Bagi Raymond Rudiart, kencan buta satu malam di Bali hanyalah untuk satu malam itu saja. Tapi bagi Sherly Agatha, kencan semalam itu telah mengubah hidupnya untuk selamanya. Sherly hamil tanpa tahu identitas laki-laki yang menebar benih dalam rahimnya. Semenjak itulah kehidupannya yang manis langsung berubah pahit. Sherly diusir dari rumah dan terpaksa membesarkan buah hatinya itu seorang diri. Tiga tahun kemudian Sheina, kakaknya datang dan berniat untuk mengadopsi anak Sherly agar Sherly dan anaknya bisa kembali punya kehidupan yang layak. Merasa sangat tersinggung dengan niatan sang kakak, Sherly pun bertekad untuk sukses agar bisa memberikan tamparan balik ke keluarganya. Berbekal prestasinya selama kuliah, Sherly pun diterima di sebuah perusahaan besar. Ternyata CEO perusahaan itu adalah Raymond Rudiart. Apakah Sherly akan meminta Raymond untuk menikahinya?
Lihat lebih banyak“Happy New Year…!” Sherly mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, yang disusul oleh teman-temannya hingga gelas-gelas itu beradu dan membunyikan dentingan kecil.
“Cheeerrrsss…!” Sorak mereka sebelum menenggak minuman beralkohol itu secara bersamaan.
“Sher…! Gue ke sana sebentar, ya…!” ujar Bianka pada Sherly. Suara dentuman musik yang keras mengharuskan mereka bicara sambil teriak.
“Hah?”
“Gue mau ke sana se-ben-tar…!” ulang Bianka sambil mengeja setiap kalimatnya agar lebih mudah dimengerti oleh Sherly.
“Oh, oke!” Sherly mengacungkan jempolnya lantas kembali masuk ke kerumunan, ikut berjingkrakkan dengan orang-orang yang sedang menikmati pesta tahu baru di pinggir pantai Bali itu.
Namanya Sherly Agatha Siregar, keturunan campuran Medan-Jawa yang menetap di Jakarta. Umurnya 22 tahun, ia baru saja menyelesaikan sidang komprehensif untuk gelar sarjananya. Untuk merayakan keberhasilan itu, Sherly merayakannya di Bali bersama Bianka dan beberapa teman di kampusnya, kebetulan momennya bertepatan dengan tahun baru.
“Minumannya mau gue tambahin?” ujar seorang pria bercelana pendek yang tiba-tiba datang dari balik punggung Sherly.
“Hah? Apa? Sorry, gue nggak dengar…!” balas Sherly.
Pria itu memberi kode dengan mengangkat botol minuman yang ia bawa.
“Oh, boleh.” Sherly menyodorkan gelasnya kemudian mengucapkan terima kasih setelah diisi oleh pria itu.
“Cheers…!” Pria itu meneguk minuman dari botol yang digenggamnya, sementara Sherly menyesap gelasnya kembali. Sejenak Sherly memerhatikan wajah pria itu, ia tidak mengenali, tapi mungkin pria itu salah seorang dari rombongan mereka. Sherly memang terkenal cuek di kampus sehingga tidak terlalu mengenal banyak orang. Bahkan nama presiden mahasiswa di kampusnya saja ia tidak tahu.
“Mau dansa, nggak?” ujar pria itu lagi setengah berteriak.
“Hah?”
Karena Sherly tidak mendengar dengan jelas, pria itu pun berinisiatif membisikkannya di telinga Sherly. “Would you like to dance together?”
Tiba-tiba darah Sherly berdesir, bagian telinga belakang ternyata adalah salah satu bagian sensitive di tubuhnya. Tapi Sherly yang belum mengerti dengan hal itu justru tersenyum mengikuti pertumbuhan hormon di tubuhnya. “Let’s do it!” Sherly melingkarkan tangannya di leher pria itu.
Alunan musik berubah romantis, orang-orang yang tadi berjingkrakkan mulai mencari pasangan untuk melakukan tarian ringan ke kiri dan kanan. Sherly menatap patner dansanya itu. “Tampan,” desisnya sambil menggigit sudut bibirnya sendiri.
“What?” Pria itu menaikkan alisnya, meminta Sherly mengulangi ucapannya karena tidak jelas di pendengarannya.
Sherly tersenyum kecil. “Gue Sherly. Nama lo siapa?” tanya Sherly.
Pria itu justru mengurai tawa kecil. “Pernah dengar tentang one night stand, nggak?”
“One night stand?”
“Ya, sebuah romansa satu malam. Ciptakan satu malam yang indah, dengan orang yang indah, di tempat yang indah. Hanya untuk malam ini, hanya di tempat ini. Setelah itu, lupakan. Kamu mau?”
Sherly mengerutkan dahinya, tapi ucapan laki-laki itu yang lembut ditambah tatapannya yang hangat cukup membius Sherly. Tawaran kencan satu malam itu terdengar menantang sekaligus menarik baginya. “Let me try,” gumam Sherly dengan senyuman khasnya.
Pria itu balas tersenyum dan semakin merapatkan rangkulannya di pinggang Sherly. “Kamu cantik sekali malam ini,” bisik pria itu lagi, bisikan yang membuat Sherly candu.
“You look so handsome too,” balas Sherly, dengan berbisik juga di telinga lelaki itu. Aksi bisik berbisik itu ternyata terus berlanjut sepanjang tarian kecil yang mereka lakukan.
Tiba-tiba kembang api melayang ke angkasa, menciptakan kerlipan cahaya yang indah. Saat Sherly sedang memandangi pertunjukan kembang api, lelaki itu justru menempelkan bibirnya di leher Sherly. Tubuh Sherly spontan bereaksi, ia tersentak, tapi beberapa detik berselang seolah menginginkannya lagi. Sherly menggigit sudut bibirnya, menahan sesuatu yang bergejolak dalam tubuhnya, yang masih belum ia mengerti.
Tapi laki-laki itu tampak sangat mengerti. Ia menarik lengan Sherly memasuki villa tepi pantai itu, villa tempat Sherly dan teman-temannya menginap. Sherly terkejut melihat orang berpasang-pasangan memenuhi sudut villa itu, mereka saling berpagutan. Tapi si laki-laki seolah tidak memberi Sherly waktu untuk mengamati pemandangan itu lebih lama, ia menarik lengan Sherly dengan lembut memasuki sebuah kamar.
Pria itu mendorong tubuh Sherly pelan hingga terduduk di atas tempat tidur. “Grape or banana, kamu suka yang mana?” tanya pria itu sambil menanggalkan kancing kemeja putihnya.
“Maybe … ba-ba-“ Tiba-tiba mata Sherly melotot melihat apa yang tersaji di hadapannya, belum sempat berteriak, bibirnya sudah dibungkam oleh sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
“Just do it, Baby!” bisik pria itu lagi dengan suaranya yang terdengar semakin berat.
***
“Sher… Sherly!”
Sherly terbangun setelah pipinya ditepuk berkali-kali oleh Bianka. Saat terbangun, Sherly langsung terkejut saat melihat tubuh polosnya yang hanya dibaluti selimut. “Aaaa…!”
“Woi, Sher! Are you okay?” tanya Bianka yang tampak khawatir.
Sherly langsung mengusap dahinya sambil mengingat apa yang ia lakukan tadi malam. Wajah pria itu masih melekat di ingatannya, seperti pangeran dalam mimpi, tapi jika melihat kondisinya pagi itu, sepertinya yang dialaminya tadi malam bukan mimpi. “Sepertinya gue nggak okay,” desis Sherly.
“Gue juga mikir gitu,” ucap Bianka. “Gue nyariin lo kemana-mana semalam, tau-taunya lo malah di sini.”
Sherly masih bengong.
“Lo ceroboh banget tahu, nggak. Lo tidur di kamar Inez, untung aja si Inez nggak tidur di sini semalam. Lo habis ngelakuin apa semalam, Sher?” Bianka terus menginterogasi sambil mengedarkan pandangannya ke seisi kamar yang berantakan. “Kayaknya pertanyaan gue salah, deh,” desis Bianka begitu melihat pakaian Sherly berserakan di lantai. “Lo habis tidur sama siapa, Sher?”
“Gue … Gue nggak tahu,” desis Sherly yang merasa masih berada di ambang batas kesadaran.
“Kok bisa nggak tahu, sih, Sher? Sama Riko, ya? Atau Abi?”
“Bukan,” jawab Sherly. Ia tahu pasti laki-laki yang bersamanya tadi malam bukanlah salah satu dari nama yang disebutkan oleh Bianka barusan.
“Trus, siapa?”
Sherly kembali mengusap dahinya. “Asli gue nggak tahu, Bi.”
“Kok bisa, sih? Trus kalau terjadi sesuatu setelah ini lo mau minta pertanggung-jawaban ke siapa?”
Napas Sherly tercekat begitu mendengar kalimat Bianka. Ia sama sekali tidak terpikirkan tentang sebuah pertanggungjawaban. Ia hanya teringat sebaris kalimat pria itu tadi malam. Sherly menghela napas dalam-dalam lantas menghembuskannya secara perlahan. “Bi, lo pernah dengar soal one night stand, nggak?”
Bianka mengerutkan dahinya. “Hubungan satu malam?”
“Nah, itu.” Sherly menjentikkan jarinya. “Hanya satu malam, yang artinya setelah ini dan ke depannya kita nggak perlu ngebahas soal itu lagi. Okay?”
“Hah?” Bianka melongo, selama empat tahun mengenal Sherly, menurutnya Sherly adalah temannya yang paling polos. Bahkan untuk liburan ke Bali saja, Sherly harus menyiapkan seribu satu alasan ke orang tuanya. Terang saja Bianka melongo begitu mendengar Sherly bicara soal ‘one night stand’, seolah sudah sangat paham dengan istilah itu.
"Apa kamu mau menikah dengan saya, Sherly?"Uhukk! Uhuk! Sherly langsung terbatuk mendengar pertanyaan itu dari mulut sang CEO. Bergegas ia menyeruput minuman yang ada di sebelahnya, karena grogi, Sherly malah jadi meminum minuman Raymond. Raymond langsung tersenyum melihat hal itu."Katanya nggak mau minum di bekas bibir saya, eh ujung-ujungnya minuman saya diembat juga," sindir Raymond.Muka Sherly langsung berubah jadi merah padam. "So-sorry, saya nggak sengaja," ucap Sherly tergagap. "Lagian bapak juga, sih. Ngaco banget ngomongnya!""Saya yang ngaco atau kamu yang grogi?" Raymond menatap sambil menaikkan sebelah alisnya. Dari jarak yang dekat itu, tatapan Raymond terlihat amat memabukkan. Namun Sherly buru-buru mengalihkan wajahnya."Pokoknya Bapak ngaco! Masa tiba-tiba ngajak nikah kayak gitu?""Hahaha." Raymond tertawa, Sherly menatap curiga pada laki-laki itu."Kamu pikir saya emang serius ngajak kamu nikah, hah? Ya enggaklah. Saya hanya me
"Terserah Oma saja. Silakan Oma yang atur sendiri," rajuk Raymond. Setelah berkata demikian, ia langsung ke luar dari kediaman Oma Kenanga.Sherly terbelalak mendengar jawaban Raymond yang tanpa perlawanan itu. Terserah Oma? Apa itu artinya Raymond menerima perjodohan tersebut?"Sherly! Cepat!"Sherly tersentak mendengar teriakan si bos dari luar. Setelah membungkukkan badan pada Oma Kenanga dan Bella, Sherly pun bergegas menyusul Raymond.Begitu Sherly masuk ke mobil, Raymond langsung tancap, tidak kalah ngebut dengan kecepatannya saat menuju kediaman Oma Kenanga tadi."Ki-kita mau ke mana, Pak?" tanya Sherly yang terhuyung-huyung dalam mobil itu."Ketemu klien," jawab Raymond dingin."Tapi kan semua agenda hari ini sudah dicancel, Pak."Tittttt....!Raymond menginjak rem secara mendadak. Sherly benar-benar dibuat jantungan. Mobil itu menepi ke pinggir jalan, dekat jembatan. Ada bapak-bapak pedagang yang menjual minuman kaleng. Raymond t
Sherly dan Raymond sudah berada di dalam mobil, hendak menuju lokasi untuk bertemu dengan kliennya. Seperti biasa, Raymond yang menyetir. Sementara Sherly di sebelahnya sibuk membaca susunan agenda hari itu.“… Sore nanti, pukul setengah empat ada konferensi pers dengan media, launching produk terbaru RR Tech-““Agenda konferensi per situ kamu undur saja jadi malam. Soalnya saya nggak yakin bisa terkejar sore,” potong Raymond.“Kalau malam saya tidak bisa, Pak. Gimana kalau diundur sampai besok pagi saja, Pak?”Raymond langsung mendelik pada wanita yang duduk di sebelahnya itu. “Di sini yang bos adalah saya, ya. Saya yang berhak ngatur kamu, bukan kamu yang malah ngatur saya!” tandas Raymond.“Tapi saya benaran nggak bisa kalau malam, Pak. Kecuali kalau Bapak mau menghadiri acara konferensi pers itu tanpa saya ya silakan,” terang Raymond.“Kamu ini lancang sekali, ya! S
Sherly diam sejenak, ia tahu sikapnya sudah keterlaluan pada kakak dan ibunya itu. Tapi Sherly bersikap demikian juga karena rasa sakit hati yang ia tanggung selama tiga tahun ini. Sherly pun akhirnya bangkit berdiri. “Ya, sudah, silakan pergi. Tau pintu ke luar sebelah mana, kan?” ucap Sherly ketus.“Benar-benar tidak punya hati kamu, Dek!” hujat Sheina yang turut emosi melihat sikap adiknya yang kasar itu. Ia pun bangkit berdiri bersama sang mama yang tampak sudah berlinangan air mata.“Sheina, sebelum mama pulang, bolehkah Mama melihat wajah cucu mama dulu?” pinta Mama Rita.“Anakku bukanlah cucu Mama. Anakku tidak punya Nenek, tidak punya Kakek, tidak punya Tante, tidak punya Ayah. Anakku hanya memiliki aku seorang sebagai ibunya,” tandas Sherly perih.Sheina semakin kesal mendengar kalimat yang terucap di mulut adiknya itu. “Sudahlah, Ma. Tidak usah kita pedulikan orang yang keras kepala seperti d
Sherly benar-benar kesal dengan ajakan Raymond. Berani-beraninya Raymond memberikan tawaran kencan satu malam lagi padanya. Tidak puaskah Raymond menghancurkan hidup Sherly dengan kencan satu malam pada tiga tahun silam? Sherly semakin yakin bahwa Raymond memanglah laki-laki hidung belang. Ia pasti sudah sering meniduri banyak perempuan. Pantas saja Raymond tidak ingat bahwa Sherly adalah salah satu perempuan yang pernah tidur dengannya.“Lupakan ayahmu, itu! Dia nggak cocok jadi ayah buat kamu! Kamu adalah anak mama, hanya anak mama!” ucap Sherly saat menjemput Bryan di tempat penitipan anak. Dia terpaksa pulang jalan kaki karena uangnya sudah habis untuk ongkos taksi.Di tengah perjalanan, hak sepatunya patah. Maka terpaksalah Sherly menjinjing sepatu itu dan berjalan tanpa alas kaki. Untunglah hari sudah malam hingga aspal tidak terlalu dingin lagi. Dengan Bryan dalam gendongannya, Sherly sesekali menatap langit malam itu. Ada begitu banyak bintang di la
Raymond melepaskan jemari Sherly yang menggenggam lengannya. “Tidak bisa Sherly. Ini kita sudah terlambat. Nanti saja cari toilet di hotelnya. Lagian salah kamu juga, siapa suruh masukin obat pencahar ke minuman saya.”Raymond terus mengoceh, hingga tiba-tiba …Prutt…! Brruutt…!Raymond terbelalak mendengar suara yang diiringi aroma tidak sedap itu. Ia menghadap Sherly sambil melotot.“Maaf, Pak. Saya tidak tahan,” lirih Sherly, matanya sayu karena menahan kesakitan sedari tadi.“Aishhh…!” Raymond langsung menepikan mobilnya dan ke luar dari mobil itu.“Saya kasih kamu lima menit untung menghilangkan aroma busuk itu!” teriak Raymond dari luar mobil.Sherly menurunkan kaca mobilnya. “Apa Bapak mau membelikan celana dalam dan rok buat saya di toko itu baju itu, Pak? Kotoran saya ke luar sedikit,” pinta Sherly menahan malu sendiri.“Hah?&
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen