Share

Ajakan Makan Siang

Pagi ini tepat satu bulan masa training ku di perusahaan yang setiap harinya memberi hiburan untuk banyak orang, Ya, Love FM  memiliki jangkauan siar cukup jauh bahkan bisa dinikmati secara streaming atau online lewat link website yang selalu disampaikan. Dan aku mulai merasa betah bekerja di sini, banyak ilmu komunikasi yang tentu idak kudapatkan dibangku kuliah.

Tidak ada hal yang menggangguku, semua terlihat aman terkendali, keuangan keluarga perlahan membaik seiring dengan melebarnya toko kedai depan rumah.

"Sudah makan siang?" suara berat nan dalam membuyarkan lamunanku.

"Belum, pak Hisyam."

"Kalau begitu, ayok makan siang bareng! saya traktir kamu kali ini."

"Tidak perlu, Pak. Makasih. Saya bawa bekal."

"Yasudah, temani saya makan siang, kamu tetap makan bekal kamu."

Perintah macam apa ini? huh!

Bukan maksud ingin menjadi pembangkang, kesannya tetap enggak pas untuk seorang karyawan baru, baru aja selesai training satu bulan, sudah diajak makan siang bareng bos.

"Lain kali saja pak Hisyam, saya ada kerjaan lain." sengaja aku berbohong.

Dengan kondisiku seperti sekarang, menjadi karyawan baik dan gak neko-neko adalah jalan ninjaku, aku hanyak tidak ingin kesempatan ini terbuang sia-sia karena ada hal-hal yang menjadi batu sandungan, salah satunya ajakan makan siang Hisyam Prayuda.

"Baiklah jika kamu lagi banyak kerjaan siang ini, lain kali kamu harus mau dan bisa makan siang dengan saya."

Sontak mataku setengah melotot sambil berfikir, ini bos kenapa ya, maksa banget!

"Duh.. kenapa ini sepeda motor, disaat begini kenapa harus mogok sih?" aku menggerutu sambil memerhatikan keadaan, kali aja ada yang bisa dimintai tolong.

"Kenapa motornya?" suara Hamish Angga Prayud terdengar

"Enggak tau nih, enggak bisa jalan, udah distater berkali kali tetap aja gak nyala." timpalku

"Yasudah coba aku liat." Pinta Hamish dengan langsung mengambil alih.

Dari tampangnya, Yuda -panggilan yang ia ucapkan padaku - cukup ganteng, memiliki wajah cenderung oval dengan kulit putih serta tatanan rambut semi cepak serta jambang tipis menjadi perpaduan ciptaan sang Maha Esa yang sempurna. Bahkan beberapa kali bersama dengannya saat sedang di studio seolah pernah aku alami sebelumnya, seperti dejavu. Ah entahlah!

"Udah beres nih!"

"Alhamdulillah, terima kasih bang." seketika sapaan itu meluncur dari mulutku tanpa bisa direm. Apa? aku memanggilnya, bang?

"Sama-sama." jawabnya tanpa menoleh kepadaku karena sibuk membereskan peralatan teknisinya dan juga merapikan kaos oblong yang ia kenakan, sepertinya pakainnya kotor selepas memperbaiki sepeda motorku.

"Em.. baju abang kotor. Ada baju ganti? Anggap saja sebagai ucapan terima kasih, bajunya aku bawa untuk dicuci dirumah."

"Enggak usah. Terima kasih."

Setelah selesai memperbaiki sepeda motorku, bayangannya pun berlalu, Hamish langsung berbalik arah seperti seseorang yang sedang buru-buru, bahkan tarawanku tak digubris olehnya, ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku, sekedar membersihkan pakaiannya sebagai tanda terima kasih dariku nyatanya tak mudah untuk diterima olehnya.

***

"Ada hati yang harus dijaga, ada raga yang tak berdaya, ini sungguh menyiksa."

Status W******p story Hamish seketika mencuri perhatianku, kira-kira untuk siapa untaian kata itu ia tujukan? Apakah dia sedang dimabuk asmara? Lalu hatinya patah jadi dua? Ah..dasar kepala! suka aneh-aneh.

Eits.. tapi tunggu! Sikap Hamish hari ini berubah padaku, jika biasanya ia selalu menggoda bahkan banyak bicara untuk menarik perhatianku. Lalu kenapa hari ini berbeda? Bahkan jika dihitung dengan sepuluh jari, maka sepuluh jariku juga masih berlebih untuk menghitung tiap kata yang keluar dari mulutnya sore tadi saat memperbaiki sepeda motorku.

Ada apa dengan Hamish Anggara Prayuda? Apa ada yang salah dari sikapku kepadanya?

***

"104,2 Love FM! musiknya bikin kamu jatuh cinta!"

Hari ini adalah hari pertama memasuki bulan kedua masa trainingku di Love FM. Berbeda dari bulan lalu, hari ini aku dijadwalkan akan siaran bareng dengan salah satu penyiar cewek yang ada di sini, lain dengan bulan sebelumnya, aku hanya mengamati apa saja yang mereka ucapkan saat ngobrol langsung dengan pendengar lewat telepon dan mempelajari bagaimana mengoperasikan semua peralatan di dalam studio ini.

"Makan siang yuk, Mel!" ajakan seorang pria berjambang tipis, Ya. dia Hamish. Tapi ajakannya hanya ditujukan untuk mbak Amel, penyiar cewek senior teman siaranku siang ini. Lagi, Hamish bertingkah aneh padaku. Manusia di studio ini ada aku dan mbak Amel, lalu kenapa hanya mbak Amel yang diajak makan siang? Apa keberadaanku gak terlihat dari dua bola matanya?

"Ayuk! Eh ajak Clara juga dong!" seru mbak Amel sembari menatap wajahku yang pura pura acuh.

"Enggak mbak, Makasih. Lain kali aja, takut ganggu." jawabku sembarang.

Semoga wajah bingung yang bercampur kesal tidak tertangkap oleh mereka. Bisa absurd rasanya.

***

Sepeda motorku kelihatannya benar-benar ngambek, pasalnya sejak kemarin susah untuk diajak kerjasama. Untungnya kuda besi yang dibeli oleh papa ngambek lagi setelah aku sampai di rumah. Dan pagi ini sama sekali tidak bisa dinyalakan seperti biasa, alhasil hari ini aku pergi diantar papa dan untuk pulang aku memilih untuk menaiki kendaraan umum. Hitung-hitung sekalian jalan sore menikmati senja di kota dengan sejuta makanan enak ini-Medan-

Sudah setengah jam berlalu, aku melirik jam tangan bergaya antik dengan tali kulit cokelat di tanganku. Ternyata sudah jam lima sore, pantas banyak kendaraan lewat dan sulit menemukan angkutan sepi penumpang di jam rawan pulang.

Kegelisahaanku bertambah karena saat ini langit mulai gelap, bukan karena semakin sore tetapi juga karena awan mendung kini bersatu menjadi pertanda bahwa akan turun hujan, mengingat jarak tempatku bekerja dengan rumah cukup jauh, bisa bisa jam tujuh malam baru sampai rumah belum lagi harus basah kuyup jika hujan benar turun dari langit.

"Clara!" suara berat nan dalam dibarengi dengan lambaian tangan membuat perhatianku tertuju pada sebuah mobil buatan negara sakura bewarna putih yang sudah berada di depanku.

"Clara, sudah gelap, sepertinya akan hujan. Kamu pulang bareng aku aja!" Kali ini suaranya seratus kali lebih kencang mengimbangi suara gemuruh yang ditimbulkan oleh kendaraan yang melintas.

Dengan berat hati aku mendekat dan mengiyakan ajakan Hisyam -kepala HRD di Love FM- bukan karena terbuai dengan kendaraan yang dipakainya tetapi aku lebih takut papa dan mama khawatir kalau aku belum juga sampai di rumah sedangkan cuaca juga tak bersahabat.

"Kenapa enggak bilang sih kalau kamu enggak bawa motor? kan bisa aku antar." Hisyam memulai percakapannya dengan sebuah pertanyaan yang berhasil membuatku terdiam seribu bahasa.

"Maaf pak Hisyam, apa sebuah kewajiban saya memberitahu bapak kalau saya tidak bawa motor?" aku menjawab seprofesional mungkin, karena aku harus menyadarkan Hisyam bahwa sikap manisnya tidak sesuai pada tempatnya.

"Jangan panggil saya , Pak. Kesannya tua banget, saya masih dua puluan loh. Eh maksudnya umur saya masih dua puluh delapan tahun."

Kali ini dia mulai request untuk tidak dipanggil dengan sebutan "Pak". Besok minta apalagi nih orang?!

"Saya tau, kamu ingin bersikap profesional dengan saya, tapi apa saya tidak boleh mengenal lebih dekat karyawan saya sendiri?"

Lagi, mulai nih.. apalagi kelanjutannya?

"Oh iya, alamat rumah kamu di mana? Dari tadi saya ngobrol terus sampai lupa nanya di mana alamat rumah kamu, entar kamu bukan saya antar ke rumah kamu, malah saya antar kerumah saya." Canda Hisyam sembari terus memalingkan wajahnya kearahku yang sedari tadi kayak kanebo kering, kaku!

***

"Diajak masuk dulu tamunya, Sayang!" Mama keluar dari dalam rumah menuju pekarangan yang tak begitu luas, memberi pesan untuk aku menjamu Hisyam yang sudah mengantarku pulang dengan selamat.

"Iya Ma"

"Pak, silakan masuk dulu." Ajakku pada Hisyam yang disambut sumringah olehnya.

Ini kepala HRD emang bener-bener seperti bunglon. Gampang banget berubah-ubah. Saat di kantor, dihadapan karyawaan lain, dia bersikap profesional layaknya atasan dan karyawannya, sekarang? Jangan ditanya. Tingkahnya bener-bener seperti anak SMA yang sedang "apel" di rumah pacarnya. Sumringah tapi malu - malu.

Aku menjamu Hisyam dengan baik, kusuguhkan segelas teh hangat dengan aroma melati yang melekat serta beberapa gorengan hangat. Sekitar tiga puluh menit ia singgah di sini, ngobrol dengan papa dan mama serta aku yang hanya menjadi pendengar budiman. Sikap acuhku ini nampaknya terbaca oleh mama yang sedari tadi memerhatikan raut bosan di wajahku. Aku lebih memilh diam daripada ikut bergabung dengan obrolan yang aku tau ujungnya akan kemana.

***

"Kamu ada masalah apa dengan nak Hisyam?" Mama masuk ke kamarku dengan pertanyaan yang malas untuk aku jawab.

"Enggak ada Ma." Jawabku malas.

"Yakin? Sepertinya Hisyam naksir sama kamu. Buktinya dari tadi papa dan mama ngobrol dengan dia, dia sering banget curi pandang ke kamu." Tanya mama memancing.

"Bener gak ada apa-apa mama sayang." tuturku malas memperpanjang.

"Yasudah kalau tidak ada apa apa, kalau ada apa apa juga gak apa apa kok!" mama melanjutkan perkataanya sambil menutup mulutnya seolah sedang mengejekku.

Entah apa yang sedang mengganggu pikiranku malam ini, kusut bagai benang yang awut-awutan. Sekarang aku justru sedang memikirkan sikap aneh Hamish tadi siang, ada rasa penasaran atas sikapnya dua hari ini, terlebih saat dia sama sekali tidak menganggap aku ada.

Ting..

Bunyi notifikasi pesan masuk, menampilkan nomor asing. "Sebagai ucapan terima kasih, aku mau ajak kamu makan siang besok. Kali ini harus mau, anggap saja kita impas, aku sudah antar kamu, besok kamu temani aku makan siang."

Sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak aku simpan, tapi dari kata-katanya, aku tau siapa pemilik nomor ini.

Ya Tuhan… cobaan apa ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status