Anna Safira, gadis 25 tahun yang terpaksa menikah dengan seorang ceo dingin karena hutang orang tua yang harus segera dilunasi kepada orang tua laki-laki itu. Rumah tangga tanpa cinta tentu sulit untuk dijalani Anna. Hingga dirinya memilih untuk menjalani harinya seorang diri. Dibanding harus mengandalkan suaminya itu. Akankah Anna bertahan dengan rumah tangganya? Atau takdir yang berkata lain? Nantikan kisahnya!!
Lihat lebih banyakPria berjas hitam, gagah nan tampan dengan wanita yang cantik dengan balutan gaun pernikahan di sampingnya, masuk ke rumah mewah bernuansa hitam itu.
Koper yang cukup besar itu didorong hingga menabrak pintu kamar yang masih tertutup dekat dengan dapur. "Itu kamar kamu," ucap laki-laki berjas hitam itu. Iya, laki-laki itu bernama Jevano Naratama. CEO yang terkenal dengan wajah dingin dan sifat gila kerjanya. Suami dari Anna Safira, gadis 25 tahun yang terpaksa menikah dengannya. "Kamar kita kayaknya kecil, Mas," timpal Anna. Jevano malah mendengus, "kita? Kamu pikir kita akan tidur sekamar?" "Lah terus gimana? Emangnya beda ya Mas?" tanya Anna. Jevano tersenyum remeh, "ya beda lah. Gila banget mau sekamar sama Aku." "Tapi kan kita udah menikah Mas. Udah sepatutnya kita sebagai suami istri tidur sekamar," timpal Anna. Lagi-lagi Jevano tersenyum remeh, "menikah?" "Kita memang sudah menikah tapi bukan berarti saya akan jadi suami kamu," sambungnya. "Jangan pernah berharap sedikitpun!" tekannya lalu pergi naik ke lantai atas. Anna hanya menghela napasnya berat. "Kenapa sih Yah?" gumam Anna. "Kenapa harus Anna yang tanggung semuanya? Tubuh Anna masih kurang luka? Luka dari orang tua aja belum sembuh sekarang Ayah malah tambah luka aku dengan suami dan hidup di rumah yang seperti neraka ini," gumam Anna kembali sembari menarik koper besarnya masuk ke kamar. Wanita itu menghela napasnya, melihat kamar yang sudah berdebu bahkan sepertinya tidak pernah dibersihkan sebelumnya. Suara ketukan pintu terdengar, Anna langsung membukanya lalu mengulas senyumannya pada wanita paru baya yang kini berhadapan dengannya. "sini nyonya biar saya bersihkan kamarnya," ucapnya. "Ibu ini-" "Panggil aja Bi Ani, nyonya." Anna mengangguk, "panggilnya Mbak aja Bi. Saya gak pantes dipanggil nyonya." "Loh kenapa?" tanyanya, "kan sudah jadi istrinya Tuan berarti saya harus panggilnya nyonya." Aku hanya menyimpulkan senyuman mendengarnya. Baru saja Bi Ani akan membersihkan kamarnya, Jevano dengan suara lantangnya itu meminta Bi Ani untuk menyajikan kopi hitamnya. "Biar saya aja Bi, gak apa-apa," ucap Anna dengan senyumannya. Bi Ani mengangguk, apalagi memang sudah sepatutnya Anna sebagai istri yang menyajikan kopi untuk sang suami. Anna dengan santainya naik ke ruang kerja Jevano yang berseberangan dengan kamar suaminya itu. Wanita cantik itu mengulas senyumannya lalu masuk ke ruang kerja dengan kopi hangatnya. Jevano dengan tatapan dinginnya itu mendelik, "kamu ngapain ke sini?" tanyanya. "Anna antarkan kopi buat Mas," jawab Anna sembari menaruh kopinya di meja. "Saya mintanya Bi Ani, bukan kamu," ucapnya. "Ya gak apa-apa Mas. Kan Aku istri kamu, emang udah seharusnya sama Aku kan?" tukas Anna. Jevano menatapnya sinis, ia beranjak dari kursinya lalu berhadapan dengan sang istri yang kini setengah ketakutan melihat tatapan suaminya. Dengan santainya, Jevano menyiramkan kopi hangatnya itu pada tubuh anna hingga wanita itu menjerit kesakitan. "Keluar kamu, saya gak mau liat kamu lagi! Sekali lagi kamu masuk ke sini. Saya akan lebih parah memperlakukan kamu," ancam Jevano sembari menunjuk pintu ruangan dengan tatapannya yang begitu kesal. Tubuh anna gemetar turun melalui banyaknya anak tangga. Bi Ani yang melihatnya terkejut dan langsung memapah wanita itu masuk ke kamar. "Kok nyonya bisa kayak gini? Disiram sama Tuan Jevano?" tanyanya sembari membersihkan noda kopinya dengan pelan karena kulit yang mulai memerah. "Gak apa-apa kok Bi. Cuman barusan katanya terlalu panas aja, makanya Mas Jevano gak suka," jawab Anna. Bi Ani hanya menyimpulkan senyumannya. Padahal wanita paru baya itu tahu tentang pernikahan Anna dan tuannya, yang jelas pernikahan ini hanya menjadi jurang untuk Anna. Keesokan paginya, suara ketukan pintu terdengar begitu keras hingga Anna terbangun dengan tubuhnya yang kini cukup panas. Ia buka dengan tangan lemahnya, tenaganya bahkan hampir terkuras habis karena membereskan kamar yang sangat berdebu bersama Bi Ani kemarin, belum lagi dengan siraman kopi yang kini membuat tubuhnya terasa perih untuk memakai pakaian. "Ada apa Mas?" tanya Anna melirih. "Ada apa, Ada apa. Kamu harus tau diri dong, tinggal jangan cuman numpang doang di sini! Bantuin Bi Ani tuh bersih-bersih," suruh Jevano dengan nada tingginya. "Tapi badan anna lagi gak enak Mas. Nanti aja ya agak siangan," bujuk Anna pada suaminya. "Gak usah banyak alasan kamu, saya gak mau tau. Sekarang juga kamu harus pergi ke pasar, beli keperluan buat sebulan," ucap Jevano. Anna menjulurkan telapak tangannya. "Apa?" tanya Jevano. "Uangnya mana?" tanya Anna memintanya. Jevano memberikan kartu ATM nya, "di sini ada jatah dapur untuk 1 bulan." Anna hanya mengangguk, lalu bersiap dengan pakaian seadanya dan tubuhnya yang lemas itu. Tidak lupa wanita itu meminta Bi Ani untuk menuliskan apa saja yang harus dibelinya. "Mbak gimana kalau bibi aja yang belanja?" tanyanya. "Gak usah Bi. Bibi di rumah aja," tolak Anna. Setelah memastikan catatannya selesai, Anna pergi dengan taksi online yang dipesannya. Sesampainya di pasar, wanita itu mulai membeli beberapa sayuran dan lauk pauk. Sedangkan sabun dan lainnya akan ia beli di supermarket. Hari sudah mulai siang, terik matahari terasa menyorot penuh pada Anna yang kini membawa banyak barang di tangannya. Wanita itu menghela napasnya berat, "panas banget hari ini." Ia buru-buru masuk ke Supermarket untuk membeli barang yang lain. Bahkan keranjang supermarket saja akan penuh kembali. Bagaimana Anna yang bertubuh kecil itu membawa barang belanjaan ini semua? Berulang kali ia berhenti untuk membenahi kantong-kantong yang cukup banyak karena taksi yang dia pesan terparkir cukup jauh dari pintu masuk. Seseorang menahan tangannya, "mbak butuh bantuan?" tanyanya. Anna menoleh tersenyum padanya, "gak usah. Saya bisa kok." "Gak apa-apa Mbak! sini biar saya yang bawa beberapa," ucapnya sembari merebut kantong plastik dari tangan Anna. Anna tersenyum, "makasih Mas." "Sama-sama, yuk!" ajaknya diangguki oleh Anna dengan cepat. Wanita itu berjalan menuju parkiran, taksi online itu sudah menunggunya cukup lama. "Mbak kemana dulu sih lama banget!" protes supirnya. "Maaf Mas! Saya tadi kebanyakan bawa barangnya," ungkapku. "Alasan," timpal sang supir membuat Anna ikut kesal. Anna berbalik pada laki-laki yang membawa belanjaannya itu, "makasih ya Mas!" "Sama-sama," jawabnya dengan senyuman manis. Anna langsung masuk dan berjalan begitu saja. Ia hanya ucapkan rasa terima kasihnya setelah ditawari bantuan oleh orang lain. Laki-laki itu cukup manis dengan tubuh yang semampai hampir sama dengan suaminya. "loh iya Lupa nanyain namanya," ujar Anna menepuk jidatnya. "Udah lah gak bakal ketemu lagi ini," ucap Anna kembali. Sepanjang perjalanan, Anna memilih untuk tidur setelah berbelanja yang cukup lama dan juga kekurangan tidur karena semalam. "Lama banget kamu, abis darimana aja?" tanya Jevano.Jevano mendecak dengan senyuman remeh, "saya cuman memaafkan kamu dan istri kamu. Bukan berarti kontrak kerjasamanya akan saya lanjutkan," ucapnya lalu melenggang pergi. Anna hanya terdiam, ia juga tidak bisa lagi untuk meminta suaminya untuk kerjasama ulang dengan perusahaan itu. Wanita itu memilih diam, apalagi memang raut wajah suaminya sudah berubah, juga ia tidak mengerti dengan berbagai pekerjaan suaminya. Anna berbaring di kamarnya, sembari Jevano yang terus menemaninya seharian. Wanita itu mengulas senyumannya, "mas gak mau kemana-mana?" tanyanya. Jevano menggelengkan kepalanya, "mas mau jagain kamu di sini." "Mas gak usah khawatir, Anna udah baik-baik aja kok sekarang," ucap Anna. "Tapi Say-""Mas.... Anna baik kok," timpal Anna menyelanya. (Sekitar 4 bulan kemudian) Kandungan anna sudah mencapai akhir dan menuju persalinan, cukup membuatnya sedikit gugup sekarang. Tapi wanita itu tetap
Gio memberikan sebuah berkas kerjasama pada bapak pemilik rumah, "saya dimintai oleh Pak Jevano untuk menyampaikan hal ini pada bapak tentang kontrak kerjasama." "Maksudnya?" tanya bapaknya kebingungan. "Pak Jevano ingin membatalkan kontrak kerjasama dengan bapak," "Loh memangnya kenapa? Bukannya Pak jevano sendiri sudah menyetujuinya?" Gio mengangguk, "tapi sekarang Pak jevano ingin membatalkannya." "Dengan alasan apa?" tanya bapaknya. "Bapak bisa tanya sendiri sama istri dan anak bapak, apa yang sudah dia perbuat pada istri dan anak pak jevano. Kami permisi!" ucap Gio lalu kembali dengan pengacara perusahaannya itu. Di ruang tengah yang cukup besar itu, Bapak itu masuk dengan kesalnya lalu membanting berkas pada meja yang ada tepat di hadapan sang istri dan anaknya. "Ada apa ini Yah?" tanya ibunya. "Ada apa kamu bilang? Apa yang kamu lakukan sama istri dan anaknya Pak Jevano sampai dia ingin
Guru itu memberikan bukti rekaman cctv hingga sang ibu terdiam, begitupun dengan Anna yang melihatnya. "Saya meminta ibu dan anak ibu untuk meminta maaf ada Rezkiano dan ibunya hanya untuk sekedar menyadari kesalahan bukan untuk menurunkan harga diri," ucap Gurunya. Ibu itu berdiri, "saya tidak sudi meminta maaf sama wanita miskin ini." "Tapi Bu-" "Saya tau Anna itu istrinya Jevano, tapi ibu guru tau tidak? kalau ayah wanita ini adalah pemabuk berat, bahkan sampai masuk penjara karena membunuh besannya sendiri," gelagar Ibu itu lalu pergi begitu saja dengan anaknya. Anna mengepalkan tangannya, menahan emosi. Sedangkan gurunya itu hanya terdiam menatap Anna yang sudah kesal dengan ibu dari teman anaknya itu. "Bu anna tidak apa-apa?" tanya gurunya. Alih-alih menjawabnya, Anna malah meringis sembari memegangi perutnya yang buncit. Sontak Rezkiano mulai menangis melihatnya. Guru itu langsung memanggil ambula
Keesokan paginya, ketukan cukup keras pada pintu kamar Jevano membuat keduanya terbangun. Jevano membuka pintunya setelah memakai kaosnya kembali, "kenapa sih Rezki?" Sang anak dengan tangisannya itu langsung memeluk kaki ayahnya, "ayah, Rezki takut!" "Takut kenapa?" tanya Jevano sembari berjongkok menghadap anaknya, "kamu pasti mimpi buruk ya?" Rezki mengangguk, ia menjelaskan bahwa ia bermimpi jika ayah dan ibunya pergi meninggalkannya seorang diri. Ia hidup dalam rumah megah itu tanpa sosok siapapun yang menemaninya hingga ada seseorang yang mencarinya, mengejarnya untuk membunuhnya seperti laki-laki itu membunuh ayah dan ibunya. Jevano membawanya pada pelukan, ia elus punggung sang anak agar tenang, "udah ya! itu kan cuman mimpi. Jadi gak ada hubungannya sama dunia nyata, ibu sama ayah juga gak bakal kemana-mana. Rezki tenang aja ya!" Dengan sesenggukan, anak itu mengangguk mengiyakan. Hari sudah mulai siang, Rezkiano j
Jevano membantu istrinya untuk berdiri lalu menggandeng nya untuk masuk ke rumah. Rezkiano yang melihatnya itu menangis lalu menyusul kedua orang tuanya masuk dengan buku gambar dan alat gambar lainnya. Laki-laki itu berbisik pada istrinya, "tuh kan apa yang Mas bilang. Dia bakal ikut masuk kalau kamu masuk," ucapnya. Anna hanya mengangguk sembari mengangkat ibu jarinya pada sang suami. "Ibu....." rengek Rezkiano sembari menangis menghampiri ibunya yang baru saja duduk pada sofa ruang tengah. Sedangkan Jevano pergi masuk ke kamar untuk berganti pakaian. Anna mengusak rambut anaknya, tidak lupa mengusap sisa air mata anaknya itu, "kan tadi kata Ibu apa. Rezki gak nurut sih." "Maaf Ibu!" ungkapnya lalu memeluk Anna dengan eratnya. Anna mengulas senyuman, "udah.... Sekarang mending kamu mandi, nanti Ibu siapin baju tidurnya terus kita makan malam sama ayah." Rezkiano menggelengkan kepalanya, "Rezki gak mau makan sama ayah. Nan
Gio mengangguk, "ini hasilnya, Pak. Bisa bapak lihat," jawabnya sembari menunjukkan data pada tab-nya. Jevano mengerutkan keningnya fokus, ia melihat beberapa kejanggalan pada laporannya. "Ini kenapa bisa begini?" tanya Jevano menoleh kembali pada sekretarisnya, "waktu saya kemarin gak ke perusahaan ada yang terjadi atau ada yang mencurigakan gak? Kok kamu baru bilang sekarang?" Gio begitu gugup mendengarnya, apalagi sang atasan sudah nampak kesal dengan wajah kesalnya. "Sudah selidiki siapa yang buat data jadi berantakan kayak begini?" tanya Jevano. "Saya belum tau, Pak. Saya baru aja dapat laporan ini dari butik kemarin karena saya minta, terus laporan data dari pihak pemasaran juga baru 2 hari lalu," jawab Gio. Jevano mengangguk sembari memahami datanya, berhubung memang masih merasa janggal, laki-laki itu meminta sekretarisnya untuk mengadakan rapat dengan beberapa karyawannya. Hari sudah mulai siang, Jevano m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen