”Ayah, istirahat saja dulu. Biar ayah tidak kelelahan.” Ujarku, tanganku meraih lengan ayah dan membawa ayah ke kamar tamu.
Fan Yin mengikuti kami seperti anak kucing yang patuh. Lalu aku menoleh kepadanya.
”Apa kau juga harus ikut?”
”Apa salahnya, aku hanya ingin dekat dengan calon mertua saja.”
Aku memandang Fan Yin dengan mata melotot, ”calon mertua? Wah, kau percaya diri juga ya.”
”Tentu saja. Untuk mendapatkan putrinya sudah pasti harus mendapatkan hati ayahnya juga. Bukankah begitu paman?” Fan Yin melirik ayah. Mimik mukanya terlihat meyakinkan.
Ayah membalas Fan Yin dengan senyuman, ”Ya, itu benar. Aku suka dengan sikapmu yang berterus terang.”
Fan Yin tersenyum lebar hingga sudut mata dan bibirnya bergaris.
”Terima kasih, Paman. Tapi
Jelas sekali ia sedang cemburu, hampir saja aku tertawa melihat mimik wajahnya yang sedang merajuk itu. Ia terlihat sangat menggemaskan bila sedang cemberut.”Kau cemburu?” Aku memajukan wajahku ke depan mukanya, menelisik bola matanya itu.Zhou Tian menjauhkan wajahnya, ”tidak. Aku hanya merasa kesal saja. Sejak kapan Fan Yin menyukaimu, Nao?” Ia melirik.Aku menyandarkan kepalaku ke bahu Zhou Tian lalu kulingkarkan tanganku di lengannya.”Aku tidak tahu sejak kapan ia menyukai aku. Tapi, aku tahu ia memiliki perasaan terhadapku, saat aku secara tidak sengaja membaca jurnalnya. Dan sekarang ia terang-terangan mendekati aku.”Zhou Tian tak bergeming, pandangannya lurus ke depan. Bibirnya sedikit manyun. Entah apa yang tengah ia pikirkan, tapi dari raut wajahnya aku bisa menduga-duga kalau ia masih memikirkan kejadian tadi. Lalu, aku perla
Aku tidak pernah mengira Fan Yin akan mencintai Naomi juga. Sejak kapan ia menyukainya? Mengapa hatiku terasa sakit? Saat ia mencium Naomi tadi, ingin sekali aku membunuhnya detik itu juga. Aku tidak mau milikku disentuh orang lain sekali pun itu Fan Yin. Yah, aku harus bertanya kepada Fan Yin dan menegaskan posisinya. Hatiku seperti terbakar dan sangat sesak. Amarah yang tertahan justru semakin membuatku terbakar. Bantal yang tak bersalah itu menjadi sasaran kemarahanku. Patah hati. Sahabat baik yang sudah seperti adik bagiku, menusukku dari belakang. Setelah sejam bergelut dengan pikiran dan hatiku, aku keluar kamar dan mendapati mereka tengan asik berbincang. Naomi tersenyum saat melihat aku, tapi Fan Yin diam saja. Tidak seperti biasanya suka mengganggu. Aura kecanggungan ini membuat aku tidak nyaman. ”Hmm, Fan Yin bukankah ada berkas yang ingin kau laporkan kepada
Hampir seminggu Ayah ada di sini. Pagi ini ia akan kembali pulang. Tiba-tiba saja aku merasa hampa. Aku masih merindukannya. Aku ingin ikut Ayah pulang, tapi mengingat statusku pendatang ilegal, tidak mungkin aku bisa pulang tanpa melewati imigrasi. Ayah menyarankan aku untuk melapor ke Embassy mungkin akan butuh waktu yang cukup lama. ”Kau yakin tidak ikut?” tanya Ayah sekali lagi. ”Ayah duluan saja. Nanti kalau semuanya sudah beres dan permohonan aku disetujui, aku akan menyusul Ayah,” Sahutku. Ayah tersenyum dan matanya mulai berair, ”Ayah menyayangimu, Nak.” Kemudian Ayah memelukku dan mengecup keningku. Kupeluk dengan erat seolah tak ingin berpisah. ”Maafkan aku, Ayah. Aku tidak bisa mengantar Ayah ke bandara.” Air mataku mengalir deras. Serasa sesak di dada, semakin kurangkul kuat-kuat tubuhnya yang mulai tampak kurus. &n
Ponselku berkali-kali berdering. Aku tahu itu pasti Zhou Tian. Mungkin dia sudah menyadari aku yang pergi. Ingin sekali aku menjawab panggilan itu, mendengar suaranya sekali lagi. Tetapi aku takut. Takut akan membatalkan niatku dan kembali kepadanya. Ayah Zhou Tian bahkan menyuruh anak buahnya mengawasi aku. Memastikan aku meninggalkan negara ini. ”Apakah ini akan aman?” tanyaku kepada pria berbaju hitam itu. ”Ya, kau tenang saja. Yang di tanganmu itu paspor asli.” Sahutnya datar. Kupandangi Visa dan Paspor yang di tanganku, ”asli? Tapi bagaimana bisa kalian mendapatkannya?” ”Nona, Tuanku memiliki banyak koneksi di birokrasi. Ia tidak perlu bersusah payah mendapatkan itu. Kau hanya perlu pulang kembali ke rumahmu menyusul ayahmu. Aku yakin ia pasti akan senang melihat kau kembali.” Aku diam seribu bahasa melihat keluar jendela mobil. Aku masih ingin berlama-lama d
Di luar sana ayah Zhou Tian berdiri berkacak pinggang dan berteriak keras. Juga beberapa pria kekar berdiri di sampingnya. Wajahnya merah padam dengan sorot mata yang membara. Satu hal yang kutahu pasti, itu karena aku.”Zhou Tian!” Teriak Tuan Zhou Yuan keras.Aku begitu ketakutan melihat tuan Zhou Yuan. Takut Dengan ancamannya pagi tadi. Sekarang pria tua itu pasti sangat marah mengetahui aku masih berada di sini dan bersama putranya. Zhou Tian memandang ayahnya dengan tajam dari balik kaca. Jua aku melihat amarah yang sama di matanya. Apa yang akan terjadi dengan ayah dan anak ini. Rasa bersalah menyelimutiku.”Tian-tian, apa yang harus kita lakukan? Ayahmu terlihat sangat marah. Aku tidak mau kau dan ayahmu bertengkar hanya karena aku.” Kugenggam erat-erat tangannya.”Tunggu di sini dan jangan keluar. Tetaplah di dalam. Aku akan mengatasinya.” Zhou Tian m
Kemudian ia mulai melancarkan aksinya lebih liar lagi. Mengelus perlahan-lahan kulitku yang pori-porinya melebar akibat sentuhan lembut darinya. Dunia serasa milik berdua, hanya ada aku dan dirinya. Saling melengkapi, saling melepaskan hasrat, pada akhirnya saling kelelahan dan tersenyum puas ketika sesuatu yang membara itu terlampiaskan.”Tian-tian,” kupandangi wajahnya.”Hmm,” Ia melirikku dengan sebelah mata yang tertutup.”Bisakah kau tidak bertengkar dengan ayahmu lagi? Kau tahu, aku mengerti mengapa beliau begitu membenci aku. Ia seorang ayah, walaupun cara yang ia lakukan terkadang menyebalkan. Dia sangat menyayangimu. Aku bisa melihat itu dari matanya. Saat ia menatapmu ada kasih sayang di sana. Darah lebih kental dari air. Hubungan keluarga tidak bisa diputuskan.”Ia terdiam menatap langit-langit kamar. Aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan dalam kepa
Ia berjalan dengan percaya diri, senyuman licik dan jahat menghiasi wajahnya itu. Ia hanya sendiri, tetapi sedikit unggul sebab ia menggunakan senjata. Mataku mulai berair dan perih. Untuk apa dia datang kemari dan menghabisi semua anak buah Zhou Tian? ”Halo sayangku, merindukan aku, heh?” ia terkekeh. Aku benci mendengar suaranya itu. Melihatnya saja aku sudah muak. ”K-kau, mengapa datang kemari? Apa itu di tanganmu? Kau ingin membunuhku?” suaraku bergetar. Ia semakin mendekati aku, membuat aku terus mundur. Hingga tersudut di tembok dingin itu. Terpojok dan tak ada celah. ”Aku ingin bersenang-senang denganmu. Mengapa kau menghindar, sayang.” ia berbicara tepat di sebelah telingaku. Aroma tembakau dan cengkeh mencuat dari jaket kulitnya. Membuat aku sedikit pusing. Aku tidak suka aroma itu. ”Tian-tia
Kepalaku semakin pusing, bau anyir yang semakin menyengat seakan membiusku. Langit-langit kamar terlihat berputar-putar. Pandanganku mulai kabur dan sedikit berkunang-kunang. Inginku tak sadarkan diri, agar aku tidak bisa melihat kubangan darah itu. Aku meringkuk di bawah selimut, menutupi diriku yang kalut. Bahkan kain sprei pun ikut berwarna merah terkena darah yang menempel di kulitku. Sebuah suara terdengar memanggil namaku. Juga derap beberapa langkah kaki berkejaran di atas lantai. Aku mengenali suara itu. ”Naomi!” Selimut yang menyembunyikan aku tersingkap. Zhou Tian ada di depanku. Raut wajahnya terlihat kelam. Aku melompat ke dalam pelukannya. Menangis keras-keras menumpahkan semua sesak dan kecemasanku. ”Kau baik-baik saja? Maafkan aku. Seharusnya aku tidak meninggalkanmu sendiri.” Ia membelai kepalaku dan mengecup keningku. ”Aku