"Kau bukanlah putri kandung kami. Kau tertukar saat berada di rumah sakit." Sejak kecil Danastri tak pernah mengetahui alasan dirinya diabaikan, tak dipedulikan dan keluarga yang bersikap dingin padanya hingga suatu hari datanglah sosok gadis angkuh yang menggantikan posisinya. Danastri hanyalah anak yang tertukar hingga warisan dari sang kakek jatuh ke tangannya secara mutlak. Keluarganya tak terima dan berusaha menyingkirkan Danastri dengan cara melenyapkan gadis itu selamanya. Namun rencana mereka gagal, Danastri diselamatkan oleh musuh bebuyutan sang ayah. Danastri disembunyikan, dirawat dan dibangkitkan dari reruntuhan luka dan pengkhianatan. Di balik semua itu ada Widipa, pria yang dingin dan penuh rahasia. Dia menyelamatkan Danastri, tetapi tak ada seorang pun yang tahu jika keluarganya menyimpan luka masa lalu terhadap keluarga Danastri. Danastri dan Widipa bekerjasama menghancurkan keluarga Wirajaya. Namun satu hal yang tak mereka ketahui, ada surat warisan kedua yang harus dibuka saat Danastri berusia dua puluh tahun. Mengapa surat itu justru ada di tangan Widipa? Mampukah Danastri menghancurkan keluarga angkatnya? Siapa yang akan benar-benar hancur saat semua rahasia terbongkar—mereka atau dirinya sendiri?
View MoreDeru napasnya berpacu cepat seiring mobil yang mengikutinya dari belakang dengan kecepatan tinggi di jalanan yang sepi. Sesekali dia melihat ke arah mobil hitam di belakangnya, dia benar-benar tidak tahu siapa sosok yang hendak menabraknya.
"Julius tolong aku! Angkat teleponnya," ucapnya ketakutan saat dia mau menghubungi seseorang. Tak ada jawaban. Gadis berkacamata tipis itu tampak jelas ketakutan. Mobil hitam kini ada di sampingnya berusaha menabrakkan mobilnya untuk masuk ke jurang sebelah sisi kiri jalan. Dia sendirian dalam menghadapi bahaya di hadapannya. Sejak meninggalkan rumah, mobil itu mengikutinya. "Argh ...." Dia menjerit saat ada suara gesekan mobil dan dipaksa untuk terus berada di sisi kiri. Namun gadis itu bisa mengendalikan kendaraannya, dia ikut membanting stir ke kanan agar mobil yang mengikuti menjauh. Mobil hitam tak mau kalah, sosok di dalamnya terus saja melaju dengan kecepatan tinggi. Sekarang mobil itu dengan sengaja menabrak dari sisi belakang hingga membuat kepala gadis tersebut membentur stir. Dia terus berkendara lagi meski dua kali mobil hitam itu berusaha untuk membuat dia celaka.Dia melihat di depan ada dua jalur belokan dan mengecohnya. "Julius tolong angkat teleponku. Aku takut," katanya melalui voice note. Panggilannya dijawab, tetapi kalimat dari seberang membuatnya kecewa. ["Maaf. Ibuku dirawat di rumah sakit sekarang."] Sahabatnya tak membantu. Dia membuang ponselnya dan berusaha mencari perlindungan sendiri. Dia melihat ke belakang, mobil hitam itu tak ada. Jalanan sepi sekali karena dia mengendarai di dini hari buta. Dia sadar banyak orang yang mengincar posisinya kini. Mungkin itulah sebabnya ada beberapa orang menginginkan kematiannya. Dia mengira mobil yang mengikutinya sudah pergi, tetapi nyatanya saat dia hendak melajukan dengan agak cepat dia tak menyadari jika ada lagi satu mobil menunggu di sisi kiri jalan siap untuk rencana berikutnya. Tepat saat mobil gadis tersebut muncul, mobil perak memghidupkan mesin kendaraan dan segera memacu dengan cepat. Gadis itu tak sadar dan berpikir dirinya sudah selamat. Sayangnya ketika mengurangi laju, dia merasakan benturan keras dari belakang lalu berpindah ke sisi kiri. "Ya Tuhan. Selamatkan aku!" Tabrakan tak bisa dihindari lagi. Mobilnya terperosok ke sisi kiri jalan yang di bawahnya adalah bebatuan. Dia terpelanting saat mobilnya terjatuh ke jurang. Dia