Sekar berusaha move on dari mantan kekasihnya dan mengubur masa lalu yang begitu kelam, walau semua itu terus membentuk dendam di hatinya. Di saat semua sudah berlalu, Sekar malah terjebak kembali dalam kehidupan yang rumit. Bermula ketika Sekar diterima bekerja di rumah seorang konglomerat yang ternyata itu adalah rumah mantannya, alias orang yang telah menghancurkan hati Sekar dengan cara mencampakkannya begitu saja. Kini mereka bertemu kembali dengan posisi Bima—mantan kekasih Sekar telah mempunyai seorang istri yang bisa dibilang sempurna. Parasnya yang cantik dengan usaha skincare begitu melejit, dia mempunyai kelebihan dari segi manapun. Dendam yang telah lama terbentuk di hati Sekar kian berkobar ketika masuk dalam rumah tangga Bima, dan rahasia di masa lalu mereka pun mulai bermunculan. Salah satunya tentang anak Bima bersama Sekar. Apakah kehadiran Sekar bersama rahasia demi rahasia hubungan mereka di masa lalu akan mengoyak mahligai rumah tangga Bima bersama sang istri, atau malah Sekar dan anaknya yang akan kembali tersingkirkan?
View More"Sekar, kita harus bicara."
Sekar menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara yang tidak asing itu. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Sudahlah Bim, lupakan masa lalu kita!""Tidak, kamu harus dengar alasanku dulu dan kenapa aku melakukan itu padamu," ucap Bima seraya menarik lengan Sekar."Untuk apa? Toh itu tidak akan merubah kenyataan, bahwa sekarang kamu sudah hidup bahagia bersama istrimu," tepisnya."Sekar, maafkan aku. Aku tidak ada niat untuk menyakitimu, ini semua-""Cukup, Bim. Jangan membuka luka lama! Aku sudah bersusah payah untuk sampai di titik ini, tolong jangan hancurkan aku lagi!""Tapi, aku masih mencintaimu, aku merindukanmu Sekar dan aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku di masa lalu," jelas Bima."Tanggung jawab katamu? Dengan apa? Cukup dengan kamu berpura-pura untuk tidak mengenalku selama aku di sini saja, tidak lebih.""Aku akan menikahimu dan aku akan membawa Askara kemari."Kedua mata Sekar membulat sempurna. "Apa? Sudah gila kamu hah? Apa maksudmu, kamu mau menjadikan aku istri kedua?" Ia tak percaya jika kata-kata itu akan keluar dari mulut pria di hadapannya ini."Mas, Mas Bima?"Suara dari Deana yang mencari keberadaan suaminya, memecah perdebatan antara Sekar dan Bima. Buru-buru lelaki itu pergi dari sana sebelum ketahuan oleh istri sahnya sedangkan Sekar kembali pada tugasnya membereskan dapur setelah makan malam."Sekar, kamu lihat Mas Bima tidak? Tadi katanya mau mengambil air minum, tapi kenapa lama sekali?" Wajahnya tampak kebingungan."Ah, tidak, Bu. Dari tadi saya di sini dan tidak melihat Pak Bima," elaknya."Ck, kemana sih. Ya sudah kamu lanjut saja, saya mau cari Mas Bima."Sekar mengangguk pelan seiring kepergian majikannya menuju lantai dua. Jantungnya serasa mau copot karena ia takut sekali jika sampai identitasnya terbongkar. 'Masa baru dua hari kerja aku dipecat?' batinnya.Setelah selesai membereskan dapur, Sekar menuju kamar tidurnya untuk beristirahat. Dia heran kenapa pintu kamarnya tidak dikunci? Padahal seingatnya, dia sudah memastikan bahwa pintu kamar itu terkunci dengan baik dan kunci itupun masih berada di saku seragamnya.Merasa ada yang tidak beres, buru-buru wanita itu memasuki ruang istirahatnya, jaga-jaga jika ada yang menerobos masuk ke dalam kamar tidur itu. Dugaannya pun benar, saat ia mendapati Bima sedang duduk manis di atas ranjangnya.Matanya membelalak menatap pria yang pernah mengisi masa lalunya itu. "Sedang apa kamu di sini? Bagaimana kalau-""Ssshh!!" Bima dengan segera membungkam mulut sekar dengan telapak tangannya. "Tenanglah, aku hanya ingin bicara baik-baik denganmu."Berangsur-angsur Bima melepaskan tangan dari bibir Sekar. Benar juga, jika ia berteriak atau membuat keributan, bisa saja itu menjadi bumerang bagi dirinya sendiri yang dikira sedang merayu suami majikannya."Baiklah, waktumu lima menit. Aku akan mendengarkan jadi cepatlah!"Bima tidak bisa menahan kerinduan pada sang kekasih lamanya ini, hingga akhirnya dia nekat untuk mendekap tubuh mungil Sekar dengan eratnya. Sekar yang tidak ingin ketahuan siapapun berusaha untuk tetap tenang tanpa membalas pelukan Bima."Sekar, apa kabarmu? Aku, aku sangat merindukanmu, sungguh." Pria itu mengelus punggung Sekar."Berhenti basa-basi, Bima! Aku tidak akan termakan ucapan manismu itu! Malahan aku ingin muntah, karena mendengarnya dari mulut pria yang sudah beristri.""Aku sadar aku salah meninggalkanmu seperti itu, aku akan menjelaskan semuanya padamu, tapi tidak sekarang. Aku tahu kau sangat marah jadi pasti semua perkataanku hanya terdengar seperti alasan tak berarti bagimu," ucapnya pelan.Bima melepaskan pelukannya. Kemudian menatap wanita di hadapannya yang tampak sekali kemarahan dan kebencian dari raut wajah cantiknya."Sekar, satu hal yang harus kamu tahu. Sampai saat ini, aku masih menyimpan perasaanku untukmu. Aku masih menyimpan kenangan kita dan jujur aku senang sekali saat melihatmu lagi untuk yang pertama kalinya."Sekar menatap mata Bima yang berbinar saat mengatakan itu. Sekar tahu pria ini tidak berbohong, sebab dirinya sangat mengenal kekasih yang kini telah menjadi milik orang lain itu dengan baik. Namun, apa yang bisa ia lakukan sekarang? Apakah dia harus berterima kasih pada lelaki itu karena tidak melupakannya?"Aku tahu banyak hal yang ingin kamu katakan padaku, begitupun sebaliknya. Aku ingin sekali menceritakan semua hal yang kulalui selama ini tanpamu." Bima berbisikSekar masih terdiam seribu bahasa, tak tahu harus bersikap apa dan bereaksi apa saat ini. Tak terasa air matanya mengalir begitu saja, bukan karena terharu mendengar pengakuan Bima, tapi lebih pada kesedihan dan keputusasaan. Dirinya merasa, sia-sia saja perjuangannya selama ini untuk melupakan Bima karena pada akhirnya dia sendiri yang dengan sukarela datang ke rumah mantan kekasihnya itu.Terbesit keinginan Sekar untuk mengundurkan diri dan mencari pekerjaan lain, tapi dia teringat kembali dengan kondisi ayahnya yang kini harus rutin fisioterapi agar bisa berjalan seperti semula. Belum lagi dirinya harus membayar hutang operasi ayahnya waktu itu pada Deana."Bima, niatku kesini untuk bekerja. Aku bahkan tidak tahu jika ini adalah rumahmu dan Bu Deana itu istrimu, jika aku tahu sebelumnya aku tidak mungkin-""Sekar, percayalah kalau ini merupakan takdir dari Tuhan dan ini adalah jawaban dari semua doa-doaku yang berharap agar aku dan kamu bisa bertemu kembali. Meskipun waktunya terlambat, aku tidak perduli aku akan tetap berusaha untuk menjadikanmu milikku lagi bagaimanapun caranya."Tok..Tok..Tok.."Sekar! Kamu di dalam?""Itu Bu Deana!" bisik Sekar. "Ii-iya, Bu. Ada apa?" sahutnya sedikit gugup."Bisa keluar sebentar?" Deana berkata dari balik pintu."Astaga, bagaimana ini? Kalau dia tahu kamu di kamarku, bisa-bisa kita berdua mati hari ini juga!" ucap Sekar pelan setengah berbisik."Tenang, katakan padanya bahwa kamu harus mengganti bajumu dulu sementara aku akan bersembunyi di kamar mandi. Jika situasi sudah aman aku akan keluar," sahut Bima mencoba menenangkan."Sekar! Cepat!" teriak Deana.Sekar mengangguk. "Baik, Bu. Tunggu sebentar saya baru selesai mandi dan akan ganti baju,"Cklek, terdengar suara pintu yang terbuka."Ponselnya mati? Dasar anak kurang ajar! Kemana dia pergi? Apa benar dia membawa Sekar? Berani-beraninya anak itu! Awas aja nanti!" omel Bima saat Gibran tak bisa dihubungi.Sementara itu, Gibran resah sebab sudah hampir setengah jam Sekar tak kunjung kembali dari toilet. Ia berniat untuk menyusulnya, tapi tiba-tiba saja Sekar muncul dari belakang Gibran dengan nafas tersengal-sengal."Sekar, are you okay?" tanya Gibran.Wanita itu duduk sambil mengatur nafasnya perlahan agar kembali normal. "Aku nggak apa-apa. Maaf, lama ya? Toiletnya antri, hehe," jawabnya."Oh ya? Tumben, padahal ini kan tempat VVIP kenapa bisa antri?"Sekar bingung harus menjawab apa, sebab dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. "Oh, mungkin kebanyakan makan sambal kali?"Gibran mengangguk pelan. "Ya sudah, ayo makan dulu."Sekar masih tidak percaya apa yang dilihatnya barusan. Ternyata wanita itu memang Deana, istri sah dari mantan pacarnya. Deana berselingkuh di hotel ini dan membohongi semua orang. Ia tak h
"Mas, hari ini aku ada meeting di luar kota. Maaf aku lupa bilang sebelumnya." Deana mengambilkan piring untuk suaminya."Oh ya? Baiklah, hati-hati di jalan," balas Bima."Besok atau lusa aku baru pulang, kamu di rumah nggak papa kan sendirian? Gibran, sebaiknya kamu temani kakakmu di sini ya sampai aku pulang?" ujar Deana."Nggak perlu! Aku bisa sendiri kok, kalau ada dia repot nanti." Bima melirik Gibran."Mas, aku nggak mau meninggalkan kamu berdua sama Sekar. Yah, bukannya apa-apa, sekarang kan banyak pembantu tak tahu diri yang menggoda majikannya?""Sekar bukan perempuan seperti itu, kamu tenang aja." Dalam hati Bima berkata, justru mungkin ia yang akan menggoda Sekar nantinya."Tetap aja, Mas. Gibran, kamu bisa kan?"Gibran mengangguk karena mulutnya sedang mengunyah makanan. Ia tidak keberatan jika harus menginap disini walaupun hanya satu atau dua hari. Karena dia bisa bertemu lebih sering dengan sang pujaan hatinya, yaitu Sekar.Selesai sarapan, mereka menjalani rutinitas se
Keesokan harinya, Sekar bekerja seperti biasa. Setelah selesai membuat sarapan untuk majikannya, ia menuju halaman depan untuk menyiram tanaman. Meskipun itu bukan tugasnya, tapi Sekar tidak enak jika tak melakukan apapun di sana.Sambil memegangi selang air, Sekar tiba-tiba teringat dengan pertanyaan Gibran semalam yang menanyakan pacar. Ia merasa lucu sekaligus aneh karena sudah lama tak mendengar pertanyaan itu dari laki-laki.Menurutnya, Gibran adalah sosok laki-laki yang jujur dan apa adanya. Meskipun ia tak menjawab pertanyaannya itu dan memilih untuk pamit dengan alasan mengantuk, alhasil Gibran ditinggal sendiri tanpa jawaban yang jelas."Dia orang yang sangat blak-blakan, padahal kami baru kenal kan? Bisa-bisanya dia bertanya apa aku punya pacar?" gumamnya.Sedang asyik bersenandung sambil menyiram bunga, Sekar tak menyadari jika seseorang sedang memperhatikan dirinya dari jauh. Bima baru saja sampai dirumah setelah perjalanan dinas keluar kota. Pria itu memperhatikan setiap
Sanggup atau tidak, Sekar tetap menandatangani kontrak itu dan kini dia resmi bekerja di sana sebagai pembantu. Hari ini hari pertama dia bekerja, Sekar berharap jika hari ini berjalan dengan damai tanpa ada gangguan dari mantan pacarnya itu.Setelah membuat sarapan, Sekar pergi ke kebun belakang untuk menyapa pekerja yang lain."Selamat pagi, Pak Imron," sapanya."Eh, pagi, Neng Sekar. Apa kabar? Saya dengar katanya Ayah Neng Sekar habis kecelakaan, ya? Gimana sekarang kabarnya?" ucapnya sambil meletakkan selang yang ia gunakan untuk menyiram pohon bonsai."Iya, Pak Imron. Sekarang baik-baik saja dan sedang dirawat di rumah. Ngomong-ngomong, Pak Imron tahu kabar ini dari siapa?" tanya Sekar"Dari Nyonya besar. Katanya, untuk sementara Neng Sekar belum bisa masuk kerja karena sedang dapat musibah, saya pikir Neng akan masuk kerja seminggu lagi, tapi ternyata Neng sudah masuk kerja hari ini, toh.""Niatnya juga begitu sih, Pak, tapi…," Sekar tidak meneruskan kalimatnya."Tapi apa, Neng
"Eh, itu… sebentar Bu, ada telepon. Halo, Pak? Baik saya ke sana sekarang. Maaf Bu Deana, saya dipanggil Pak Bima ke ruangannya." Gibran buru-buru pergi dari sini menyisakan tanda tanya untukku dan Bu Deana.Jadi, sebenarnya siapa yang menyuruhnya untuk menjemputku? Apa jangan-jangan ini semua ulah Bima? Ah, sial!"Ya sudah, Sekar tidak usah dipikirkan. Karena kamu sudah terlanjur di sini sebaiknya kamu istirahat saja dulu, besok kita akan bahas tentang pekerjaan dan kontrak kerja kamu, ya." "Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi," ucapku seraya berlalu dari hadapannya.Ah, kalau tahu ini semua ulah Bima, bisa saja aku mengusir Gibran saat dia akan menjemputku tadi. Menyebalkan! Sebaiknya aku tidur saja, besok hari pertamaku bekerja aku ingin menjalaninya dengan tenang.***Sementara itu di ruang kerja Bima."Terima kasih, Gibran.""Santai saja. Oh iya, memangnya kenapa kamu ingin pembantu itu dijemput secepatnya? Bukannya kamu bilang ayahnya baru saja pulang dari rumah sakit?" tanya G
"Syukurlah operasi Pak Haris berjalan lancar, karena segera ditindak maka prosesnya tidak begitu sulit dan Pak Haris bisa diselamatkan. Namun, patah tulang di kakinya akan butuh waktu yang cukup lama untuk sembuh.""Tapi, suami saya bisa berjalan lagi kan, Dok?""Bisa, Bu. Asal Pak Haris rutin melakukan fisioterapi sesuai jadwal yang akan saya buat nanti. Saya permisi, Pak, Bu.""Terima kasih ya Tuhan." Ibu tak henti-hentinya mengucap syukur dan juga mengucapkan terima kasih pada Bu Deana. "Nyonya, saya sangat berhutang budi pada anda sekeluarga. Saya amat sangat berterima kasih atas kebaikan anda dan suami anda yang sudah bersedia membiayai operasi suami saya. Memang saya belum bisa membalas kebaikan kalian, tapi saya akan selalu mendoakan agar Nyonya dan Tuan selalu mendapat keberkahan." "Tidak usah sungkan, Bu. Saya melakukan ini semua atas dasar kemanusiaan. Lagipula, Sekar akan bekerja dan membantu saya nantinya, jadi saya tidak bisa diam saja tanpa melakukan apa-apa," balas Bu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments