Home / Romansa / KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG / Bab 2. Balutan Mimpi Buruk

Share

Bab 2. Balutan Mimpi Buruk

Author: Angsa Kecil
last update Last Updated: 2023-02-28 20:12:38

Mata sendu yang basah itu, dengan suara serak lirih mampu menghunus hati dingin Jovan.

"Ikut denganku!" Jo berbalik dan melepas maskernya.

Ayana bernafas lega. Dia hendak bangkit. "Aaaaahh!" teriaknya. Tubuh lemah itu lunglai ke lantai. Dia terlalu lama meringkuk.

Jovan langsung sigap. Dia menangkap Ayana. Paham dengan keadaannya, Jovan langsung mengangkat ala bridal style.

"Aaahh!" Ayana mengaduh saat punggungnya tersentuh.

Jovan membawanya menuruni tangga, dengan langkah tegas dan tanpa menoleh wajah Ayana.

Ayana hanya termangu. Dia menatap lekat wajah tampan dengan mata elang itu.

Di bawah. Jovan melihat musuhnya telah tersungkur tergeletak dan terikat di pojok sana.

"Sepertinya kalian sangat menikmati malam ini," seru Jovan pada temannya.

"Mereka terlalu lemah." Brox terkekeh. "Wow, siapa yang kamu bawa?"

"Jo, apa dia ...?" Vincent membolakan mata, dia tidak pernah melihat Jovan peduli dengan urusan wanita.

"Klien membayar harga tinggi hanya untuk para pecundang ini. Apa itu bonus, Jo?" Mata Leo binar.

"Kita untung banyak kalau begitu. Ha ha ha." Robin tertawa.

Ayana menaruh wajahnya di dada bidang Jovan, dia ketakutan pada kata-kata mereka.

"Bawa tikus itu di atas!" seru Jovan, lalu melangkah pergi dulu. "Brox, ikut denganku!"

Satu temannya mengekor, dia paham maksud Jovan. Langsung menyalakan mobil.

Jovan memasukkan Ayana ke kursi belakang mobil itu. Jovan duduk di sampingnya.

Mobil itu melaju membelah keramaian. Tidak ada percakapan. Hening, mereka menikmati pikirannya sendiri-sendiri.

Di dalam mobil, Ayana mencengkeram kuat lengan Jovan, dia sembunyikan wajahnya di bahu Jovan. Jovan membiarkan hal itu.

Lama melaju. Hingga sampai pada sebuah rumah, di tengah pepohonan. Tidak jauh dari pinggir Kota.

Rumah gaya manly. Dengan warna hitam dan abu-abu. Semua pintu dan jendela dari besi. Bahkan pintu garasi warna hijau yang menjulang tinggi itu tampak menyeramkan bagi Ayana.

"Kamu bisa berjalan?" tanya Jovan.

Ayana mengangguk.

Jovan mengulurkan tangan. Ayana langsung mencengkeram lengan Jovan, gemetar.

"Masuklah! Ini tempat kami. Basecamp, tempat kami tinggal."

Jovan menuntun Ayana. Mereka masuk, Brox mengekor.

Dalam rumah tampak seperti arena olahraga. Glek, Ayana menelan ludah.

Ayana baru kali ini masuk rumah model berbeda, menurutnya.

Samsak bergelantungan. Barbel, treadmill, rowing machine, dan lat pulldown. Menghiasi sisi ruang lantai bawah.

Di sisi lain ada sebuah Ring boxing. Baru di tengah, ada sebuah meja panjang mungkin untuk mereka duduk. Ada juga, beberapa tempat duduk dari ban truk yang mereka modif. Ayana kembali menelan saliva.

"Kamu takut?" tanya Jovan, melihat Ayana terpaku melihat isi rumah.

"Kami orang baik, jangan berpikir terlalu jauh!" sahut Brox, dia telah melepas maskernya. "Lihat! Mana ada penjahat tampan." Lalu dia berlalu menuju dapur, tanpa menunggu sahutan.

Ayana bersembunyi di belakang tubuh Jovan, saat Brox muncul.

"Duduklah! Aku akan menyiapkan kamarmu." Jovan hendak meninggalkan Ayana naik ke lantai atas, tapi Ayana menahannya, dia takut dan menggeleng.

Jovan paham. "Aku antar ke kamarmu. Sementara kamu bisa tinggal di sini. Sampai kondisimu membaik."

Ayana mengangguk pelan. Dia berjalan memegang lengan Jovan.

Berada di kamar pojok, di sebelahnya ada sebuah kamar milik Jovan.

Masuk. Kamar ukuran sedang, dengan satu tempat tidur, ada lemari cukup besar bagi Ayana. Satu kamar mandi ukuran sedang, tanpa bathtup.

"Aku tidak punya tempat lain." Jovan melepas pelan pegangan tangan Ayana.

Ayana mengangguk.

"Aku akan ambilkan baju ganti untukmu." Jovan pergi, dia menuju kamarnya di sebelah kamar itu. Mengambil sebuah celana training dan kaos putih lengan pendeknya.

Kembali masuk ke kamar Ayana. Jovan meletakkan pakaian juga obat luka itu pada tempat tidur. Jovan tahu jika Ayana terluka.

"Bersihkan dirimu. Pakailah bajuku dulu!"

Ayana mengangguk.

"Obati juga lukamu, jika kesulitan kamu bisa bilang padaku." Jovan berlalu pergi.

Kembali mengangguk, dan menatap punggung Jovan.

"Huff." Ayana menghembus nafasnya.

'Tempat ini lebih baik dari tempat itu. Aku tidak tau siapa mereka, yang penting sekarang aku bisa lepas. Aku tidak harus mencari cara lepas dari pria hidung belang lagi. Aku juga bisa bersembunyi dari Febby,' batin Ayana.

Ayana lantas pergi ke kamar mandi, dia akan membersihkan diri."

"Aaahh!!" Suara di kamar mandi, akibat siksaan yang Ayana dapat karna selalu berulah, dan membangkang.

Di lantai bawah.

Semua sudah kembali. 5 Pria itu sedang duduk dengan minuman kaleng serta makanan ringan di meja.

"Aku tidak menyangka kamu membawanya ke rumah kita!" Leo menatap Jovan sembari memasukkan keripik kentang di mulutnya.

"Kamu tidak curiga? Mungkin saja dia pihak musuh." Robin membulatkan mata tajam.

"Wanita itu belum jelas, kenapa kamu tenang membawanya?" Vincent heran dengan pikiran Jovan.

"Juga belum jelas cantik apa tidak. Ha ha ha," sahut Brox.

Jovan masih diam dari ocehan mereka.

"Jo, wanita itu akan jadi urusanmu. Jangan sampai dia mengganggu pekerjaan kita." Vincent menegaskan.

"Jika kamu mau memeliharanya. Jangan lupa, beri kasih sayang. Baby sweet girl. Ha ha ha." Brox terkekeh.

Jovan menatap teman-temannya. "Apa kalian ragu pada keputusanku? Dia tidak ada hubungannya dengan tikus itu. Firasatku sangat yakin!"

"Kalau kamu yakin, aku tidak punya komentar." Vincent mengangkat dua tangannya.

Waktu hampir pagi, tapi mereka baru ingin beranjak tidur.

-

"Ma ... Pa. Mama ... Papa." Mimpi itu selalu muncul hampir setiap hari.

Di ruang gelap tanpa sekat. Seperti ada sebuah rantai asap hitam yang membelenggu Jovan, dia tidak bisa berlari menyelamatkan Orang tuanya. Dia terus meronta berusaha melepas, tapi tetap saja tak mampu, hingga air matanya mengalir di peluk mata.

Nafasnya tersengal, Jovan terus memanggil Mama Papanya yang tergeletak penuh darah. Tak ada yang bisa membantunya.

"Mama ... Papa ...." Jovan menangis meronta. "Ma ... Pa ...." Jovan semakin histeris, saat kedua Orang tuanya seakan semakin jauh. "Ma ... Pa!!!"

"Aaaaaahhhh!!" Jovan terbangun duduk. Keringatnya mengucur.

"Huh huh huh." Jovan mengatur nafasnya. Dia merangkup wajahnya dengan dua telapak tangan. Disapunya, sedikit butiran bening yang jatuh dari pelupuk mata.

'Mimpi ini datang lagi,' batin Jovan. Lalu dia mengambil foto Orang tuanya, dan dirinya saat kecil di nakas. Foto itu sempat dia bawa saat kecil.

* Sekuel peristiwa masa lalu.*

Jovan usia 8 tahun. Tiba-tiba saja, rumahnya didatangi banyak pria bertopeng. Mereka langsung saja menyergap dan membunuh semua isi rumah. Jovan kecil, hanya bisa bersembunyi di sebuah bilik mainan kecil yang dia dan Papanya buat.

Jovan mendengar jelas, suara jeritan dan tangisan Mamanya. Namun, Jovan tidak berani keluar dari bilik kecil itu. Dia hanya menangis dan bergetar ketakutan.

Setelah keadaan hening, Jovan mencoba keluar. Dia mengendap keluar, dan bersembunyi dibalik tembok. Dia membekap mulutnya, saat menyaksikan orang tuanya sudah terkapar penuh darah.

Jovan melihat jelas, sangat jelas. Siapa pria yang berjongkok di samping orang tuanya. Dia teman Papanya, yang sempat Jovan bertemu sekali. Kanigara.

Tangan Jovan mengepal, dia tidak akan pernah melupakan wajah itu. Tidak akan pernah, sampai dia bisa membalas dendam kematian orang tuanya.

"Cari! cepat cari anaknya! Dia pasti masih hidup," teriak Kanigara.

Jovan lekas mengendap kembali pada bilik kecil.

Jovan merasa sangat beruntung, dia tidak ditemukan pria itu. Saat Jovan keluar, jenazah orang tua dan yang lain sudah tidak ada lagi. Jovan kecil hanya bisa menangis. Tangannya mengepal kuat, dengan bayangan Kanigara.

Jovan lantas pergi entah kemana, dia hanya menyusuri jalan. Membawa isi celengan yang dia pecah, beberapa baju, serta fotonya saat bersama kedua orang tua. Membawa tas punggung kecil, Jovan berharap bertemu malaikat penolong.

Jovan ditemukan oleh seorang pria. Narapati (60 tahun) sebatang kara.

Pria itu mempunyai seni bela diri yang mumpuni. Dia hidup di sebuah rumah bilik bambu. Namun, Jovan beruntung dia bisa kembali bersekolah. Yang pasti dia bisa membangun kekuatan diri, untuk misi dendamnya.

Jovan juga sangat bersyukur dia dapat hidup bersama beliau selama 10 tahun. Pria renta itu meninggal. Setelah itu Jovan hidup mandiri.

* Kembali ke masa kini. Kini Jovan sudah 28 tahun.*

Jovan bangkit, dia mengibaskan tirai abu-abu. Dirasakannya hangat mentari yang telah menembus jendela kaca.

Jovan merentangkan tangan. 'Ma ... Pa. Jovan sudah besar. Kek, cucumu selalu menang di medan laga.' batin Jovan.

Matahari hampir tinggi, tapi baru Jovan yang membuka mata. Jovan keluar kamar, dia menuju pantry lantai atas.

Samar Jovan mendengar suara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 114. Kemenangan Hati Dan Harta(End)

    Ditinggal hampir satu bulan oleh Jovan. Ayana jadi semakin kurus. Dia susah tidur dan makan, suami hanya vc sehari satu kali."Kamu harus makan, Ayana. Kalau Jovan pulang dan kamu terlihat seperti ini, kami yang akan jadi sasaran utama," ucap Leo."Apa dia sangat sibuk di sana, sampai tidak bisa sering menghubungiku? Kan hanya jaga saja, nggak kerja?""Jovan tidak di sini bukan berarti dia tidak bekerja. Justru dia sangat sibuk di sana," ucap Brox."Benar, jangan sampai saat suamimu di sana sibuk, kamu di sini malah membuat dia cemas," sahut Robin.Ayana diam sejenak, dia lantas mengambil piring itu dan makan banyak.Masih pagi di depan rumah Jovan. Sasmita dan Alex sudah berada di sana."Ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan dan Nyonya," kata penjaga."Siapa?" tanya Ayana."Ibu Sasmita dan Alex."Semua jadi saling pandang."Bawa masuk!" suruh Vincent.Penjaga pergi."Aku takut." Wajah Ayana jadi pucat."Kami pastikan dia tidak akan bisa menyakitimu," ucap Brox.Alex dan Sasmita masu

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 113. Kanigara Dibawa Ke Luar Negeri

    Vincent hampir terhuyung saat Arabella menelponnya."Ada apa, Vinc?" tanya Jovan."Terjadi sesuatu pada tuan Kanigara."Mata Jovan melebar. "Katakan dengan benar!""Kita ke rumah sakit untuk tahu kebenarannya. Arabella tidak bilang secara detail.""Aku ikut, Jo." Mata berkaca Ayana menatap harap."Aku akan kabari kamu nanti. Ini sudah malam, kamu harus istirahat."Ayana terpaksa menurut, dan para pria lekas pergi ke rumah sakit."Jovan cepat berlari ke ruang penanganan."Vinc!" Arabella menghambur memeluk Vincent sambil terisak. "Papa, Vinc."Vincent membawa duduk dan tetap mendekap."Apa yang terjadi, Rey?" seru Jovan.Rey hanya menggeleng. Dia meremas tangan di depan, dan terus menoleh pada pintu ruang tindakan.Jovan mulai membuat praduga. "Apa yang kamu sembunyikan dariku selama ini, Rey?" Rasa gelisah membuat Jovan menyentak.Rey terdengar menghela nafas. "Dokter yang akan menjelaskan nanti.""Jika nanti kamu terbukti sengaja membuat kekacauan, aku akan membuat perhitungan padamu

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 112. Kanigara Tidak Sadar Diri

    Bagaimana tidak kembali terguncang. Sasmita merasa dirinya benar-benar sendiri dan sangat takut."Alex, kamu di mana, Nak!" teriak Sasmita, dia berlari ke tengah jalan raya.Sebuah kendaraan melaju cepat tepat di arah Sasmita."Bu, awas ...!!" teriak anak buah Rey.Sasmita berjongkok saat mobil itu sangat dekat."Aaaa ....." Jantung Sasmita berdetak sangat kencang. Mobil itu berhenti di depan Sasmita, hampir menabrak."Hey, jangan gila dong. Kalau ketabrak kita yang disalahin!" teriak pengemudi itu.Pandangan Sasmita kabur dan pusing, dia pingsan."Bu!" Anak buah Rey mengangkat Sasmita. -"Ibu Sasmita berada di rumah sakit."Kabar itu telah sampai pada Kanigara dan Jovan. Mereka segera melihat kondisi wanita malang itu.Di kamar rawat. Sasmita telah terbaring belum sadar. Kanigara dan Jovan tidak tega melihatnya."Bagaimana Alex?" tanya Kanigara."Aku bisa melepaskannya. Sepertinya dia sudah tidak menjadi ancaman." Jovan menatap brankar Sasmita.Kanigara menoleh pada Rey. "Bawa dia b

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 111. Simpuhnya Rasa Sang Ibunda

    "Jadi kamu sudah menikah, anak baik?" tanya Sasmita. Mereka sudah berada di mobil."Istriku sedang mengandung.""Aku berdo'a untuk kalian, semoga selalu diberi kebahagiaan. Anak kalian juga akan sukses seperti kalian. "Terima kasih.""Aku juga berharap bisa mendapat cucu dari Alex, pasti sangat lucu. Ah, aku berpikir terlalu tinggi." Sasmita menyeka buliran yang kembali jatuh dengan kekehan kaku.Jovan menatap arah jalan. Dia mengatur nafasnya dan mengurai rasa yang terus mendesak di dada.Tiba di lapas."Anak naik, Alex?" Mata Sasmita melebar sambil menunjuk arah bangunan itu."Om Gara memilih jalan tengah. Semoga anak Anda dapat mengerti kebaikan hati Om Gara.""Terima kasih anakku telah diberi keringanan." Karena Sasmita paham dunia mereka yang tidak segan akan menggunakan hukum nyawa dibayar nyawa.Mereka masuk. Menunggu beberapa saat."Alex!" seru Samita, dia menghambur pada anaknya."Ma."Dua insan itu berpelukan dengan sahutan tangis.Jovan mendongak, dia teringat kedua orang

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 110. Jovan Dan Sasmita

    Kini semua berpindah dari meja makan. Ayana bersama Arabella sedang para lelaki sebagian bermain catur."Om, papa ingin bertemu dengan Anda dalam waktu dekat ini. Saya ingin membuat janji dengan Anda terkait hal itu," ucap Fabian."Kamu atur saja bersama Rey," jawab Kanigara.Jovan mendoyongkan kepala pada Vincent di sisinya."Jangan sampai kalah sama pria jelek itu. Aku tidak sabar menunggu IQmu jatuh ke dasar jurang," bisik Jovan."Cepat, setelah itu giliranku,' Leo juga menyahut dengan bisikan di sisi Vincent."Diam kalian!" gumam lirih Vincent.Robin dan Brox menendang kaki Leo dan Vincent. Sambil mengedip mata pada mereka."Ada yang ingin kalian katakan?" tanya Kanigara."Vincent mau ngajak Arabella makan malam besok, tapi dia takut tidak dapat izin," sahut Jovan.Vincent menginjak kaki Jovan kuat sambil tersenyum malu pada Kanigara."Bukankah kemarin kamu juga mengajak dia makan?" jawab Kanigara membuat Vincent gugup."Maaf, Tuan. Arabella memaksa." Vincent melipat bibirnya."S

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 109. Harmoni Hati

    Di dapur masih sepi, Jovan bingung dan tidak tega membangunkan pembantu. Akhirnya dengan modal tutorial vidio medsos Jovan membuat dengan tangannya sendiri.Sekian saat berkutat di dapur, dengan bukti peluh yang terus mengucur. Bibir Jovan juga terus menghembus nafas, yang ternyata kepedesan."Tuan, kenapa masak pagi sekali?" Sudah ada satu pembantu yang bangun karena mencium bau tajam.Jovan terbatuk. "Aku buat seblak, kamu lanjutkan!" Jovan tidak tahan dan mundur.Pembantu itu melihat kondisi dapur. Kerupuk berceceran, mie, sayur, semua berantakan dalam wadah. Berantakan dan salah.Akhirnya pembantu itu mulai dari langkah awal.Jovan kembali ke kamar. "Jo, mana seblaknya?" Ayana sudah wangi.Jovan tersenyum jahil. "Baru disiapkan sama bibi." Dia maju dan mengendus ceruk leher Ayana. "Jo, kamu bau!" Ayana menggeser wajah Jovan."Aku tahu, mandiin aku bentar dong, Ay.""Nggak mau. Mandi sama kamu bakalan lama." Ayana terkekeh geli."Olah raga pagi bagus untuk kesehatan dan ibu hamil

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 108. Akhir Dari Febby

    Berangkat dengan beberapa mobil. Mereka menempuh jarak sekitar 1 jam. Hingga tiba di sebuah tempat di tengah bangunan tinggi. Dari depan tidak terlalu ramai dan tidak ada penjaga di pintu depan. Hanya tertulis tempat karaoke biasa. "Anak buahku sudah berjaga mengepung. Kita masuk!" ucap Rey.Mereka memakai pakaian serba hitam tanpa identitas. Masuk pintu utama, baru ada penjaga yang duduk sambil bermain kartu."Siapa kalian!" Para penjaga menghadang.Hanya tiga pria kekar. Adu hantam tidak memakan waktu lama.Masuk ke pintu kedua, melewati lorong gelap."Ini bukan tempat karaoke, jelas perdagangan wanita malam," ucap Robin."Tapi, di mana tempat parkir dan sebelah mana pintu masuk pelanggan?" bingung Brox."Pasti ada dan akan kita cari!" sahut Leo.Tiba di area dalam. Seperti pusat hiburan para sultan. Meja bertender terbentang panjang. Ada yang memandu karaoke di sana, tapi masih ada lorong-lorong di sana."Ada penyusup!" teriak satu penjaga di dalam.Seketika berhambur mereka yan

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 107. Arti Kata Pacar

    Memicing dan begidik, Arabella tidak habis pikir dengan ide Vincent untuk makan di tempat seperti itu."Ini bersih?" bisik Arabella memajukan wajah pada Vincent.Vincent menahan nafas sekian detik, karena tersapu nafas Arabella."Kita serius mau makan tempat ini?" Arabella menoleh pada para pengunjung lain.Vincent agak memundurkan kursi plastik tanpa punggung itu. "Kamu boleh tunggu di mobil kalau tidak mau makan," ucap Vincent.Terdengar desahan kesal dari Arabella.Makanan datang. Aneka olahan seafood yang menggunggah selera. Vincent memesan lumayan banyak.Vincent memakai sarung tangan plastik. Dia mengambil lobster dan menyuapi Arabella."Coba dulu baru komentar. Jangan terbiasa membuat kesimpulan tanpa mengetahui isi masalah."Arabella menerima suapan yang agak dipaksa itu. Mengunyah pelan dengan merasakan ...."Lumayan!" Arabella kini memakai sarung tangan plastik dan segera merebut makanan itu.Pedas enak. Arabella dan Vincent menikmati sambil tertawa dan berebut."Vinc!" ser

  • KEMBALINYA PEWARIS YANG TERBUANG    Bab 106. Aksi Konyol Jovan

    Anak Tuan Kanigara jadi karyawan biasa? Apa tidak salah? Itu yang ada dalam pikiran para karyawan saat Vincent mengantar Arabella ke meja kerjanya."Pak, Vincent.""Pak, Vinc."Banyak yang menyapa Vincent dengan senyum ramah. Namun, Vincent tetap berwajah datar.Tidak dengan Arabella. Dia mencebik dan mengumpat dalam hati."Ini meja kerjamu, soal tugas pekerjaanmu akan dijelaskan oleh manajer nanti. Aku pergi dulu, di luar sana sudah ada pengawal yang mengawasimu," jelas Vincent."Nanti makan siang aku ke ruanganmu."Vincent mengangguk, dia pergi."Mana manajernya, cepat bilang apa tugasku!" seru Arabella, tetap saja dia tidak bisa melepas identitas anak petinggi perusahaan ini.Yang katanya manajer malah takut dan sungkan pada Arabella. Dia menjelaskan dengan terbata dan gugup.Suasana ruangan menjadi tegang dan Arabella tidak peduli hal itu, dia hanya ingin cepat naik jabatan jadi manajer dalam waktu satu bulan dan membuat Vincent puas. Arabella fokus pada layar komputernya.Di rum

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status