pasrah akan hidupnya dan tahu takdirnya memang kematian yang diharapkan mereka. Dia terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah. Dia mencium bau di mobilnya dan ingin sekali keluar. Namun kondisinya terlalu lemah, seluruh tubuhnya seolah remuk. Di tengah kelemahannya, dia mendengar ada suara langkah mendekat. Berharap seseorang menolong. "Biarkan dia mati perlahan-lahan, Andika." "Sekarang tak lagi yang bisa menganggu keluarga kita." "Selamat tinggal Danastri. Warisanmu hanya berhak dimiliki oleh putri kandung keluarga Brawijaya." Ketiga sosok itu meninggalkannya tanpa niat menolong. Mereka tertawa bahagia tanpa tahu penderitaan yang dialami gadis yang sekarat menunggu ajal menjemput. *** Di saat bersamaan dari arah berlawanan sebuah mobil sedang memerhatikan kejadian tersebut bersembunyi di antara pepohonan dengan lampu temaram. Di dalamnya sosok pria berdiam diri, tak ada suara hanya tatapan tajam mengarah ke mobil perak itu. Awalnya dia dalam perjalanan pulang setelah melakukan dinas luar negeri membahas soal investasi kerjasama. Di tangan dinginnya usaha keluarganya berkembang pesat dan maju. Tak heran dia mendapat julukan sang raja bisnis yang selalu berhasil menjalin kerjasama dengan negara manapun. Dia pria tak banyak bicara bahkan saat bekerja pun penuh ketelitian. Namun malam itu entah kenapa dia ingin memejamkan mata di tepi jalan, jalanan yang sepi sunyi. Baru beberapa menit memejamkan mata, dia mendengar tabrakan yang tak terlalu jauh dari tempatnya menepi. Dengan jelas dia melihat satu mobil mendorong mobil sedan hitam itu ke sisi jurang. "Tuan, di depan ada yang---" sang sopir panik. Sang tuan menyuruhnya diam lalu mematikan lampu mobil agar tidak ketahuan. Dia ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. "Rupanya dia." Dia berucap datar saat mengetahui ada pria bermobil perak tersebut. "Apa lagi yang kau lakukan? Nyawa siapa yang kalian hilangkan sekarang?" Dia menunggu dan bersama sang sopir menjadi saksi mata satu-satunya atas tabrakan yang disengaja tersebut tepat di hadapannya. Tak berselang lama ada mobil mendekati mobil perak. Sekali lagi dia mengenali kendaraan tersebut. "Tuan Widipa, apa perlu saya panggil polisi?" tanya sang sopir di depan saat tak lagi mobil perak di sana. "Tidak perlu," sahutnya dingin. "Lalu bagaimana dengan orang di dalam mobil itu? Dia akan kehilangan nyawanya." "Tak perlu memanggil polisi, Pak Sukmo. Panggil saja Riki sekarang. Dia tahu apa yang akan dilakukannya sesuai perintahku." "Baik Tuan. Saya paham." Pria muda bernama Widipa menyunggingkan senyum seolah kemenangan sudah di depan mata. Seulas senyuman menyeringai dengan tatapan setajam elang yang memburu mangsanya. "Tunggu pembalasanku, Tuan Wirajaya yang terhormat!" *** Semua orang tampak mengagumi kecantikan dan keanggunan seorang gadis yang baru saja turun dari anak tangga. Mereka bertepuk tangan, bersorak gembira menyambut kedatangannya. "Ternyata dia putri kandung keluarga Wirajaya yang sebenarnya. Tidak menyangka ya kalau gadis itu ternyata anak pungut." "Dinara memang pantas jadi putri keluarga kaya ini. Bukannya sih si gadis culun itu. "Dengar-dengar gadis culun itu meninggal karena bunuh diri enam bulan lalu. Mungkin malu." Terdengar bisikan yang ditangkap telinga gadis cantik Dinara. Dia tersenyum puas, lega dan gembira karena tak ada lagi gadis bodoh culun yang akan merebut harta warisannya. Kabar kematian Danastri hanya berbisik di lorong-lorong rumah megah itu. Tak ada yang mencarinya. Tak ada yang bertanya di mana pusaranya. Mereka seolah menelan keheningan itu seperti dentuman musik. Dan malam itu, rumah keluarga Wirajaya gemerlap. Lampu kristal menggantung megah, puluhan tamu berdasi datang merayakan peresmian Dinara sebagai pewaris sah. Dinara memandang semua orang yang mengagumi dirinya. "Mulai sekarang akulah yang pewaris sah di keluarga ini." "Tak ada yang bisa merebutnya." Keluarga Wirajaya berkumpul di atas podium untuk menyambut pembukaan acara pesta. Tepat saat MC hendak membuka acara, tiba-tiba lampu meredup. Musik berhenti mendadak. Orang-orang saling menoleh ke arah pintu. Dari pintu utama ada dua bodyguard berjas hitam berjalan cepat sedangkan di belakang mereka, seseorang melangkah dengan gaun hitam berkilau. Sepatu hak tingginya berdetak di lantai marmer, menggema di ruangan yang hening. Keluarga Wirajaya mematung. Anak tertua menjatuhkan gelas anggurnya, serpihan kaca berhamburan di sepatu mahalnya karena terkejut. Seorang wanita paruh baya mencengkeram tangan Dinara yang kini membeku seperti patung. Langkah itu semakin dekat ke podium. Gadis itu mendongak. Rambutnya disanggul anggun dan lehernya dihiasi kalung pusaka keluarga. "Halo ayah ... ibu." Dia berhenti dengan senyum tipisnya yang melebar. Sorot matanya menembus dada setiap orang yang pernah menusuknya diam-diam. Malam ini dia berdiri tanpa lagi ada ketakutan."Kau semakin sehat saja, Danastri."Vero duduk di seberang meja kafe kecil tempat dia memaksa Danastri bertemu. Tatapannya penuh keraguan, sementara Danastri bersandar santai seraya menyilangkan kaki dengan elegan. Tidak ada lagi kesan gadis lugu yang dulu selalu tunduk pada keluarga Wirajaya."Seperti yang anda lihat, Nyonya Vero. Sejak keluar dari rumah itu hidupku jauh lebih baik," jawab Danastri menyunggingkan senyum."Kenapa kau memanggilku nyonya? Aku masih ibumu, Danastri," ujar Vero berusaha melunakkan hati Danastri."Apa anda sudah lupa atau pura-pura hilang ingatan kalau kalian sudah mengusirku? Bahkan aku baru tahu jika kalian mengadopsiku lalu memutuskan hubungan. Jadi sekarang kita bukanlah keluarga," sahut Danastri dengan santainya.Sejak tahu Danastri bukan anak kandung mereka waktu masih bayi, mereka memutuskan agar Danastri dianggap anak adopsi saja. Mereka terus mencari keberadaan anak kandungnya meski membutuhkan waktu lama. Sebenarnya Vero dan Bagas hendak menyerah
Pagi ini seharusnya Widipa menemui seseorang yang akan menjadi dokter di rumah sakit milik ayahnya. Meski Widipa bukanlah seorang dokter, tetapi dia turut andil dalam kemajuan rumah sakit tersebut.Namun karena pertemuannya dengan Dinara semalam membuatnya jengkel, Widipa benar-benar muak dengan gadis itu. Sorot matanya dingin dan tangannya mengepal kuat hingga buku-bukunya menegang saat mengingat kemnbali.Arif baru saja masuk, menutup pintu perlahan lalu duduk berhadapan dengannya. Kemarin malam Arif ingin menemui Widipa di kediamannya, tetapi Danastri yang dia temui lalu dia tahu Widipa di kafe bersama Dinara karena dia menelepon sopir pribadi Widipa."Aku tebak kau pasti sedang kesal hari ini?" tanya Arif seraya duduk di sofa lalu melirik dua cangkir kopi di meja Widipa. Kebiasaan Widipa jika kesal atau emosi."Kau bertemu dengan gadis manja itu, bukan?""Apa Pak Sapto yang memberitahumu?" Widipa menyahut cepat sambil menoleh ke arah sang sahabat."Apalagi yang diinginkan gadis it
Para pelayan di kediaman Wirajaya terperanjat saat suara pecahan gelas baru saja terdengar dari ruang kerja sang majikan. Bagas membanting gelas minumannya ke lantai. Wajahnya merah padam, urat di lehernya menegang.Mereka tahu bakalan ada keributan besar yang akan terjadi sebentar lagi dan mereka memilih menghindar daripada kena amukan Bagas. Pelayan tua memberi isyarat agar pintu ditutup."Apa hanya ini yang bisa kau lakukan?" Bagas melempar surat tagihan yang datang pagi ini.“Genta! Apa kau tahu jika kau ini benar-benar anak tak berguna! Berani-beraninya berjudi sampai miliaran rupiah! Kau mau membuat keluarga ini hidup miskin?" Bagas membentak dengan lantang."Sejak kau remaja hingga usiamu yang sekarang, kau selalu membuat masalah. Apa kau tak bisa duduk diam saja?" Bagas tak hentinya bicara dan mengatai Genta anak pemalas dan bodoh.Genta berdiri dengan kaku dan rahangnya mengeras. Matanya pun merah bukan hanya karena marah, tapi juga karena menahan malu dipermalukan di depan k
Danastri masih berdiri di depan pintu apartemen, memegangi dadanya yang berdegup tak karuan. Kata-kata Widipa barusan terngiang lagi di kepalanya dam membuat Danastri berhati-hati.["Kau hanya bisa bertahan hidup selama masih di sisiku.”]["Ingatlah kau bidak catur yang aku mainkan."]Danastri menggigit bibir berusaha menahan getir yang tiba-tiba muncul. Selama ini dia selalu mengira hanya ada benci dan dendam dalam hatinya. Namun sejak adanya pria itu, kehadirannya menimbulkan sesuatu yang lain—sesuatu yang membuat hati goyah.Danastri melangkah pelan menuju sofa, tempat tadi Widipa duduk. Jemarinya menyusuri permukaan kain sofa itu, seakan masih ada jejak dingin Widipa di sana.“Kenapa hati ini sakit saat dia mengatakan itu? Padahal aku sudah tahu jika dia hanya memanfaatkan aku." Danastri berbisik lirih pada dirinya sendiri.Ada kesedihan di matanya. Enam bulan tinggal serumah, mengajari dirinya bisnis atau sekedar mengobrol telah menumbuhkan rasa suka yang dirasa Danastri terhada
"Apa yang kau lakukan di sini, Vero?" Bagas menatap curiga pada sang istri yang tengah berdiri di meja kerjanya."Oh aku lagi mencari ini. Gunting di meja depan udah nggak bisa digunakan dan kulihat meja mas berantakan jadi aku---""Lain kali jangan pernah merapikan apapun di sini dan kau bisa menyuruh pelayan membeli gunting," potong Bagas melangkah maju mendekati Vero."Ya mas maaf. Kalau begitu aku ke kamar dulu," pamitnya sembari sejenak menoleh pada Bagas yang membelakanginya.Vero sudah mengenal Bagas sejak kecil, mereka berteman lalu jatuh cinta hingga akhirnya menikah. Dua tahun menikah lahirlah Genta selang lima tahun Vero hamil. Sejak kehamilan anak kedua inilah perubahan sikap Bagas terlihat.Bagas yang hangat dan selalu bercanda berubah setelah mengalami kecelakaan. Vero berkeyakinan jika hal tersebut dipengaruhi oleh kepala Bagas yang cidera."Ibu, ayah di dalam?" Genta sang anak datang dari luar dengan membawa kunci mobil."Iya ada. Tapi jangan ganggu ayahmu sekarang," u
["Mengejutkan! Kabar yang membuat heboh pagi ini datang dari pesta keluarga besar Wirajaya semalam. Putri adopsi mereka, Lunara Danastri yang sebelumnya diberitakan meninggal akibat kecelakaan tragis, ternyata masih hidup. Kecelakaan itu, menurut sumber, diduga disengaja oleh pihak yang tidak menyukai Danastri.”]["Siapa yang menjadi musuh keluarga Wirajaya? Lalu apa hubungan Lunara Danastri dengan keluarga Jayanatra?"]Pagi itu sinar hangat matahari menembus tirai tipis kamar kediaman Widipa. Di atas sofa empuk Danastri duduk bersandar dengan gaun rumah sederhana dengan secangkir teh hangat di tangannya. Matanya terpaku pada layar televisi yang menayangkan siaran berita pagi.Dia tahu jika kedatangannya kemarin mengejutkan semua pihak. Mereka tak percaya jika dirinya masih hidup. Widipa ada di balik layar atas pertolongan Danastri, dia menyuruh anak buahnya untuk mencari jenazah yang mirip dengan Danastri agar semua percaya jika gadis itu telah meninggal.Tes DNA, pakaian hingga tand
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments