Share

5

sekitar sepuluh kilometer. Tidak terlalu jauh, memang. Zulaika berangkat dengan menaiki motor matiknya. Dia memang sudah lihai mengendarai mobil sejak tahun lalu, tapi entah mengapa aku belum percaya bila gadis itu membawa CRV hitam ini. Kuanggap dia masih terlalu dini untuk mengendarai kendaraan roda empat. Anak yang kupikir masih terlalu ‘dini’ tersebut, nyatanya sudah sangat liar di luar ekspektasiku.

              Kulirik jam di dasbor mobil. Pukul sembilan lewat lima belas. Aku harus lekas sampai, pikirku. Sudah tak sabar lagi mulut ini hendak bertanya panjang kali lebar kepada Zulaika. Meminta pengakuannya atas chat-chat mes*m yang tak sengaja kutemukan di laptop. Apa pun yang terjadi, anak itu harus mendapat teguran. Kalau perlu, akan kukirim dia ke pesantren yang berbasis boarding school, bila dia terlalu gengsi dan tak nyaman untuk tinggal di pondok konvensional seperti si Ario. Biar kujual saja emas-emasku di brangkas demi membayar biaya Islamic Boarding School yang selangit tersebut. Yang penting dia berubah!

              Ya, jika dipikir, aku yang salah. Aku yang sudah terlalu lembek. Membiarkan anak itu mengambil keputusan sendiri, tanpa aku ingin ikut campur kepadanya. Termasuk menutup aurat.

              Zulaika memang tak berjilbab, meski dia terpantau masih salat apabila di rumah. Aku pernah menyarankan, tapi tak kupaksa lagi sebab dia selalu beralasan belum siap. Bagiku hidayah itu memang milik Allah. Namun, nyatanya aku salah. Hal yang wajib saja aku tak bisa memaksa anak tersebut. Apalagi hal-hal yang remeh temeh. Aku sungguh menyesal. Hanya rutukan saja yang dapat kulayangkan kepada diriku sendiri sepanjang perjalanan.

              Setelah berkendara sejauh setengah perjalanan, aku tiba-tiba harus melambatkan laju kendaraan sebab kemacetan dari arah depan sana. Kerumunan orang tampak dari sini. Mobil-mobil dan kendaraan bermotor di depanku juga turut berhenti. Astaga! Apa-apaan ini? Mengapa harus di saat seperti ini terjadi kemacetan segala?

              Aku mengembuskan napas masygul. Merasa kesal luar biasa. Buru-buru aku membuka kaca mobil dan berusaha mencari informasi kepada warga yang tampak berbondong-bondong menuju ke arah kerumunan.

              “Pak, ada apa ya, di depan sana?” pekikku kepada seorang lelaki 40 tahunan yang berjalan dari arah ujung sana dan menuju balik ke sebuah bengkel pinggir jalan dekat mobilku berhenti.

              “Ada kecelakaan, Bu. Anak SMA pakai motor berdua. Laki sama perempuan. Digilas sama truk katanya.”

              Astaghfirullah! Jantungku rasanya mau lepas. Napasku pun langsung tercekat. Ya Allah! Apakah itu Zulaika dan pacarnya yang bernama Boo? Jangan-jangan … mereka sudah kabur dari sekolah dan mengalami kecelakaan barusan.

              Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung keluar dari mobil dalam keadaan mesin yang sudah kumatikan. Aku tak peduli lagi apabila kendaraan di belakang sana bakal ngamuk sebab mobilku telah menghambat jalan. Yang ada di otakku hanya Zulaika seorang.

              Aku berlari kencang. Sepanjang langkah, hanya istighfar yang kuucap. Aku meminta ampun pada Allah. Memohon agar Zulaikaku panjang umur dan selamat.

              Sekiranya hanya perlu satu menit untuk tiba di ujung kerumunan. Sebuah motor matik warna abu-abu mirip kepunyaan anakku hancur bagian depannya. Motor itu digotong oleh beberapa orang pria untuk ditepikan.

              “Zulaika!” Aku berteriak histeris. Lututku lemas. Tangisku pecah. Dua tubuh telah terbujur dengan penutup koran di atasnya. Darah mengalir membasahi aspal. Raung mobil polisi dan ambulans bersahut-sahutan bagai lagu kematian yang pilu.

              “Bu, ada apa? Apa itu anaknya?” Seseorang telah menggamit lenganku. Aku yang langsung terduduk di aspal, tepat beberapa jengkal dari tubuh-tubuh yang bergelimpangan tersebut, hanya bisa tergugu sambil menutupi wajah.

              “Ya Allah, Bu? Anaknya beneran?”

              “Coba dipinggirkan dulu ibunya. Tenangin dulu di sini.”

              Berbagai suara memenuhi telingaku. Namun, yang kupikirkan hanya nasib tragis yang menimpa Zulaika. Ya Allah, cobaan macam apa ini? Dia baru saja mengirimiku pesan. Mengapa anakku sudah pergi dengan bersimbah darah begini?

              “Aku ingin melihat anakku!” pekikku lagi sambil tertatih untuk bangkit. Kulihat ke sekeliling, sudah ramai orang yang mengerumuni.

              “Kasih jalan ke ibunya. Ibunya mau lihat jenazah anaknya!” teriak seorang lelaki yang berusaha untuk memecah kerumunan orang yang sibuk memperhatikanku. Orang-orang itu pun lalu minggir lagi. Aku yang kini dipapah oleh dua orang ibu-ibu seusiaku, berjalan dengan kedua tungkai yang lemasnya bukan main.

              “Ya Allah! Ya Allah!” teriakku sambil terus menangis dan menatap pilu ke arah dua tubuh yang berbaring dengan posisi melintang tak beraturan. Jarak masing-masing korban mungkin hanya sekitar semeter saja. Tak terlalu jauh.

              “Sabar ya, Bu. Ini ujian dari Allah,” ucap seorang ibu berjilbab warna kuning di sebelahku.

              “Yang mana yang perempuan?” tanyaku dengan bibir yang gemetar.

              “Yang mana, Pak?” tanya ibu-ibu berjilbab hijau di sebelah kiriku kepada laki-laki bertopi hitam yang berjalan bersama polisi. Mungkin mereka akan mengevakuasi korban.

              “Yang itu!” tunjuk lelaki tersebut sambil menujuk ke arah mayat yang memang sudah tak jauh dariku. Posisinya melintang dengan tertutup rapat kertas koran. Aku gemetar hebat. Seseorang yang tiba-tiba datang dari arah belakang, langsung membukakan penutup koran tersebut dengan gerakan cepat.

Aku berteriak sejadi-jadinya. Memanggil nama Zulaika dan menutup mata saking tak kuat untuk melihat kenyataan pahit ini. Zulaika, jika kamu marah kepada Mami sebab membuka W******p milikmu, apakah ini balasan yang tepat untuk kemarahan yang menunjukkan rasa kasih itu? Ketahuilah Zulaika, Mami sekarang sangat menyesal atas semua yang telah Mami lakukan atasmu. Maafkan Mami, anak kesayanganku.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabeb saha
jir klasik bet klasik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status