kau?”Suara Adam memecah keheningan, terdengar berat sekaligus terluka. Tatapannya menusukku, seolah ingin membongkar seluruh lapisan diriku. Aku ingin bicara, tapi mulutku terkunci, tubuhku gemetar.Aku menunduk, kedua tanganku saling meremas. “Aku… aku tidak bermaksud menipumu, Adam. Aku hanya… tidak bisa mengatakan semuanya.”“Tidak bisa? Atau tidak mau?” Adam mendekat, suaranya meninggi. “Kau tahu kita sudah melewati begitu banyak hal, Nayla! Aku berdiri di sisimu, meski aku tidak tahu siapa yang mengejarmu, kenapa mereka melakukannya. Dan sekarang aku baru tahu—bahwa mungkin aku bahkan tidak mengenalmu sama sekali.”Dadaku terasa sesak. Air mataku kembali jatuh. “Aku takut. Kalau kau tahu kebenarannya, kau mungkin akan meninggalkanku.”Adam memalingkan wajah, berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang kacau. Pintu hancur, serpihan kayu berserakan, angin malam masuk membawa bau debu bercampur dingin. Lampu gantung di atas kepala bergoyang per

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab 7

    Tubuhku membeku. Kata-kata itu masih menggema di udara, menusuk lebih tajam daripada retakan pintu yang baru saja jebol. “Akhirnya… aku menemukanmu.” Bayangan tinggi itu melangkah masuk. Gerakannya pelan, sengaja dibuat panjang, seakan ingin menunda penyiksaan. Setiap langkah kakinya menghantam lantai kayu, menimbulkan gema yang menusuk telinga. Cahaya dari koridor menyorot sebagian wajahnya—garis rahang tegas, pipi cekung, dan sorot mata hitam pekat yang berkilat penuh ancaman. Adam berdiri di depanku. Bahunya tegang, napasnya kasar, tapi aku bisa melihat jelas tangannya sedikit gemetar. Meski begitu, ia tetap merentangkan tubuhnya, menghadang sosok itu dengan berani. “Siapa kau?!” suaranya keras, mencoba tegas, tapi tidak sepenuhnya kokoh. Lelaki itu menoleh sebentar ke arah Adam, lalu tertawa rendah. Suara tawanya berat, menekan, membuat bulu kudukku berdiri. “Pertanyaan yang salah.” Tatapannya kembali padaku, menembus hingga ke sumsum tulangku. “Yang benar adalah: siapa dia se

  • Istri Paksa Sang CEO Posesif    Bab6

    Ponselku jatuh ke lantai, layar masih menyala. Pesan itu terpampang jelas, huruf-hurufnya sederhana namun menghantam dadaku seperti palu. “Kami sudah tahu.” Aku membeku. Dunia seakan runtuh, suaraku hilang. Tangan dan kakiku dingin, darah seolah berhenti mengalir. Seluruh tubuhku gemetar, tidak mampu menerima kenyataan yang seharusnya masih jauh dari jangkauan. Adam cepat-cepat meraih ponsel itu. Matanya menatap layar, lalu wajahnya berubah pucat. “Apa ini?” suaranya serak, lalu meninggi, penuh amarah. “Nayla, siapa yang mengirim pesan ini?!” Aku menggeleng keras, air mata jatuh. “Aku… aku tidak tahu.” Suaraku pecah, nyaris tak terdengar. Tapi hatiku tahu persis. Aku tahu siapa mereka. Aku hanya tidak pernah menyangka mereka akan bergerak secepat ini. Adam melangkah maju, mencengkeram bahuku. “Jangan bohong!” teriaknya. Matanya berkobar, antara marah dan takut. “Kau tahu sesuatu! Katakan padaku, Nayla!” Aku mundur, punggungku menabrak dinding. “Aku tidak bisa… tolong, Adam, aku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status