Senyum Arsyila merekah saat mengambil satu buket bunga lily putih yang dia temukan di depan rumahnya pagi ini.
“Astaga, bahkan kakak ipar masih mengirim bunga saat hari pernikahannya!” teriak Arsyila sambil nggoyang-goyangkan buket bunga di tangannya mendapat sorakan dari orang-orang di rumahnya.“Berdoalah kau bisa mengikuti jejak kakakmu, dia sangat beruntung mendapatkan pria tampan dan sangat perhatian seperti tuan muda Reyga!” Gadis bersurai coklat itu tertawa sambil geleng-geleng kepala mendapat sahutan dari bibi Megy yang merupakan adik dari ibunya.“Bilang saja Bibi pasti iri dengan kakakku kan?” Semua orang tertawa mendengar jawaban Arsyila yang menggoda sang bibi, tak terkecuali sang bibi. Mendengar suara gaduh di ruang tamunya, nyonya Derin yang baru muncul dari biliknya keluar dengan kedua tangan memegangi keningnya. Kelelahan tergambar jelas di raut wajahnya.“Kita sangat sibuk hari ini, tidak bisakah kalian pelankan suara kalian dan berhenti main-main?!” hardik Nyonya Derin membuat semua orang sontak menghentikan tawa mereka.“Astaga, putri tertuamu akan menikah hari ini. Harusnya kau memasang wajah senang, tidak marah-marah seperti ini. Oh, ya ampun. Syila, lihat ibumu, dia bisa menua lebih cepat jika seperti ini,” ucap bibi Megy, kembali mengundang tawa Arsyila dan semua orang. Namun wajah penuh mendung nyonya Derin membuat mereka segera diam. Sepertinya hari ini sang pemilik rumah sama sekali tidak bisa diajak bercanda. Arsyila segera mengatupkan bibirnya, berusaha menahan tawa saat tatapan nyonya Derin jatuh padanya.“Syila, pergilah ke atas dan bantu kakakmu bersiap. Dua jam lagi kita harus pergi gereja untuk pemberkatan. Jangan sampai terlambat, cepat kau bantu dia!” perintah nyonya Derin pada putrinya. Arsyila mengangkat telapak tangannya, membentuk tanda hormat pada sang ibu, “Aye-aye Syila siap bertugas!” Senyum kecil terbit dari bibir nyonya Derin melihat tingkah putri bungsunya yang selalu penuh semangat.Arsyila berlari-lari kecil menaiki tangga. Kamar kakaknya, Syakila berada di lantai atas, tepat di samping kamar miliknya. Sekitar lima belas menit yang lalu Arsyila sempat melihat para perias pengantin telah turun ke bawah, itu artinya Syakila sudah selesai dirias. Arsyila sudah membayangkan kakaknya akan terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin yang sebulan yang lalu telah mereka siapkan. Arsyila sendiri yang telah menggambar desain gaun pengantin kakaknya, karena itulah hari ini gadis itu tak sabar akan melihat kakaknya memakai gaun yang telah dia desain khusus untuk sang kakak.“Kakak, apa kau sudah siap?” Arsyila mengetuk pintu kamar Syakila.“Kakak, lihatlah bunga yang dikirimkan calon suamimu pagi ini! Dia benar-benar sangat romantis!” teriak Arsyila bersandar di depan pintu sambil senyum-senyum mengelus kelopak bunga di dekapannya. Padahal kakaknya yang mendapatkan bunga, tapi Arsyila yang merasa berdebar. Sungguh Arsyila berharap kelak dia bisa mendapatkan pria seperti calon kakak iparnya. Lama tak mendapat sahutan Arsyila kembali mengetuk pintu kamar kakaknya.“Kakak?” pangil Arsyila ketiga kalinya setelah tak mendapat sahutan apapun dari dalam. Kening Arsyila berkerut, kenapa sang kakak tidak menjawabnya?“Kak, apa kau tertidur karena terjaga semalaman? Benar, kau pasti sangat gugup sampai-sampai tidak bisa tidur semalam.” Arsyila terkekeh membayangkan kebiasaan Syakila yang sering gugup saat-saat acara besar. Arsyila ingat saat hari pertama Syakila masuk sekolah menengah keatas, saat itu sang kakak terlambat bangun karena terjaga semalaman. Syakila terlalu gugup sampai tak bisa tidur dan baru bisa menutup matanya saat menjelang pagi. Akhirnya Syakila terlambat berangkat sekolah dan Arsyila yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar ikut terlambat karenanya.Hening.Sejenak Arsyila terdiam dengan senyum yang semakin menghilang. Sekarang perasaannya jadi mulai tidak tenang. Kenapa hening sekali di dalam? Tanpa menunggu sahutan, Arsyila memberanikan diri memegang gagang pintu dan memutarnya. Pintu yang tak terkunci segera terbuka.“Kak Kila, kau beneran tidur ya?!” teriak Arsyila bersamaan kakinya yang melangkah masuk ke dalam. Sebuah tirai putih yang sengaja dibentangkan membelah kamar sempit Syakila jadi hal pertama yang menyambut pandangan Arsyila. Sosok siluet seorang wanita yang duduk di depan meja rias membuat Arsyila perlahan mengulum senyuman. Sepertinya dugaan Arsyila benar, Syakila tertidur di depan meja riasnya.“Bagaimana bisa kau tertidur disaat-saat terpenting dalam hidupmu?” Arsyila terkekeh pelan. Berjalan mendekati tirai yang membatasi dirinya dengan Syakila.“Kakak, kau tidak boleh terlambat hari ini. Kalau tidak, ibu pasti akan memarahimu. Bahkan pagi ini dia sudah marah-marah. Kak? Kau dengar aku?” omel Arsyila yang masih tak mendapat sahutan. Lama-lama Arsyila merasa gemas. Bagaimana di keadaan seperti ini Syakila masih bisa tertidur lelap?! Arsyila tak bisa menunggu lagi, gadis berambut coklat itu meraih ujung tirai, hendak menariknya.“Kakak, jangan sampai kau membuat kakak ipar menunggu! Jadi kau harus bangun sekarang!”Dalam satu tarikan, tirai putih di depan Arsyila terbuka lebar. Omelan yang berada di ujung lidah Arsyila tertahan. Mata coklatnya melebar, menatap horor sosok di depannya. Jantung Arsyila serasa berhenti berdetak.“Ka-k,” pekik Arsyila mirip suara tikus terjepit. Bersamaan dengan buket bunga lily yang lepas dari tangannya, tubuh Arsyila jatuh ke atas lantai saat kakinya yang lemas reflek mengambil langkah ke belakang.“Ughh!” Arshila menutup mulutnya dengan telapak tangannya saat merasakan perutnya bergejolak.Darah.Bola mata Arsyila bergetar. Arsyila kini bisa melihat warna merah itu lebih jelas. Juga mencium aroma anyir yang lebih nyata. Tanpa sadar bulir-bulir air mata sudah terjun bebas dari sepasang mata coklat Arsyila. Tubuh Arsyila bergetar hebat, napasnya terasa sangat sesak. Di depannya sosok Syakila yang seharusnya terlihat cantik dengan gaun pengantinnya berubah jadi sosok yang menyeramkan di mata Arsyila.Sebilah pisau yang dinodai darah merah masih dalam genggaman tangan pengantin wanita. Darah segar masih mengalir dari pergelangan tangan Syakila. Membuat noda merah besar di gaun pengantin putihnya dan membentuk genangan kecil di atas lantai keramik di dekat kaki kursi yang di dudukinya.“Ka-kak Kila?” panggil Arsyila hampir tak bersuara. Dengan seluruh keberanian yang tersisa di dirinya, Arsyila berusaha bangkit mengulurkan kedua tangannya yang bergetar. Namun tangannya berhenti bergerak saat mata coklatnya terpaku pada darah yang terus mengalir dari pergelangan Syakila. Darah … ada banyak sekali darah.Keringat dingin bercucuran membasuh seluruh tubuh Arsyila. Napas Arsyila semakin berat. Rasa mual di perutnya dan pening di kepalanya benar-benar tak tertahankan. Pandangan Arsyila memburam. Phobianya terhadap darah membuatnya tak bisa mempertahankan kesadaran. Tubuh Arsyila tumbang bersamaan dengan suara teriakan seseorang yang muncul dari pintu kamar. Hal terakhir yang tertangkap dalam pandangan Arsyila adalah wajah sang bibi yang tampak pucat dipenuhi kepanikan.“Aaaargh! Darah! Pengantin wanita berlumuran darah!”***Arsyila selalu merasa senang menghabiskan waktu bersama Syakila. Apalagi semenjak penculikan yang dilakukan tuan Derin terakhir kali. Arsyila jadi over protektif pada kakaknya. Arsyila terus mengekor kemanapun Syakila pergi, kecuali saat bersama Zhou tentunya. Arsyila yakin Zhou bisa menjaga kakaknya. Yah, walaupun Arsyila seringkali memprotes Zhou karena Zhou suka memonopoli Syakila. Arsyila cemburu karena waktu yang Zhou habiskan bersama Syakila lebih banyak dari dirinya. “Kakak, padahal di taman rumah kita juga memiliki bunga. Kenapa kita harus jauh-jauh datang kemari hanya untuk melihat bunga? Lagi pula bunga ini terlihat biasa saja.” Arsyila menyentuh kelopak bunga daisy dengan telunjuknya. Semalam dia sempat berdebat dengan Syakila hanya karena masalah bunga. Beberapa hari terakhir Syakila dengan keras kepala ingin pergi ke Ossy Blossom, rumah kaca terbesar di Oswald. Arsyila tentu saja menentangnya. Usia kandungan Syakila yang sudah tua membuat Arsyila merasa was-was membawa
Arsyila bangun dengan rasa pegal di seluruh tubuhnya. Rasanya seperti dia baru saja mengikuti lomba lari berpuluh-puluh kilo meter dan lomba angkat beban puluhan kilo dalam waktu bersamaan. Sebenarnya apa yang dilakukannya kemarin sampai tubuhnya sakit semua seperti ini? Terlebih, rasa tidak nyaman pada selakangannya benar-benar mengganggunya. Arsyila menggeliat dalam selimutnya. Gadis itu masih enggan untuk membuka kedua matanya yang masih berat. Arsyila berniat untuk melanjutkan tidurnya sampai sebuah suara mengejutkannya.“Kamu sudah bangun?”Seketika kedua mata Arsyila terbuka lebar. Bola mata Arsyila rasanya hampir melompat melihat sosok Reyga yang terlihat sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Dengan wajah pucat, Arsyila menatap horor suaminya. Ketika Arsyila mengingat apa yang sudah terjadi semalam, gadis itu terbengong dengan wajah yang sulit dibaca.“Kamu terlihat pucat. Apa kamu merasa sakit?” Ibu jari Reyga mengusap wajah Arsyila perlahan. Pria itu terlihat cemas. Sentuhan R
“Ka-karena kita suami istri, kita harus tidur satu ranjang!”Arsyila ingat bagaimana dirinya dengan percaya diri mengatakan itu pada Reyga. Tapi kemana perginya rasa percaya dirinya itu sekarang?! Arsyila yakin Reyga pasti memandangnya sebagai gadis yang agresif. Dan juga … tak tau malu. Kenyataannya Arsyila benar-benar serakah. Tak cukup dengan meminta Reyga berjanji tak akan meninggalkannya. Selanjutnya Arsyila meminta Reyga berbagi ranjang dengannya. Setelah berbagi ranjang, mungkin selanjutnya Arsyila akan meminta ruang di hati Reyga? Entahlah, Arsyila sendiri tak bisa menahan gejolak yang ada di hatinya. Gadis itu sungguh-sungguh tergila-gila pada suaminya.Rasa ingin memiliki, rasa ingin dicintai, rasa ingin menguasai. Perasaan semacam itu terus berkembang hingga tak terbendung. Mereka mengendap di dasar kemudian tiba-tiba muncul di permukaan dengan membabi buta. Seperti tanaman eceng gondok yang dengan cepat menyelimuti seluruh permukaan sungai. Se
“Kakak, kakak cantik sekali!” puji Arsyila kesekian kalinya. Di depannya, Syakila tengah mematut dirinya di depan cermin. Dalam balutan kain warna putih, Syakila terlihat sangat anggun dengan gaun pengantin.Lima bulan telah berlalu sejak persidangan tuan dan nyonya Derin. Syakila telah melahirkan bayinya sebulan kemudian. Seorang gadis kecil yang sangat mirip dengan Syakila telah lahir ke dunia. Namanya Aluna, itu adalah nama yang telah diberikan Zhou untuk putri Syakila.Arsyila sendiri sudah memulai kembali kehidupan kampusnya. Arsyila keluar dari universitas Teroa, lalu berpindah ke universitas Aegyo di Oswald yang tidak begitu jauh dari rumah. Berbeda dengan saat di Teroa, di Aegyo Arsyila lebih rajin dan benar-benar fokus pada cita-citanya menjadi designer profesional.“Aluna sayang, lihat mamamu terlihat gugup sekali.” Aluna terlihat tertawa di dalam gendongan Arsyila. Bayi tiga bulan itu seolah mengerti apa yang dikatakan Arsyila.“Lihatlah, bahkan putrimu mentertawakan mamany
“Mari kita bahas perceraian kita.”Tubuh Arsyila menegang. Mata coklatnya melebar penuh keterkejutan. Persidangan tuan Derin sudah selesai, dan tak ada alasan lagi untuk mereka menunda perceraian. Arsyila bahkan sudah mempersiapkan hatinya jauh-jauh hari. Namun hatinya tetap terguncang saat kata perceraian keluar dari mulut Reyga sendiri.“Be-benar.” Sulit untuk mengendalikan perasaannya. Rasanya Arsyila ingin menangis. Gadis itu menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Berusaha untuk menahan air mata agar tidak jatuh dari kedua matanya. Tidak, Arsyila merasa sangat tidak siap sekarang!“Syila, aku—“Suara perut Arsyila yang nyaring menginterupsi pembicaraan mereka. Arsyila menundukkan kepalanya. Wajahnya seketika memerah. Air mata lolos dari mata coklatnya. “Uhh, a-aku sangat lapar!”Ini memalukan! “Lapar! Waaa!” Karena terlanjur malu, lebih baik totalitas saja. Jika itu bisa menghentikan perceraianannya, Arsyila pasti rela melakukannya. Arsyila menangis keras seperti anak-anak. Berti
“Kak Reyga, kakak jadi lebih tampan!”“Aku rindu kak Reyga!”“Kak Reyga, mana permen yang kakak janjikan bulan lalu?!”“Kak Reyga, ayo menikah denganku!”Reyga hanya tertawa menanggapi anak-anak yang mengerubunginya. Suasana hati pria itu terlihat bagus. Ekspresi senangnya berbanding terbalik dengan wajah yang ditunjukan Arsyila sekarang. Gadis itu terlihat masam dan semakin masam. Tanpa disadari Arsyila, bibirnya telah cemberut melihat para anak perempuan centil yang menggoda suaminya.Mereka hanya anak-anak. Benar, mereka hanya anak-anak!Arsyila berusaha menenangkan hatinya. Sedikit konyol memikirkan dirinya yang merasa cemburu hanya karena anak kecil. Tapi begitu melihat salah satu anak perempuan yang berusia sekitar tujuh tahun mencium pipi suaminya, Arsyila tak bisa lagi mempertahankan ketenangannya. Tidak, dia tak bisa diam saja! Arsyila tak bisa membiarkan ini lebih lama!Anak-anak itu bukan sekedar anak-anak kec
Hakim telah menjatuhkan hukuman untuk Tuan dan Nyonya Derin atas kasus penculikan anak. Dua belas tahun penjara untuk Nyonya Derin. Sedang tuan Derin mendapatkan hukuman dua kali lipat dari istrinya karena kejahatan berlapis yang dilakukannya. Semua orang hadir, termasuk Nora dan Yerina yang datang sebagai saksi.Borya telah ditutup. Reyga memberikan tempat kerja yang layak untuk para mantan pekerja Borya. Beberapa orang mengikutinya, sedang beberapa seperti Yerina menolak tawaran pekerjaan yang telah diberikan Reyga. Yerina lebih suka memilih sendiri jalannya.Arsyila menatap tuan dan nyonya Derin. Mereka berdua tampak lebih kurus dari yang terakhir Arsyila lihat. Arsyila tak akan bisa melupakan kejahatan yang telah diperbuat tuan Derin terhadap kakaknya dan dirinya. Jadi sampai kapan pun Arsyila tak akan bisa memaafkan pria paruh baya itu. Bahkan setelah semua ini tak ada sedikit pun raut bersalah di wajah tuan Derin.Berbeda dari tuan Derin, Arsyila bis
Malam itu Arsyila dan Syakila tidur di kamar nyonya Sisilia. Berkumpul dalam selimut yang sama merayakan kembalinya keluarga mereka. Syakila dan nyonya Sisilia terlihat sudah jauh berlayar dalam alam mimpinya, berbeda dengan Arsyila yang masih terjaga. Sekeras apapun Arsyila berusaha menutup matanya, gadis itu sama sekali tak bisa terlelap. Hatinya terasa tidak tenang. Kantuk sama sekali tak menghampirinya. Ini sudah lewat tengah malam. Tapi kedua matanya justru semakin segar. Hari ini seharusnya menjadi hari bahagianya karena akhirnya dia bisa berkumpul bersama kakak dan ibu kandungnya. Tapi ternyata Arsyila tidak sepenuhnya merasa demikian. Arsyila merasa senang, tentu saja. Tapi disaat yang sama Arsyila juga merasa gelisah. Ini tentang hubungannya dengan Reyga. Setelah hari ini, Arsyila tidak bisa membayangkan bagaimana kelanjutan dari hubungan mereka.Mendesah dengan frustasi. Arsyila pikir dirinya tidak bisa berdiam diri seperti ini. Arsyila akhirny
“A-apa ini?” Arsyila menatap amplop coklat di tangannya dengan wajah kebingungan. Begitu dirinya dan Syakila datang dan ikut berkumpul, Reyga sama sekali tak menjelaskan apa-apa. Pria itu justru memanggil Roby yang membawa beberapa tumpukan dokumen. Amplop coklat yang ada di tangan Arsyila saat ini adalah salah satunya.Arsyila mengedarkan tatapannya pada semua orang yang ada di ruangan itu. Arsyila bisa menangkap raut tegang dari semua wajah itu. Tak terkecuali Reyga, bahkan nyonya Sisilia juga. Mata amber nyonya Sisilia terlihat berkaca-kaca. Wanita paruh baya itu terlihat menahan berbagai emosi dalam dirinya. Ketika Arsyila melihat kakaknya, dia cukup heran dengan sikap tenang sang kakak. Tidakkah Syakila juga merasa bingung dengan situasi yang mereka hadapi sekarang? Bagaimana kakaknya bisa setenang itu? Arsyila bertanya-tanya dalam hatinya.“Aku tau kamu pasti merasa bingung. Jadi bukalah itu, itu adalah kebenaran yang harus kamu ketahui.”“Kebenaran?