เข้าสู่ระบบPangeran Varen tiba tepat pada waktu yang ditentukan, membawa serta kemegahan dan arogansi Kerajaan Varen. Kereta kudanya terbuat dari kayu eboni yang dilapisi emas, ditarik oleh enam kuda putih bersih dengan surai dihiasi permata.
Ariel berdiri di antara barisan pelayan istana, di halaman utama, di bawah matahari musim panas yang menyengat. Perannya hanyalah menjadi bagian dari latar belakang, tetapi matanya terpaku pada Tuan Putri Elara. Elara berdiri di samping Raja dan Ratu Astaria, memancarkan kecantikan yang luar biasa dalam balutan gaun upacara berwarna perak. Ia tersenyum, menyapa Varen dengan busur kepala yang sempurna. Senyumnya begitu meyakinkan sehingga hampir semua orang tertipu, kecuali Ariel. Di balik mata birunya yang berkilauan, Ariel bisa melihat ketakutan dan kebencian yang mendalam. Itu adalah mata yang sama yang ia lihat di observatorium tua. Pangeran Varen adalah pria yang mencolok. Ia tinggi, dengan bahu lebar dan wajah yang dihiasi janggut rapi, tetapi ada sesuatu yang tidak menyenangkan dari matanya. Matanya bergerak cepat, menilai setiap detail di istana, dan ketika ia menatap Elara, itu bukan tatapan cinta, melainkan tatapan kepemilikan yang dingin. Ketika Varen menaiki tangga istana, ia berhenti sebentar di depan Elara. Ia meraih tangan Putri itu, mengangkatnya ke bibir dengan gerakan yang terlalu dramatis dan terlalu bertele-tele. "Tuan Putri Elara," suara Varen berat dan mendominasi. "Astaria sungguh telah disorot oleh keindahan Anda. Saya merasa terhormat telah melakukan perjalanan sejauh ini untuk mengklaim permata yang begitu berharga." "Selamat datang di Astaria, Pangeran Varen," jawab Elara, suaranya seperti lonceng kristal, tanpa cacat, tanpa perasaan. "Semoga aliansi kita membawa kemakmuran bagi kedua kerajaan." Seluruh adegan itu, dari kereta emas hingga tatapan angkuh Varen, terasa menjijikkan bagi Ariel. Ia hanya seorang pelayan, bayangan di antara kerumunan, tetapi ia merasa seperti ia lebih tahu tentang hati Elara dalam satu kali membaca buku di malam hari daripada yang akan diketahui Pangeran Varen seumur hidupnya. Saat Varen dan Elara berjalan beriringan menuju Ruang Takhta, pandangan Ariel secara tak sengaja bertemu dengan mata seorang wanita yang berdiri di barisan dayang utama. Itu adalah Dayang Clara, Dayang Utama yang terkenal ketat, seorang wanita paruh baya dengan mata setajam elang dan loyalitas mutlak kepada etiket kerajaan. Dia bertanggung jawab penuh atas sayap pribadi Elara. Dayang Clara tidak memandang Varen atau Elara. Matanya tertuju pada Ariel. Dayang itu menatapnya sejenak, tatapan dingin itu menusuk seolah-olah ia mencoba mengupas setiap lapisan identitas Ariel. Ariel segera menunduk, jantungnya berdebar kencang, bukan karena ketakutan biasa seorang pelayan, tetapi karena ia tahu bahwa di mata Dayang Clara, bayangan tidak pernah luput dari perhatian. Wanita itu telah mencium sesuatu yang tidak pada tempatnya. Mata Pengawasan Dayang Clara Kehidupan di sayap Tuan Putri segera berubah menjadi teror yang tenang. Dengan kedatangan Pangeran Varen, Dayang Clara, Dayang Utama, meningkatkan pengawasan ke tingkat yang paranoid. Setiap gerakan pelayan, setiap noda di lantai marmer, setiap lipatan di seprai harus sempurna. Ariel merasakan tekanan ini lebih dari siapa pun. Dayang Clara sekarang sering berada di ruangan Elara, dan dia terus-menerus memberikan Ariel tugas-tugas yang tampaknya acak dan tidak penting. Suatu sore, saat Ariel sedang mengganti karpet bulu di ruang baca Elara, Dayang Clara menghampirinya. "Anak yatim," kata Dayang Clara, menggunakan panggilan yang Ariel tahu dimaksudkan untuk merendahkan. "Tuan Putri terlihat sangat cerah sejak kedatangan Pangeran Varen. Tidak biasanya dia begitu gembira di tengah persiapan pernikahan politik." Ariel terus menyikat karpet, tidak mengangkat pandangannya. "Saya yakin kebahagiaan Tuan Putri adalah karena prospek aliansi yang kuat, Dayang Clara." "Tentu saja," jawab Clara, nada suaranya lembut, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya. "Namun, saya perhatikan, dia juga baru-baru ini mulai tertarik pada hal-hal yang tidak penting. Bunga liar. Buku-buku usang. Bahkan... sebuah gelang yang seharusnya hilang. Benda-benda yang biasanya tidak mendapat perhatian seorang Putri." Ariel merasakan keringat dingin membasahi punggungnya. Dayang Clara tahu. Dia mungkin tidak tahu apa yang terjadi, tetapi dia menyadari adanya perubahan yang dipicu oleh sesuatu yang bukan Varen. "Tugas saya hanya membersihkan dan melayani, Dayang Clara. Selera Tuan Putri bukanlah urusan saya," jawab Ariel, nadanya datar. Dayang Clara mencondongkan tubuhnya, suaranya kini berbisik tajam. "Biarkan saya beri tahu Anda sesuatu, anak yatim. Di istana ini, anjing yang paling setia sekalipun akan dikorbankan jika mengganggu perkawinan yang ditakdirkan untuk Astaria. Jangan pernah berpikir bahwa karena Anda memiliki akses, Anda memiliki kepentingan." Wanita itu melangkah menjauh, tetapi sebelum ia keluar, ia menjatuhkan sesuatu di lantai dengan sengaja. Sebuah sapu tangan sutra kecil, disulam dengan inisial Elara. "Ketika Anda selesai dengan karpet itu, pastikan sapu tangan ini segera dikembalikan ke kamar Tuan Putri. Saya akan memeriksanya," perintahnya. Ariel tahu ini adalah ujian. Jika ia mengembalikan sapu tangan itu secara normal, tidak ada masalah. Tetapi jika ia mencoba mengirimkan kode bisu kepada Elara, atau jika ia menunjukkan kedekatan yang tidak pantas, Dayang Clara akan tahu bahwa hubungan itu nyata. Ariel memungut sapu tangan itu. Dia tahu Elara akan mencarinya. Dia harus memberikannya kembali, tetapi dia harus melakukannya dengan cara yang tidak akan membahayakan mereka. Saat malam tiba dan Dayang Clara akhirnya meninggalkan sayap Tuan Putri, Ariel mengambil saputangan itu. Dia tidak meletakkannya di tempat yang tersembunyi. Sebaliknya, ia melipatnya dengan sangat rapi dan meletakkannya di atas meja sisi tempat tidur Elara, di samping tempat lilin emas. Sebuah tempat yang terlihat, tetapi hanya dapat disentuh oleh seorang pelayan. Namun, ia melakukan satu hal lagi. Di balik lipatan saputangan itu, ia dengan hati-hati meletakkan kelopak kering dari bunga Lilios ungu yang pertama kali ia ganti. Bunga itu kini layu, menjadi kode baru dan diam: Kita harus ekstra hati-hati. Mata mengawasi. Ketika Elara kembali dari jamuan makan malam yang dingin dengan Varen, dia segera melihat saputangan itu. Dia mengambilnya, dan ketika dia membuka lipatannya, dia menemukan kelopak layu itu. Ekspresinya mengeras. Dia mengerti. Musuh mereka kini tidak hanya berasal dari luar, tetapi juga dari dalam.Era "Masa Redup" seharusnya menjadi masa ketenangan, namun bagi mereka yang terobsesi dengan kekuasaan masa lalu, keheningan ini adalah penghinaan. Di kedalaman Benteng Bayangan, Kravos telah menemukan cara untuk memeras sisa-sisa energi dari garis waktu yang telah mati. Ia tidak lagi mencari "Aliran Harmoni" atau "Keteraturan Absolut"; ia mencari Entropi.Kumparan Merah KravosKravos dan pengikutnya berhasil mengubah "Dead Coils" (Kumparan Mati) menjadi senjata yang mengerikan. Dengan menggunakan darah dan kemarahan sebagai katalis, mereka menyalakan kristal-kristal tersebut hingga memancarkan cahaya merah darah. Energi ini disebut sebagai Resonansi Merah—sebuah energi temporal yang korosif yang tidak mengalirkan waktu, melainkan menghancurkannya."Jika kita tidak bisa memiliki Nadi Waktu," geram Kravos saat jeruji selnya mulai meleleh di bawah pengaruh panas merah, "maka tidak ada yang boleh memiliki masa depan."Pelarian dari Benteng Bayangan berlangsung cepat dan brutal. Para
Dunia setelah kunjungan The Watchers of the Void tidak lagi sama. Langit Kael yang biasanya bergetar dengan cahaya kebiruan dari Nadi Waktu kini tampak biru pucat yang tenang, statis, dan bisu. Fenomena "The Great Desync" telah meninggalkan luka permanen: energi temporal yang dulu melimpah seperti air di sungai, kini kering hingga menyisakan genangan-genangan kecil yang tak lagi mampu menggerakkan mesin-mesin besar atau memberikan penglihatan masa depan yang jernih.Kael dan Obsidian kini memasuki era yang disebut "The Dimming" (Masa Redup).Matinya Nadi WaktuRatu Lyra I terbangun dengan perasaan hampa yang menyesakkan. Selama hidupnya, Flow of Harmony adalah kompas yang menuntun setiap langkahnya. Kini, ketika ia mencoba menjangkau aliran waktu, ia hanya menemukan kegelapan yang tenang. Kemampuannya untuk melihat jalur-jalur masa depan telah hilang sepenuhnya."Aku buta, Zephyr," bisik Lyra saat mereka berdiri di balkon istana, memandang kota yang mulai berdenyut tanpa bantuan
Kedamaian yang baru ditemukan setelah pengorbanan Pangeran Kaelen-Zephyrus di Lembah Keheningan ternyata hanyalah ketenangan sesaat sebelum badai kosmik melanda. Selama berabad-abad, Kael menganggap bahwa waktu adalah milik mereka untuk diatur, dilindungi, atau diadaptasi. Namun, mereka lupa bahwa aliran waktu yang mereka manipulasi adalah bagian dari samudra yang jauh lebih luas, yang memiliki penjaganya sendiri: The Watchers of the Void (Para Penjaga Kehampaan).Sinyal yang Tak TerbendungSemuanya dimulai dengan fenomena yang disebut "The Great Desync" (Desinkronisasi Besar). Di seluruh Kael dan Obsidian, instrumen temporal mulai berperilaku aneh. Jam mekanis di Obsidian berdetak dengan ritme yang tidak konsisten, sementara Nadi Waktu para peramal di Akademi Nadi mulai memancarkan warna abu-abu yang mati, bukan cahaya kebiruan yang biasanya.Ratu Lyra I merasakan getaran ini di dalam tulang-tulangnya. Flow of Harmony yang biasanya membimbingnya kini terasa seperti radio yang pe
Dua belas tahun telah berlalu sejak serangan Faksi Purist yang gagal. Pangeran Kaelen-Zephyrus, yang kini menginjak usia remaja, telah tumbuh menjadi sosok yang tenang, namun kehadirannya membawa gravitasi yang tak tertandingi di Istana Kael. Jika kakeknya, Elias I, adalah "Echo of the Void" yang mendengarkan waktu, maka Kaelen-Zephyrus adalah "The Decree's Voice" suara yang menetapkan kenyataan.Kekuatan Kedaulatan TemporalBagi Kaelen, dunia tidak pernah terasa tidak pasti. Masalahnya bukan karena ia tahu apa yang akan terjadi, melainkan karena apa yang ia inginkan cenderung menjadi kenyataan. Jika ia merasa hari itu harus cerah, awan akan menyingkir. Jika ia merasa seorang pelayan harus jujur, pelayan itu tidak akan bisa berbohong. Kekuatan ini, yang disebut Lyra sebagai Kedaulatan Temporal, adalah gabungan dari ketetapan Obsidian dan kehendak bebas Kael.Namun, kekuatan ini adalah penjara bagi orang-orang di sekitarnya."Ibu," kata Kaelen suatu pagi di taman istana. Ia sedang
Tiga tahun telah berlalu sejak Ratu Lyra I dan Pangeran Zephyr menyatukan Kael dan Obsidian dalam sebuah ikatan yang secara teknis sah menurut Dekrit Kronos namun secara emosional revolusioner. Kael tetap menjadi pusat fleksibilitas, sementara Obsidian mulai belajar bernapas dalam ketidakpastian yang terukur. Namun, kedamaian ini segera diuji oleh peristiwa yang paling ditakuti oleh para ahli teori waktu: lahirnya seorang pewaris yang membawa dua frekuensi temporal yang bertentangan.Kelahiran Pangeran Kaelen-ZephyrusIstana Kael diselimuti oleh aura elektrik yang aneh saat Ratu Lyra I melahirkan putra pertamanya. Berbeda dengan kelahiran Elias yang membawa Keheningan, atau Lyra yang membawa Kejelasan, kelahiran bayi ini memicu fenomena yang disebut Resonansi Paradoks.Di dalam ruang persalinan, jarum jam bergerak mundur setiap kali sang bayi menangis, namun di saat yang sama, semua peristiwa di dalam ruangan itu terasa seperti pengulangan yang sempurna, seolah-
Pernikahan Ratu Lyra I dari Kael dan Pangeran Zephyr dari Obsidian bukanlah perayaan romantis; itu adalah konferensi diplomatik yang rumit, disamarkan sebagai ritual kuno. Ini adalah perpaduan dua filosofi yang bertentangan: Kael, yang dibangun di atas pilihan bebas dan adaptasi, dan Obsidian, yang didirikan di atas keyakinan teguh pada Takdir Absolut yang tertulis dalam Dekrit Kronos.Setelah Lyra berhasil menggenapi Pasal K.9.1. Dekrit Kronos dengan tarian konyol di Batu Pilihan , Zephyr dan delegasinya berada dalam kondisi kebingungan yang konstan, suatu keadaan yang dianggap sebagai anomali terbesar dalam sejarah Obsidian.Seremoni: Menguji Batasan KeteraturanUpacara pernikahan diadakan di halaman utama Istana Kael. Delegasi Obsidian mengenakan jubah abu-abu dan hitam yang kaku, bergerak dalam barisan yang dihitung dan teratur, dipandu oleh jam tangan mekanis yang presisi. Mereka tampak seperti potongan-potongan catur di tengah pesta kebun Kael yang berwarna-warni.Kaelan, d







