Share

7. Bukan Rahasia

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 20:06:07

[Sebastian Leclerc: Boleh aku nyusul ke sana?]

[Sebastian Leclerc: Karena kau lama tidak menjawab, aku anggap itu iya.]

Elian menggenggam erat ponselnya. Bahkan dia melakukan itu dengan dua tangan, seolah mau membelah benda persegi panjang dan pipih itu jadi dua bagian. Tapi, itu jelas percuma.

Sebastian sudah terlihat berjalan melintasi padang, dengan latar belakang helikopter. Rambut pendek lelaki itu bahkan ikut tertiup angin dari baling-baling.

"Bonjour," sapa Sebastian dengan senyum lebar. "Aku harap aku tidak mengganggu."

"Tentu saja tidak." Pierre tentu akan menggeleng, bahkan menyambut Sebastian yang baru datang itu dengan tangan terbuka. "Apa kau pacarnya Elian."

"Bukan."

"Oh, senang disebut begitu."

Balasan dari Elian dan Sebastian datang nyaris bersamaan. Membuat si tua Pierre sedikit bingung, bahkan melirik dua orang muda di depannya secara bergantian.

"Mungkin kita semua harus duduk dulu." Pada akhirnya, Pierre memutuskan untuk menjamu Sebastian juga. "Kebetulan aku punya banyak roti dan selai. Itu pun kalau kau tidak masalah."

"Tentu saja tidak ada masalah," balas Sebastian dengan segera mengambil tempat duduk di sebelah Elian. "Aku suka roti selai."

Elian tidak bilang apa-apa, tapi dia melirik lelaki di sebelahnya itu dengan tatapan kesal. Sebenarnya sih mau dipukuli juga, tapi Pierre tidak terlalu suka dengan kekerasan. Mau menginjak kaki di bawah meja juga, terlalu kelihatan. Alhasil Elian hanya bisa melirik.

"Jadi kau benar pacar Elian?" tanya Pierre menatap Sebastian dengan senyum penuh pengharapan.

"Pierre, tolong jangan seperti itu." Elian langsung menegur. "Dia hanya rekan kerja lelaki."

"Tapi sebenarnya aku sudah pernah mengajak Elian pacaran." Sayangnya, Sebastian malah mengatakan apa yang terjadi. "Belum diterima sih, tapi aku berharap kau bisa membujuknya."

"Oh, tapi omong-omong." Sebastian menjeda sebentar, untuk menatap pria tua di depannya dengan lebih baik. "Apa kau ayahnya Elian?"

"Kalau yang kau tanya itu adalah ayah biologis, sayangnya bukan." Pierre menggeleng pelan. "Tapi aku sudah menganggap Elian seperti anak sendiri."

Sebastian hanya mengangguk pelan dengan kening yang sedikit berkerut. Terlihat seperti lagi berpikir dan itu membuat Elian tidak suka.

"Jangan memikirkan hal aneh," tegur Elian dengan tatapan menyipit.

"Sama sekali tidak ada yang aneh," jawab Sebastian dengan kedua bahu terangkat.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan," hardik Elian kini melotot. "Dan jangan coba-coba bilang apa pun itu pada Pierre."

"Oh, namamu Pierre?" tanya Sebastian dengan cepat beralih pada pria di depannya. "Aku Sebastian. Sebastian Leclerc dan maaf aku lupa memperkenalkan diri."

"Sama sekali tidak masalah anak muda." Pierre tentu saja akan dengan senang hati menjabat tangan lelaki muda di depannya yang terulur sopan. "Namaku Pierre Martin."

"Sekali lagi maaf Sir Martin." Sebastian terlihat tulus. "Duniaku selalu teralihkan saat melihat Elian, jadi aku harap kau maklum."

"Hei." Elian tentu saja akan protes, karena lelaki yang duduk di sebelahnya itu sedang gombal.

"Berhenti melakukan hal aneh. Aku ini laki-laki loh," lanjut Elian dengan kedua alis yang terangkat. "Sadarlah sedikit dari pikiran anehmu itu."

Sebastian tidak membalas, tapi dia memiringkan kepala seolah sedang berpikir. Bahkan keningnya berkerut, menatap Elian seolah ada yang salah dengan kalimat barusan.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi aku rasa kalian pasangan yang serasi." Pierre menginterupsi. "Lagi pula, tidak semua yang terlihat itu asli."

"Pierre." Elian kembali menegur pria tua itu, bahkan kali ini sampai melotot. "Tidak usah membicarakan hal yang aneh seperti itu."

"Bagiku itu tidak aneh." Sayangnya, Pierre tidak setuju dengan anak asuhnya. "Kalian benar serasi, walau kau mungkin tidak tahu apa yang lelaki ini punya dan berguna untukmu."

"Terima kasih. Aku senang ada yang bilang aku berguna." Sebastian tersenyum lebar pada pria yang baru saja bicara itu. "Aku akan coba untuk jadi orang yang jauh lebih berguna lagi. Bukan hanya untuk Elian, tapi untuk semua orang juga."

"Tidak perlu untuk semua orang, Nak." Pierre menggeleng pelan. "Tidak semua orang perlu orang baik sepertimu, tapi itu niat yang baik sekali. Semoga Tuhan memberkati niat baikmu."

"Nah, sekarang aku perlu pergi minum obat dulu." Pierre tiba-tiba saja berdiri, walau gerakannya cukup lambat. "Sementara itu, mungkin kalian bisa bicara berdua saja."

Elian langsung memutar bola matanya. Dia jelas sekali tidak mau ditinggal berdua saja dengan Sebastian, tapi Pierre melarangnya untuk mengekor. Alhasil, dia hanya bisa menatap langkah pria tua itu.

"Aku sebenarnya tidak tahu ada apa, tapi sepertinya kau punya banyak masalah." Tiba-tiba saja, Sebastian berbicara setelah hanya ada dia dan Elian saja.

"Kalau kau tahu, jangan membuat masalahku tambah banyak," balas Elian memilih makan roti saja.

"Padahal aku berusaha kasih solusi." Sebastian ikut makan roti, tapi terlebih dulu mengolesi dengan selai. "Aku juga tahu apa yang kau sembunyikan, jadi kenapa terus menolakku?"

"Apa yang kau maksud?" tanya Elian dengan mata melotot.

"Aku tahu kau, Eli. Siapa kau sebenarnya, aku tahu itu," jawab Sebastian menatap Elian dengan kening berkerut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   11. Pasangan Menjijikkan

    Mata Elian tampak membesar, dengar rahang yang mengetat karena dia menggertakkan gigi dengan keras. Belum lagi kedua tangan yang mengepal erat, walau salah satunya memegang pulpen. Mata besar itu, kemudian melirik benda yang teronggok di atas mejanya. Sebatang cokelat yang sudah dimakan setengahnya dan tentu saja itu adalah pemberian Sebastian tadi. "Dasar sialan," desis Elian pelan. "Kenapa juga pada akhirnya aku terima benda sialan ini," lanjutnya malah mendorong batangan cokelat itu menjauh darinya. "Maaf, tapi apa ada yang salah?" Elian mendongak menatap perempuan yang memegang map di depannya. Hal yang membuatnya sadar kalau sekarang dia sedang bekerja dengan serius. "Tidak ada." Elian berdehem pelan, seraya menyugar pelan rambut super pendeknya. "Aku hanya menggerutu karena kesalahanku sendiri." "Memangnya Eli bisa bikin kesalahan?" tanya perempuan tadi dengan senyum tertahan. "Selain bos Ariana, kau itu masih termasuk orang yang perfeksionis loh. Tapi rambut yang sed

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   10. Berikan Semua Hartamu

    "Hei, jangan cemberut begitu dong," ucap Sebastian menengok ke arah kursi penumpang di sebelahnya. "Bukan aku loh yang bikin kau di-cancel sama taksi online sampai berulang kali." Elian yang duduk di kursi penumpang itu mendengus keras. Dia benar-benar tidak habis pikir, dengan aplikasi taksi online yang sejak tadi tidak mau menerima orderannya. Sudah lima kali cancel dari dua aplikasi yang berbeda dan sekarang dia mau tidak mau menerima tawaran menumpang Sebastian. "Apa ada yang eror dengan aplikasinya ya?" gumam Elian menatap ponselnya dengan kening berkerut, mencoba melihat apa yang salah. "Mau eror atau bukan, kau jadi menghemat ongkos kan?" tanya Sebastian yang sekarang lebih fokus pada jalanan di depannya. "Bonusnya, aku sekarang akan tahu kau tinggal di mana." "Kalau begitu, turunkan saja aku di sini." Elian langsung mengambil keputusan secepat kilat, bahkan langsung melepas sabuk pengaman yang dia pakai. "Loh, bukannya rumahmu masih jauh?" tanya Sebastian terlihat b

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   9. Sopir Pribadi

    Elian menatap selembar foto yang terlihat lusuh. Sebagian dari foto itu sudah terbakar, tapi dia tahu siapa yang ada dalam foto itu. Hal yang membuat Elian menatap foto yang sudah nyaris tidak terlihat apa pun itu dengan sendu. "Kau datang lebih cepat ya." "Akhirnya kau datang juga." Elian dengan cepat menyimpan foto lusuh itu ke dalam tas laptop-nya. "Aku sudah pegal menunggumu, Ariana." "Mungkin kau yang aneh." Ariana tentu saja akan protes. "Ini adalah kantormu juga dan kau ada ruangan sendiri, jadi kenapa malah menunggu di lobi dan sambil berdiri menatap barang lusuh tidak jelas?" "Itu tadi barang berharga untukku," jawab Elian mengikuti langkah atasannya dengan santai. "Lagi pula, aku langsung ke sini dan tidak pulang ke rumah. Aku tidak bawa kunci ruanganmu." "Kau tidak bawa kunci ruanganku?" tanya Ariana yang segera menoleh menatap Elian dengan sebelah alis terangkat, sebelum naik lift. "Apa kau yakin kau itu asistenku?" "Aku asistenmu, tapi aku tidak ada uang lagi u

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   8. Berhenti Berbohong

    Elian menatap lelaki yang duduk di sebelahnya dengan kening berkerut. Itu sudah dia lakukan agak lama, sampai Sebastian jadi ikut mengerutkan kening. Biar bagaimana, adu tatap itu rasanya tidak nyaman. "Maaf menunggu lama." Tiba-tiba saja Pierre muncul dan membuat dua orang yang saling tatap itu langsung menoleh. Lebih tepatnya, Elian yang langsung menoleh dan itu membuat Sebastian tersenyum. "Apa aku mengganggu?" tanya Pierre dengan kedua alis yang terangkat. "Sama sekali tidak." Elian dengan cepat menggeleng dan langsung beranjak dari duduknya. "Kenapa kau malah berdiri?" tanya Sebastian dengan sebelah alis yang terangkat. "Tadinya aku mau bermalam, tapi sepertinya tidak bisa." Elian menjelaskan pada pemilik rumah. "Aku harus pulang dan kerja lagi." "Oh, sayang sekali." Pierre langsung terlihat kecewa. "Padahal aku mau ngobrol lama denganmu." "Kalau kau buru-buru pulang karena aku." Tiba-tiba saja Sebastian ikut berdiri. "Biar aku saja yang pulang." "Ini tidak ada

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   7. Bukan Rahasia

    [Sebastian Leclerc: Boleh aku nyusul ke sana?][Sebastian Leclerc: Karena kau lama tidak menjawab, aku anggap itu iya.]Elian menggenggam erat ponselnya. Bahkan dia melakukan itu dengan dua tangan, seolah mau membelah benda persegi panjang dan pipih itu jadi dua bagian. Tapi, itu jelas percuma.Sebastian sudah terlihat berjalan melintasi padang, dengan latar belakang helikopter. Rambut pendek lelaki itu bahkan ikut tertiup angin dari baling-baling."Bonjour," sapa Sebastian dengan senyum lebar. "Aku harap aku tidak mengganggu.""Tentu saja tidak." Pierre tentu akan menggeleng, bahkan menyambut Sebastian yang baru datang itu dengan tangan terbuka. "Apa kau pacarnya Elian.""Bukan.""Oh, senang disebut begitu."Balasan dari Elian dan Sebastian datang nyaris bersamaan. Membuat si tua Pierre sedikit bingung, bahkan melirik dua orang muda di depannya secara bergantian."Mungkin kita semua harus duduk dulu." Pada akhirnya, Pierre memutuskan untuk menjamu Sebastian juga. "Kebetulan

  • Lelaki Itu, Perempuan yang Kunikahi   6. Malaikat Penolong

    "Aku mau cuti." Elian mengatakan hal itu dengan ponsel yang menempel di telinga."Kau bilang apa?" Suara teriakan yang cukup keras, terdengar dari ponsel."Aku mau mengambil cuti, Ariana." Elian memperjelas apa yang dia ucapkan tadi. "Setelah dua tahun lebih bekerja tanpa cuti, sekarang aku mau cuti.""Tapi tidak lama kan?" tanya Ariana terdengar agak panik."Hanya satu atau dua hari saja. Belum pasti, tapi tidak lama dan maaf karena tiba-tiba." Elian tidak lupa menambah kata maaf itu. "Aku butuh waktu sendiri.""Ya sudahlah." Suara embusan napas terdengar cukup keras dari sambungan telepon. "Tapi aku beneran tidak bisa memberi cuti lama, karena belakangan ini aku gampang sekali capek.""Itu karena hormon ibu hamil dan aku bisa mengerti." Elian mengangguk pelan. "Aku usahakan semua selesai paling lama dua hari.""Oh, jangan lupa kasih tahu aku kau mau ke mana." Ariana menambahkan sebelum menutup telepon. "Siapa tahu aku tiba-tiba perlu bantuanmu, jadi bisa langsung kirim heli

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status