Share

02 - Tawaran Sekali Seumur Hidup

Pengantin Pesanan

02 – Tawaran Sekali Seumur Hidup

Pesta berlangsung meriah.

Lingkaran koneksi Danesh yang kecil, namun terdiri dari para crazy rich dan orang yang punya jabatan mentereng itu berkumpul untuk merayakan status terbaru dari Pengacara andalan mereka.

“Dan, tenang aja …. Biarpun itu stempel masih basah, udah banyak cewek yang ngantri kepengen dikawin sama lo.” Pak Ridwan, lelaki setengah baya yang pernah tersangkut kasus penggelapan itu tertawa sambil memegang gelas Scotch, dia mengedipkan matanya pada Danesh.

Ah, si tua bangka yang doyan perempuan itu ternyata diundang kemari.

Danesh tertawa garing, “Belum kepikiran mau nikah lagi, Pak. Terlalu banyak kerjaan.”

“Alaaahh …. Kerjaan gampang diatur, yang penting kebutuhan lo aja dulu. Kalau memang ogah sama urusan punya bini, lo bisa jadi Daddy buat anak-anak kuliah yang kepingin ngehedon tapi males kerja.”

Evan terbahak mendengar komentar Pak Ridwan “Gimana tuh Pak biar jadi Daddy anak orang, tapi enggak ketahuan?” tanyanya jahil.

Pak Ridwan memang terkenal punya beberapa ‘anak angkat’ yang diasuhnya dengan telaten “Ya… yang penting lo atur jadwalnya aja. Kalau yang satu lo kasih apartemen, yang lainnya juga lo kasih sesuatu lah. Biar mereka senang. Kalau mereka senang, otomatis lo minta apa aja ke mereka pasti bakal dikasih.”

“Maksudnya minta apa aja, Pak?” Evan memang iseng, dia tersenyum lebar dengan wajah memerah efek alkohol yang diminumnya.

“Kaya lo enggak tau aja.” Pak Ridwan mengangkat alisnya sambil melayangkan pandangan penuh arti pada Evan, dia menyesap minumannya dan bertanya lagi pada Evan, “Eh, Van… lo enggak ada niatan buat nambah bini gitu?”

Evan tersedak dengan minumannya.

Pak Ridwan dan Danesh terbahak-bahak melihat tingkah Evan yang sering diledek oleh teman-temannya karena menikah lewat perjodohan.

“Gue rasa ortu lo seneng-seneng aja kalau lo nambah bini, Van …. Bukannya bokap lo poligami?” tanya Pak Ridwan lagi. Beliau memang tidak punya filter di mulutnya, termasuk ketika berada di pengadilan. Lelaki ini sempat membuat Danesh kelimpungan dengan statement-statement yang diluar skenario.

Telinga Evan memerah mendengar kalimat Pak Ridwan, dia menelan minumannya dan berdeham, berusaha bertahan di tengah gempuran bullying dari koleganya sendiri “Bini gue lagi hamil, Pak. Gila aja kalau gue kawin lagi pas bini lagi hamil gede!”

“Halah, alasan lu!”

Tawa membahana mengiringi komentar Pak Ridwan, sedangkan Evan hanya meringis sambil terkekeh pelan. Sialan ….

“Bapak sendiri kenapa enggak poligami aja?” tanya Danesh yang berusaha meringankan penderitaan Evan.

Pak Ridwan tersentak mendapatkan pertanyaan langsung ke target itu, dia memandang Danesh sejenak kemudian terkekeh, “Gue suka lupa kalau lu itu pengacara, Dan. Tapi berkat mulut dan otak licik lu, gue bisa dapet putusan ringan, hehehe ….”

Danesh nyengir dan mengangkat gelasnya, “Setiap orang berhak untuk dibela, Pak. Kalau bukan saya, siapa lagi?”

“Oooohh, banyak, Dan. Cuma enggak ada yang seberani lo.”

“Termasuk bapak yang enggak berani untuk poligami?” sasar Danesh yang tidak memberikan kesempatan bagi Pak Ridwan lolos begitu saja.

Pak Ridwan tertawa canggung, dia merangkul bahu Evan dan menepuk-nepuknya, “Poligami itu enggak semudah yang orang pikir, Van. Gue hormati keputusan lo untuk setia sama perempuan yang dijodohkan sama ortu lo.”

Evan hanya mengangguk-angguk, dia melayangkan pandang berterima kasih pada Danesh yang lagi-lagi menyelamatkan wajahnya di depan teman-temannya.

“Hey, siapa tuh?” Danesh mengalihkan perhatian pada hal yang lainnya. Dia mengangguk ke arah rombongan perempuan yang baru saja datang.

Seorang wanita setengah baya yang memakai kacamata hitam berbingkai hampir menutupi setengah wajahnya itu, berjalan masuk ke halaman. Makeup-nya menor, penampilannya heboh, kilauan emas dan berlian menghiasi tangan dan lehernya. Pinggulnya berlenggak-lenggok di atas sepatu hak tinggi sementara bibirnya tersenyum penuh misteri.

Di belakang sang wanita, beberapa perempuan berpakaian mini mengekor bagaikan anak bebek mengikuti induknya.

Kedatangan mereka menarik perhatian semua orang. Para lelaki yang mempunyai radar yang berbunyi ketika ada perempuan cantik dalam radius lima meter, sontak menoleh.

Mata-mata mereka yang haus akan keindahan serentak menemukan objeknya.

Apalagi bagi Danesh yang baru saja jadi duda.

Kedatangan para wanita muda itu tentu saja bagaikan oase bagi hari-harinya yang selama ini gersang. Setiap hari ketemunya Ucok, Bromo atau Evan, pantas saja kalau Danesh menginginkan suasana baru.

Sudah terlalu banyak testosteron dalam hari-harinya.

Danesh melihat Rafi menyambut kedatangan rombongan perempuan itu. Temannya yang terkenal paling buaya di antara geng mereka itu tersenyum dan memeluk wanita setengah baya yang baru datang. Keduanya cium pipi kiri-kanan seakan kawan lama.

Evan menyenggol Danesh, memberinya kode ketika Rafi terlihat berjalan menghampiri mereka. Kedua lelaki dewasa yang sudah berumah tangga itu mendadak saja jadi salah tingkah ketika menyadari para perempuan itu berjalan menuju mereka.

Apalagi Pak Ridwan yang doyan dengan daun muda. Matanya langsung bergerilya memeriksa mana perempuan paling cantik di rombongan itu.

“Gila, men. Cantik-cantik bener.” Evan memalingkan wajahnya dan berbisik pada Danesh.

Danesh tidak sempat menjawab karena Rafi yang setengah mabuk berseru padanya, “Danny Boy! Ini hadiah gue buat lo, men!” serunya sambil menunjuk bangga para perempuan cantik itu.

Dalam hati Danesh kaget, namun dengan cepat dia bisa mengendalikan dirinya. Dipakainya lagi wajah pengacara yang keren dan terlihat serius. Instingtif, dia mendorong kacamatanya ke pangkal hidung.

“Hey, handsome ….” Wanita itu menghampirinya sambil menyunggingkan senyum menggoda pada Danesh, Evan dan Pak Ridwan, namun memilih untuk merangkul Danesh kemudian mendaratkan kecupan basah di pipi “selamat ya, katanya baru jadi duda!”

Rafi sialan.

Danesh hanya tersenyum dan bergumam, “Thanks.”

“Panggil aku Mami. Ini anak-anakku, cantik-cantik ‘kan?” ujarnya bangga.

Mata Danesh menyapu wajah-wajah perempuan yang dibawa oleh Mami. Dari lima orang perempuan, tiga diantaranya bule. Kulit putih pucat, berambut pirang stroberi, hidung mancung dan tubuh tinggi langsing khas wanita Eropa Timur.

Semuanya kelihatan cantik sampai-sampai Evan yang punya asma, sesak napas, dia mengeluarkan inhalernya.

Ssssrrrrooottt…!

My God. Bisakah hari ini tidak lebih aneh lagi?

Danesh menoleh pada Evan dan bertanya pelan, “OK, man?”

Evan mengangguk-angguk, dia mengacungkan jempolnya sambil mengatur napasnya. Penyakitnya sering kambuh jika dia terlalu bersemangat atau kaget.

Pak Ridwan tidak sempat menggoda Evan, lelaki yang sudah bangkotan itu mendadak saja merasa celananya jadi lebih sesak. Dia berdeham dan menghampiri Mami, “Halo.”

“Hai.” Balas Mami dengan nada menggoda, perempuan itu tersipu ketika Pak Ridwan meraih tangannya dan mengecup punggung tangannya lembut “Hmmm …. A gentleman, I like it ….”

“Boleh kenalan sama anak-anaknya, Mam?” tanya Pak Ridwan yang jago banget soal rayu-merayu.

“Oh, tentu… tentu …. Tapi sebelumnya, silakan pilih mau yang mana Danesh?”

HA?!

Danesh yang sedang mengagumi kecantikan para perempuan yang berdiri berombongan bagaikan kandidat Miss Universe itu, menoleh kaget “Saya?” tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.

“Hm, saya sengaja bawa anak-anak terbaik saya untuk kamu. Rafi bilang kamu kebanyakan kerja dan kesepian, jadi kita datang untuk nemenin kamu.”

Danesh melayangkan pandang pada Rafi yang tergelak. Entah dia harus tersinggung atau berterima kasih pada bajingan itu.

“Tenang, Danny Boy. Semuanya udah diatur. Lo nikmatin aja… anggap aja ini sample. Ya ‘kan Mami?” Rafi mengedip pada Mami.

“Ya.” Mami meraih sebuah gelas dari pelayan yang membawa nampan.

Danesh kelihatan serba salah, dia memandang rombongan perempuan cantik yang diperuntukkan baginya, kemudian beralih pada sahabatnya, Pak Ridwan dan terakhir …. Mami.

Wanita paruh baya itu mengulum senyumnya, dia mendekat pada Danesh dan berbisik, “Saya juga penawaran khusus buat kamu, Danesh…”

Bulu kuduk Danesh mendadak berdiri mendengarnya. Instingnya mengatakan bahwa penawaran yang disebutkan itu bukan penawaran biasa.

“Penawaran macam apa?” tanya Danesh setengah berbisik, berusaha tetap menampilkan sosok karismatik Pengacara andalannya.

Mami tersenyum misterius, wanita itu membalas dengan percaya diri “Hm, yang jelas …. Penawaran seumur hidup. Penawaran yang sayang untuk kamu lewatkan. Penawaran yang akan mengubah hidup seorang Daneshwara.”

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Herni Widjaya
haiiii Rafi...kau mengingatkanku sm si Chan Chan....ouchhh gemes deh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status