Home / Mafia / PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA / BAB. 3 Terpaksa Harus Melarikan Diri

Share

BAB. 3 Terpaksa Harus Melarikan Diri

last update Last Updated: 2025-07-29 22:23:55

Masih di dalam sebuah apartemen,

Liliya sedang duduk di tepi ranjang, memandangi koper kecil yang hampir penuh dengan pakaiannya. Tangannya masih saja gemetar saat dia melipat kemeja terakhirnya, dan matanya masih basah oleh air mata yang terus saja menetes dengan deras.

Gadis itu baru saja menerima kabar mengerikan jika kedua orang tuanya, Tuan Vadim dan Nyonya Disca, telah tewas dalam kebakaran besar yang melanda rumah keluarga mereka yang di Kota Kazan. Kepedihan itu terlalu berat untuk ditanggung olehnya sendirian, dan setelah menangis dalam beberapa jam, dia pun memutuskan untuk kembali ke Kazan guna memberikan penghormatan terakhir kepada kedua orangtuanya.

Jam di dinding apartemennya telah menunjukkan pukul delapan malam. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Suara hening semakin menyelimuti ruangan itu, hanya sesekali diselingi oleh napas berat Liliya. Namun, tiba-tiba, keheningan itu terpecah oleh suara ketukan keras di arah pintu apartemen. Ketukan itu terdengar kasar dan tak sabar, hampir membuatnya melompat dari tempat tidurnya.

"Siapa di sana?" tanyanya dengan suara gemetar, namun tak ada jawaban. Ketukan itu terdengar lagi, dan kali ini lebih keras dan cepat.

Rasa penasaran dan cemas bercampur dalam pikirannya. Dengan ragu, Liliya berjalan menuju pintu apartemennya dan membukanya sedikit, dia lalu menemukan seorang pria sedang berdiri di ambang pintu. Pria itu tinggi dan berwajah tegas, dengan jambang tebal menutupi rahangnya. Dia juga mengenakan topi tebal dan mantel musim dingin yang besar, seolah baru saja datang dari tempat yang sangat jauh. Wajahnya tampak tegang, seakan-akan sesuatu yang buruk baru saja terjadi.

"Siapa Anda?" tanya Liliya dengan nada curiga, matanya memandang pria itu dari ujung kepala hingga kaki.

Pria itu menatapnya dengan tatapan serius.

"Namaku Igor," ucapnya dengan suara berat.

"Aku sahabat ayahmu, Tuan Vadim."

Liliya memandangnya tanpa ekspresi.

"Aku tidak pernah mendengar ayahku menyebut namamu sebagai sahabatnya," ujarnya dingin.

Igor mendesah pelan, tampak tidak terkejut dengan respon dari gadis itu.

"Itu karena banyak hal yang ayahmu sembunyikan darimu. Aku datang untuk memperingatkanmu, Liliya. Kamu tidak boleh pergi ke Kazan sekarang ataupun dalam waktu dekat ini. Kota itu belum aman untukmu," seru Igor dengan suara tegas.

Liliya mendengus dan menatapnya dengan dingin. "Anda tidak berhak mengatur hidup saya," ujarnya tajam.

"Dan saya tidak percaya dengan cerita Anda! Saya tetap akan pergi ke Kazan! Sekali lagi saya katakan, Anda tidak berhak mengatur-atur hidup saya!" sergah Liliya semakin tajam.

Namun tanpa diduga Igor pun melangkah masuk ke dalam apartemen gadis itu tanpa diundang. Sikapnya tegas, namun ada rasa cemas dalam gerak-geriknya.

"Liliya, dengarkan aku baik-baik. Nyawamu dalam bahaya sekarang! Kebakaran itu bukan kecelakaan. Ada orang yang ingin mencelakai keluargamu, dan sekarang mereka sedang mengejarmu," seru Igor dengan nada serius.

Liliya seketika memutar bola matanya, merasa frustasi dengan situasi ini. Dia pun berkata dengan acuh tak acuh,

"Saya tidak tahu apa yang sedang Anda bicarakan, dan saya tidak peduli sama sekali! Ini adalah urusan saya. Jika Anda benar-benar teman ayah saya, Anda akan tahu bahwa saya harus pergi ke Kazan untuk mengucapkan selamat tinggal pada kedua orang tua saya!" sahut Liliya mencoba menahan rasa sakit hatinya atas kematian kedua orang tuanya.

Igor mendekat, tatapannya tajam ke arah Liliya.

"Kamu tidak mengerti. Mereka memburu keluargamu untuk alasan yang sangat berbahaya. Jika kamu pergi ke Kazan sekarang, kamu hanya akan membawa dirimu ke dalam bahaya yang lebih besar! Tolong dengarkan peringatan dari saya ini!" serunya lantang dan berharap gadis itu mau mendengarkan perkataannya.

Namun, sebelum Liliya sempat membalas, ketukan keras kembali terdengar dari pintu apartemennya. Kali ini, ketukan itu disertai dengan suara langkah kaki berat dari arah koridor yang panjang. Igor langsung mematung, lalu tanpa berpikir panjang, dia pun meraih tangan Liliya.

"Kita harus pergi sekarang," ujarnya serius.

"Mereka sudah di sini!" serunya lagi.

Liliya tersentak.

"Apa maksudmu? Siapa mereka?"

Tapi Igor tidak menjawab. Ketegangan di wajahnya cukup untuk membuat Liliya merasa bahwa ada sesuatu yang sangat salah sekarang. Sesaat kemudian, suara tembakan terdengar dari luar pintu. Liliya membelalakkannya mata dan tubuhnya mjlsk gemetar.

"Ayo! Tidak ada waktu lagi!" seru Igor sambil menarik Liliya menuju pintu belakang apartemen yang langsung menujukd tangga darurat.

Keduanya lalu berlari secepat mungkin menuruni tangga-tangga sempit yang berdecit di bawah beratnya langkah kaki mereka. Dari kejauhan, Liliya bisa mendengar suara langkah kaki lain yang mengejar mereka. Napasnya terengah-engah, dan pikirannya dipenuhi kekalutan.

"Siapa mereka? Apa yang sebenarnya terjadi?" Liliya berteriak saat sedang berlari.

"Mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas kematian orang tuamu," jawab Igor tanpa menoleh.

"Dan sekarang mereka ingin menghabisimu juga!"

Ketakutan mulai merayapi Liliya, namun tidak ada waktu untuk merenung. Mereka terus berlari, hingga akhirnya tiba di basement gedung apartemen. Beberapa pria berpakaian serba hitam sudah terlihat di ujung tangga, tapi Igor tidak berhenti. Dia lalu membuka pintu sebuah mobil hitam dan mendorong Liliya masuk.

"Masuk cepat!" serunya sebelum dirinya juga masuk ke kursi pengemudi. Mesin mobil menyala, dan Igor segera menekan pedal gas, membuat mobil melaju kencang keluar dari basement.

Ketika keduanya keluar dari tempat parkir, Liliya dapat mendengar suara ledakan besar di belakang mereka. Jantungnya hampir berhenti saat dia menoleh dan melihat apartemennya kini telah hancur berkeping-keping.

"Astaga ...." Liliya terengah-engah, matanya tak percaya melihat kehancuran yang di belakangnya.

"Itu ... itu apartemenku!"

"Sudah kubilang, orang-orang itu tidak akan berhenti sampai mereka berhasil membunuhmu," seru Igor dengan nada tegas sambil tetap fokus pada jalan di depannya.

"Ini bukanlah sebuah permainan, Liliya. Mereka benar-benar ingin kamu mati juga."

Liliya tidak tahu harus berkata apa. Air matanya mulai mengalir lagi, kali ini bukan hanya karena kehilangan orang tuanya, akan tetapi juga karena kenyataan bahwa hidupnya kini dalam bahaya besar. Kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan, namun dia tidak tahu siapa yang bisa dipercaya atau apa yang harus dilakukan.

"Kenapa ... kenapa mereka ingin membunuhku?" tanya Liliya dengan suara bergetar.

Igor meliriknya sebentar sebelum kembali memfokuskan diri pada jalan.

"Ceritanya sangat panjang. Tapi yang harus kamu tahu sekarang adalah jika ayahmu menyimpan sesuatu yang sangat berharga bagi orang-orang itu, dan mereka berpikir kamu tahu di mana sebuah dokumen disembunyikan!" seru Igor mulai menceritakan garis besarnya.

Liliya terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Igor. Ayahnya? Sesuatu yang berharga? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

Mobil terus melaju kencang di bawah langit malam Kota Moskow yang semakin kelam, sementara di belakang mereka, bayangan kehancuran apartemen Liliya semakin menjauh. Namun, ketakutan dalam dirinya semakin mendekat, menyelubungi setiap langkah yang diambil olehnya ke dalam ketidakpastian yang mengerikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 60 Hidup Baru

    Malam itu, di vila di pinggiran hutan di Sofia. Langit gelap tak berbintang. Suara serangga malam berganti dengan gemuruh ban kendaraan. Lampu-lampu sorot menyinari jalan menuju vila. Di ruang utama, Liliya mengenakan rompi antipeluru. Tangannya gemetar saat mengisi peluru ke senapan otomatisnya. Igor masuk dari dapur membawa dua granat asap. "Liliya, kalau semuanya gagal, larilah lewat terowongan belakang. Aku akan tahan mereka." Liliya menoleh tajam. "Jangan bicara seperti itu. Kita bertarung bersama, atau kita mati bersama." Sergei masuk dengan radio genggam. "Mereka tinggal dua kilometer. Kita punya waktu lima belas menit." Di ruang bawah tanah, Anya dan Dimitri mengatur ranjau tripwire. "Kalau mereka menembus gerbang utama, jebakan ini akan memperlambat laju pasukan itu," seru Anya. Dimitri, sambil menunduk "Anya, jika aku tak kembali dari pertempuran ini, tolong beritahu putriku di Belgrade jika ayahnya bukan pengkhianat." Anya memandangnya dalam. "Kalau kamu ingin

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 59 Ada Secercah Harapan

    Tiga hari setelah pertempuran terakhir, Hujan tipis menyelimuti kota, dan udara terasa seperti masih berduka. Di dalam sebuah rumah sakit tua yang telah direnovasi secara diam-diam di luar Kota Vilnius, seorang pria terbaring dengan perban di dada dan selang oksigen di hidungnya. Suara alat detak jantung berdetak pelan, stabil. Di sampingnya, seorang pria paruh baya dengan rambut perak dan tatapan tajam sedang memeriksa hasil scan dada. "Dia stabil. Meski peluru nyaris menembus jantung, untung aku tiba tepat waktu." Nama pria itu adalah dokter Dimitri Lukanov, seorang ahli bedah toraks dan sahabat lama Igor sejak masa wajib militer. Dia kini tinggal di Lithuania, bekerja secara sembunyi-sembunyi untuk menyelamatkan korban konflik dalam bayang-bayang kekuasaan gelap Rusia. Flashback, di malam penembakan. Saat Liliya menangis di pelukan tubuh Igor yang bersimbah darah, tiba-tiba dokter Dimitri datang dengan helikopter kecil milik salah satu LSM medis. Sergei, yang sempat me

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 58 Kematian Pavel

    Salju turun semakin tebal malam itu. Di tengah hutan lebat di utara Karelia, suara deru kendaraan berat menggema. Konvoi hitam yang terdiri dari jip lapis baja, motor salju, dan truk pengangkut berhenti di perbatasan alami berupa tebing terjal yang mengarah ke sungai beku.Pavel Volkov berdiri di balik kaca mobilnya, didampingi Belka dan para pemimpin geng dari seluruh Rusia Tenggara, orang-orang yang dikenal kejam, haus darah, dan setia pada satu hal yaitu kekuasaan."Liliya tak bisa lari lebih jauh. Hutan ini berbatasan langsung dengan Finlandia, tapi suhu malam ini cukup membunuh siapa pun yang tak siap!" seru Belka sambil menunjuk peta digital di tangannya. "Drone kita sudah mengidentifikasi jejak kendaraan mereka di area ini."Pavel mengangguk. "Perintahkan semua regu untuk menyisir dari empat arah. Jika kalian menemukan Igor, bawa dia hidup-hidup padaku! Aku ingin dia mati perlahan. Soal Liliya, aku yang akan urus!"Belka mengangkat radio. "Semua regu, bergerak. Tembak dan lum

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 57 Pavel Masih Hidup

    Keesokan harinya, salju tebal turun di Siberia, menutupi seluruh medan perang yang semakin mendekat.Liliya dan timnya telah mempersiapkan serangan besar. Makarov telah memberikan informasi mengenai satu lokasi yang menjadi titik lemah di markas besar Pavel, sebuah gudang senjata yang terletak di luar Omsk, dekat dengan perbatasan hutan belantara. Orang-orang itu berencana untuk menghancurkan gudang itu dan mengambil alih beberapa persediaan senjata dan amunisi yang bisa membantu mereka bertahan lebih lama.Namun, semua sadar jika keputusan ini sangat berisiko. "Kita tidak punya waktu lagi," ujar Mikhail, mengingatkan teman-temannya. "Pavel sudah mulai menggerakkan pasukan besar-besaran ke arah kita."Sementara di markas Pavel, informasi mengenai serangan yang akan datang semakin cepat diterima. "Komplotan itu mencoba menghancurkan gudang senjata di Omsk," lapor salah satu anak buah Pavel.Pavel hanya tertawa dingin, "Ha-ha-ha. Biarkan saja! Mereka tidak tahu jika saya telah meny

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 56 Perburuan Pavel Volkov

    Malam hari di Moskow terasa membeku. Salju turun pelan, membalut jalanan dengan putih yang sepi. Di salah satu sudut kota, sebuah bangunan mewah berarsitektur klasik tampak remang dari luar. Di dalamnya, Tuan Pavel duduk terdiam di ruang kerja berlapis kayu mahoni, di balik jendela besar yang menghadap ke taman beku. Matanya merah, wajahnya kuyu. Di tangannya tergenggam bingkai foto putranya, Svyat Volkov, yang baru saja dikubur pagi tadi.“Kenapa harus kamu, Svyat ….” gumamnya, nyaris seperti bisikan. “Kamu satu-satunya yang membuat ayah merasa hidup.”Pavel menunduk, menangis dalam diam. Tangis seorang pria tua yang kehilangan segalanya. Namun tangis itu segera berubah menjadi dendam. Tangannya mengepal, lalu dia mengambil ponsel dari saku jasnya dan menghubungi seseorang.“Hubungkan aku dengan Liliya,” perintahnya singkat.Di sisi lain kota, Liliya sedang duduk bersama Sergei, dan dua orang teman Igor, yaitu Mikhail, dan Anton di sebuah gudang tua yang mereka gunakan sebagai temp

  • PEMBALASAN LILIYA : DENDAM BERDARAH PUTRI MAFIA   BAB. 55 Kehancuran Svyat Volkov

    Sergei menyusul."Kamu mengambil sesuatu?" tanyanya sambil menarik napas.Liliya mengangkat map lusuh."Ada nama-nama. Jadwal pertemuan. Lokasi gudang senjata."Dia melirik jam di pergelangan tangan."Target berikutnya, gudang di Distrik Tagansky. Mereka akan mengirimkan senjata untuk Svyat Volkov."Sergei menghela napas."Kita benar-benar memulai perang ini!"Liliya menatap api yang membesar."Perang ini sudah dimulai bertahun-tahun lalu. Kita hanya melanjutkannya."Dua jam kemudian di Distrik Tagansky.Gudang tua berdiri megah di tengah kawasan industri yang sepi.Beberapa truk militer terparkir di luar. Penjagaan ketat.Liliya dan Sergei mengamati dari kejauhan."Penjagaan lebih ketat," bisik Sergei."Aku hitung delapan orang di luar, minimal."Liliya memutar otak cepat."Dua orang dengan peluncur granat. Empat dengan senapan otomatis. Dua dengan senjata berat di menara."Dia memandang Sergei."Aku butuh gangguan. Kamu bisa?"Sergei mengangguk."Berikan aku waktu tiga menit."Lili

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status