LOGINSudah dua minggu lamanya Danastri dirawat di paviliun Jayanatra. Luka di kepalanya dijahit oleh dokter keluarga. Luka di tangannya mulai membaik meski kadang Danastri dihantui mimpi buruk.
Jika mimpi buruknya datang Danastri demam. Setiap kali demamnya kambuh, Widipa selalu duduk di sampingnya dan ketika Danastri terbangun, pria itu sudah menghilang seperti bayangan. Di hari kelima kedatangannya di paviliun yang terletak di daerah pebukitan, Danastri tersadar dan terkejut mendapati dirinya berada di tempat yang asing. Para pekerja bungkam saat dia bertanya. "Siapa yang menolongku?" Dia bertanya pada seorang pelayan wanita muda yang merawatnya selama ini. "Tuan muda kami, Nona. Dia menemukan anda di dasar jurang lalu membawa anda ke sini," jawabnya tenang sembari menyiapkan obat untuk Danastri. "Boleh aku menemuinya?" tanya Danastri yang ingin mengucapkan rasa terima kasihnya. "Tuan muda sedang tidak ada di sini, Nona. Lebih baik anda fokus pada penyembuhan. Jika anda membutuhkan saya, tekan saja bel di samping tempat tidur itu." Para pekerja di paviliun ini tak banyak bicara. Mereka menutup mulut soal tuan muda yang menolongnya. Danastri terus menunggu kedatangan sang pemilik paviliun hingga pagi itu saat terbangun, dia merasakan kehadiran sosok pria di kamar. "Kau sudah sehat rupanya, Danastri," ucap Widipa duduk di kursi kayu, menatap ke luar jendela sembari kedua tangannya memegang secangkir kopi yang mengepul. "Anda mengenal saya, Tuan?" Danastri merasa tak mengenal pria yang duduk tenang di hadapannya. "Lunara Danastri anak dari keluarga Wirajaya sebelum kedatangan gadis bernama Dinara yang mengambil posisimu sebagai pewaris dari alm tuan Daru," ungkit Widipa menatap Danastri. Seketika Danastri terpaku sejenak melihat sosok pria yang memiliki sorot mata tajam. “Kenapa anda menolongku?” suara Danastri serak. Dia bangkit setengah duduk. Widipa menoleh perlahan. Sorot matanya teduh tapi tak mudah terbaca, "Karena aku kasihan melihatmu menderita." "Kasihan karena aku terusir dan mencoba membunuhku?" tanya Danastri getir. "Lalu aku harus berkata apa? Bukankah seperti itu kenyataannya?" Widipa berkata dengan datar. Danastri menatapnya dan mencoba menebak maksud di balik kata-kata kaku yang diucapkan pria di hadapannya, pasalnya Danastri tahu jika ada sesuatu hal yang menjadi alasan pria tersebut menolong hingga menyembuhkannya. "Apa anda tidak memiliki maksud lain selain karena kasihan padaku, Tuan?" Widipa beranjak dari kursinya, menaruh cangkir yang sudah mendingin dan berdiri sembari menatap Danastri yang tergerai rambutnya tanpa riasan. Sejatinya Widipa mengagumi kecantikan natural Danastri, tetapi dia bukan tipe orang suka memuji. "Jika kau sudah tahu jawabannya. Untuk apa kau bertanya lagi?" "Dan satu hal lagi. Jangan memanggilku tuan. Namaku Widipa Abhiru Jayanatra," ucapnya sebelum meninggalkan Danastri di kamar. Nama belakang Widipa membuat Danastri terkejut. Keluarga terpandang nomer satu yang menguasai kerajaan bisnis di negeri ini. Keluarga yang dibenci dan menjadi pesaing bisnis ayahnya. Danastri tahu tak ada yang bisa mengalahkan keluarga Jayanatra dalam hal apapun, karena itulah sang ayah ingin bersaing dan harus menjadi nomer satu. Meski dia tak turun langsung mengurus bisnis keluarganya, Danastri belajar secara diam-diam dan mengambil mata kuliah bisnis. "Aku tidak tahu apa alasanmu yang sebenarnya menolongku, Widipa." "Tapi terima kasih atas bantuanmu. Tanpamu mungkin aku tak akan di sini sekarang." Perkataan Danastri didengar Widipa. Senyum kecil tersinggung di bibirnya. Ada perasaan yang tak bisa dia jelaskan. Bingung dan penasaran. **** ["Setelah merayakan pesta besar-besaran menyambut kedatangan putri kandungnya, kini tuan Bagas sedang mempersiapkan pesta ulang tahun yang ke dua puluh lima untuk Dinara Kinanti Wirajaya."] ["Mereka akan mengundang sejumlah petinggi negeri ini untuk mengumumkan hak waris dari Daru Wirajaya."] Danastri melihat berita mengenai keluarganya. Di layar televisi ada keluarga yang bahagia sedang melakukan interview bersama pembawa berita yang terkenal. ["Kami turut berduka atas meninggalnya putri angkat anda karena kecelakaan." ["Kami tidak tahu jika keluarga Wirajaya mengadopsi anak untuk menggantikan putri kandung anda yang tertukar. Betapa baiknya anda semua."] Lucu dan miris saat Danastri mendengarnya. Dia tertawa seolah berita itu drama komedi baginya. Bagaimana tidak? Jika dia diberitakan anak adopsi dengan penuh kasih sayang. Mereka tak mau mengakui jika di akta kelahiran ada namanya. ["Dia anak yang tidak sombong, pengalah dan baik. Dia mengalami kecelakan karena dia ingin cepat-cepat menemui Dinara. Dia senang akhirnya bisa bisa berjumpa lagi dengan saudaranya yang sudah lama berkuliah di Inggris."] ["Sayang takdir berkata lain. Putri kami meninggal padahal dia sudah menyiapkan kejutan manis untuk saudaranya."] ["Ibu merindukanmu, Nak."] Danastri tersenyum getir, tak ada tangisan atau mengasihani diri sendiri. Semua ucapan di televisi itu adalah kebohongan besar yang diciptakan keluarganya agar publik tak mengetahui kecelakaan tersebut hasil perbuatan mereka demi warisan. "Daripada kau melihat berita tak penting. Berganti pakaianlah. Aku tak suka melihat penampilanmu yang sangat sederhana," ucap Widipa tiba-tiba datang lalu mematikan televisi. "Kita mau ke mana, Widipa?" tanya Danastri yang sudah mulai bersikap santai. "Aku tunggu 10 menit di mobil," ujar Widipa langsung beranjak keluar. Sebulan tinggal bersama Widipa, Danastri sedikit mengenal pria tersebut yang terkesan irit bicara, dingin dan kaku. Tak mau membuat Widipa berkata tajam, Danastri buru-buru berganti pakaian dan sejenak melupakan berita tersebut. *** Rupanya Widipa mengajak Danastri ke tempat butik terkenal milik sang bibi. Widipa meminta lantai bagian atas tertutup dan tidak boleh ada yang datang, karena dia tak ingin semua orang tahu keberadaan Danastri. Mereka pun masuk di pintu rahasia. Meski sejak bayi dibesarkan di keluarga Wirajaya, Danastri tak pernah membeli pakaian mahal dan mewah. Dia membeli sendiri dari uang saku yang diberikan ayahnya sedangkan Dinara mendapatkan kemewahan. "Ubah penampilannya. Buat dia tampil berbeda. Natural tapi ada sisi keanggunannya," pinta Widipa pada sang penata busana dan make up. "Satu jam lagi aku akan kembali ke sini dan melihat hasil tangan kalian mengubahnya." Danastri tak banyak bicara. Kata Arif, seorang Widipa dikenal dengan jiwa bisnis yang tak bisa ditinggal. Baginya urusan pekerjaan adalah nomer satu. "Ubah penampilannya. Buat dia tampil berbeda. Natural tapi ada sisi keanggunannya," pinta Widipa pada sang penata busana dan make up. "Satu jam lagi aku akan kembali ke sini dan melihat hasil tangan kalian mengubahnya." Danastri tak banyak bicara. Kata Arif, seorang Widipa dikenal dengan jiwa bisnis yang tak bisa ditinggal. Baginya urusan pekerjaan adalah nomer satu. Arif dan Widipa segera melangkah keluar melalui pintu dan turun. Dia tak mau ada kecurigaan di antara pengunjung. Widipa melihat arloji masih ada waktu bertemu dengan investor asing. Namun saat berjalan agak cepat, dia bersenggolan dengan seorang gadis di pintu masuk. "Anda tidak apa-apa, Nona?" "Saya tidak apa-apa. Terima kasih sudah menolong mengambilkan tas saya." Gadis itu tak berkedip melihat penolongnya. Saat itulah sebuah senyum licik terukir di bibirnya. Dia akan mencari tahu sosok pria itu dan ingin memilikinya.Langit mendung tak menyurutkan rencana Danastri untuk menemui Dayu Ratna. Ada berbagai banyak hal yang ingin dia tanyakan salah satunya mengenai jati dirinya. Apa Dayu Ratna tahu tentang keluarganya atau Dayu Ratna adalah ibu kandungnya?Dia sudah meminta ijin pada Arumi untuk keluar sebentar, tetapi tidak memberitahu yang sesungguhnya. Hanya Sagara yang bisa dia minta tolong untuk mengantarkannya sedangkan Widipa terlalu sibuk dengan dunianya."Maaf ya mas merepotkan," ucap Danastri saat masuk ke mobil."Apa sih yang kau katakan? Tidak merepotkan sama sekali kok lagipula kebetulan aku libur," jawab Sagara segera menyalakan mesin mobilnya."Kau masih menaruh curiga jika Dayu dia tahu tentang rahasia kelahiranmu?" Sagara melirik sejenak, raut wajah Danastri sudah tampak segar setelah keluar dari rumah sakit."Iya mas. Aku hanya ingin bertanya padanya karena dia seolah-olah begitu mengenaliku sejak aku bayi. Jika dia ibuku, kenapa dia meninggalkanku? Jika ayah memang ayah kandungku kena
Sama seperti dulu Danastri selalu sendiri. Tak ada seorang pun menemaninya bahkan di saat sakit pun. Hari ini waktu dirinya pulang dan Sagara hendak mengantar setelah pemeriksaan selesai, tetapi dia memilih untuk tidak merepotkan siapapun.Danastri sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri. Baginya tak perlu dipermasalahkan toh dia sudah dewasa sekarang. Selesai menata pakaian, mengurus administrasi kepulangan dan siap untuk memanggil taksi. Dia ingin sampai apartemen lalu menyelesaikan tugasnya.Terdengar suara pintu diketuk, Danastri pikir perawat nyatanta yang muncul justru Arumi dengan wajah lembut dan di belakangnya berdiri Widipa. Danastri tertegun sejenak Tangannya berhenti memasukkan baju terakhir ke tas."Untung kami tidak terlambat menjemput, Sayang. Hari ini kau ikut bersama kami pulang dan sementara waktu tinggallah di rumah bibi ya," kata Arumi mendekat seraya memegang bahunya.Danastri cepat menggeleng. Ini pasti ulah Sagara lagi dan dia tak mau merepotkan orang dalam ha
Danastri dan Sagara melihat rekaman cctv kemarin malam. Ternyata Dayu Ratna yang menguping pembicaraan mereka, tetapi ketika mereka hendak pergi menemuinya Dayu sudah pulang.Padahal wanita itu tak diperbolehkan pulang terlebih dulu. Rasanya ada yang aneh, tetapi Danastri dan Sagara tak mau mengambil kesimpulan. Mungkin saja Dayu tak sengaja mendengar pembicaraan mereka.Namun Danastri akan tetap menemui Dayu setelah dia keluar dari rumah sakit, dia ingin memastikan semua hal yang dia ingat kembali peristiwa belasan tahun silam. Dia harus tahu alasan Dayu pernah datang dulu."Sebenarnya siapa Dayu Ratna selain istri kedua ayah?""Mungkinkah----? Ah tidak mungkin dia ibu kandungku?""Bukankah kakek sudah menunjukkan makam kedua orang tua kandungku dulu? Jadi tak mungkin Dayu Ratna ibu kandungku?""Atau dia mengenali keluargaku yang sesungguhnya?"Berbagai pikiran menyelimuti isi otak Danastri saat ini. Dia bahkan sampai menebak sendiri jati diri Dayu hingga membuat Sagara mengatakan ha
Cahaya matahari menembus tirai tipis, jatuh lembut ke wajah pucat Danastri yang masih terbaring lemah. Di kursi sebelahnya Sagara duduk sambil menatap layar monitor dengan ekspresi tenang, tetapi mata itu menyimpan kelelahan dan iba yang dalam.Obat tidur membuat Danastri terlelap seolah tidak terganggu dengan suara di lorong yang tampak ramai ketika para perawat hilir mudik bersama kunjungan dokter. Hari ini Sagara bebas tugas hingga dia bisa menemani Danastri sejak semalam."Kau pasti menginginkan kehadiran ayah ibumu, bukan? Sayang mereka bukan manusia, Danastri.""Maaf aku telah berlaku kurang ajar karena tak meminta ijin mendatangkan paman Sailendra dan bibi Arumi. Hanya mereka yang peduli padamu."Terdengar suara langkah terhenti di depan pintu. Pintu perlahan terbuka. Arumi dan Sailendra melangkah masuk dengan hati-hati seolah takut membangunkan Danastri yang belum terbangun."Bagaimana keadaannya?” tanya Arumi pelan, suaranya lembut penuh sarat kekhawatiran.Sagara berdiri sam
["Pak, perwakilan perusahaan dari Singapore tidak akan mengambil lagi bahan kain dari kita."]Bagas melempar semua kertas, dokumen dan apa saja yang ada di meja. Kabar dari sekretaris barusan membuatnya emosi. Dia sudah menunggu perusahaan Sky Blue yang terkenal memproduksi pakaian bagus dan dikenal tidak lagi mengambil kain dari perusahaannya.Sepuluh tahun perusahaan tersebut selalu memesan kain di tempatnya, tetapi kini mereka tak mau lagi dengan alasan tak masuk akal. Kualitas kain mereka tak sebagus dulu dan hal tersebut berakibat kerugian."Bagaimana ini, Pak Bagas? Jika begini terus kita akan mengalami kegagalan dalam menjual kain-kain.""Hal yang paling kami takutkan jika perusahaan lainnya akan melakukan hal yang sama.""Kami tidak mau tahu. Anda harus mencari solusinya!"Para dewan direksi memberi pernyataannya ketika berada di rapat pemegang saham. Dalam sebulan mereka sudah mengalami kerugian besar ketika perusahaan besar Singapore memutus kontrak kerjasama.Jika itu terja
Sagara menghela napas berat. Setelah membawa Danastri ke rumah sakit dan memberi penanganan pertama hingga membuat kondisi perempuan itu stabil. Kini Danastri sudah berada di ruang perawatan.Namun bukan masalah kondisi Danastri yang dia pikirkan, sekarang Sagara pikirkan bagaimana memberitahu keluarga Danastri agar memberi pernyataan setuju untuk Danastri jalani operasi bulan depan.Suara detak jam dinding di ruangannya terdengar pelan.Sagara duduk di balik mejanya sambil menatap berkas medis milik Danastri. Di pojok berkas itu tertulis dengan tinta biru 'Pasien pasca trauma — operasi ditunda, kondisi stabil.'"Kenapa kau harus terlahir tanpa mengenal orang tua kandungmu, Danastri?""Andai saja orang kandungmu masih hidup, akankah mereka menerimamu?"Ada berbagai hal yang Sagara tanyakan pada Danastri mengenai orang tua kandungnya, tetapi Danastri mengatakan kalau mereka sudah meninggal karena kecelakaan. Itu yang dikatakan Daru dulu."Maaf Danastri, untuk kali ini biarkan aku membe







