Share

Rahasia Kematian Syakila
Rahasia Kematian Syakila
Author: aleevani

Bab 1 ; Pengantin Bermandi Darah

Senyum Arsyila merekah saat mengambil satu buket bunga lily putih yang dia temukan di depan rumahnya pagi ini.

“Astaga, bahkan kakak ipar masih mengirim bunga saat hari pernikahannya!” teriak Arsyila sambil nggoyang-goyangkan buket bunga di tangannya mendapat sorakan dari orang-orang di rumahnya.

“Berdoalah kau bisa mengikuti jejak kakakmu, dia sangat beruntung mendapatkan pria tampan dan sangat perhatian seperti tuan muda Reyga!” Gadis bersurai coklat itu tertawa sambil geleng-geleng kepala mendapat sahutan dari bibi Megy yang merupakan adik dari ibunya.

“Bilang saja Bibi pasti iri dengan kakakku kan?” Semua orang tertawa mendengar jawaban Arsyila yang menggoda sang bibi, tak terkecuali sang bibi. Mendengar suara gaduh di ruang tamunya, nyonya Derin yang baru muncul dari biliknya keluar dengan kedua tangan memegangi keningnya. Kelelahan tergambar jelas di raut wajahnya.

“Kita sangat sibuk hari ini, tidak bisakah kalian pelankan suara kalian dan berhenti main-main?!” hardik Nyonya Derin membuat semua orang sontak menghentikan tawa mereka.

“Astaga, putri tertuamu akan menikah hari ini. Harusnya kau memasang wajah senang, tidak marah-marah seperti ini. Oh, ya ampun. Syila, lihat ibumu, dia bisa menua lebih cepat jika seperti ini,” ucap bibi Megy, kembali mengundang tawa Arsyila dan semua orang. Namun wajah penuh mendung nyonya Derin membuat mereka segera diam. Sepertinya hari ini sang pemilik rumah sama sekali tidak bisa diajak bercanda. Arsyila segera mengatupkan bibirnya, berusaha menahan tawa saat tatapan nyonya Derin jatuh padanya.

“Syila, pergilah ke atas dan bantu kakakmu bersiap. Dua jam lagi kita harus pergi gereja untuk pemberkatan. Jangan sampai terlambat, cepat kau bantu dia!” perintah nyonya Derin pada putrinya. Arsyila mengangkat telapak tangannya, membentuk tanda hormat pada sang ibu, “Aye-aye Syila siap bertugas!” Senyum kecil terbit dari bibir nyonya Derin melihat tingkah putri bungsunya yang selalu penuh semangat.

Arsyila berlari-lari kecil menaiki tangga. Kamar kakaknya, Syakila berada di lantai atas, tepat di samping kamar miliknya. Sekitar lima belas menit yang lalu Arsyila sempat melihat para perias pengantin telah turun ke bawah, itu artinya Syakila sudah selesai dirias. Arsyila sudah membayangkan kakaknya akan terlihat sangat cantik dengan balutan gaun pengantin yang sebulan yang lalu telah mereka siapkan. Arsyila sendiri yang telah menggambar desain gaun pengantin kakaknya, karena itulah hari ini gadis itu tak sabar akan melihat kakaknya memakai gaun yang telah dia desain khusus untuk sang kakak.

“Kakak, apa kau sudah siap?” Arsyila mengetuk pintu kamar Syakila.

“Kakak, lihatlah bunga yang dikirimkan calon suamimu pagi ini! Dia benar-benar sangat romantis!” teriak Arsyila bersandar di depan pintu sambil senyum-senyum mengelus kelopak bunga di dekapannya. Padahal kakaknya yang mendapatkan bunga, tapi Arsyila yang merasa berdebar. Sungguh Arsyila berharap kelak dia bisa mendapatkan pria seperti calon kakak iparnya. Lama tak mendapat sahutan Arsyila kembali mengetuk pintu kamar kakaknya.

“Kakak?” pangil Arsyila ketiga kalinya setelah tak mendapat sahutan apapun dari dalam. Kening Arsyila berkerut, kenapa sang kakak tidak menjawabnya?

“Kak, apa kau tertidur karena terjaga semalaman? Benar, kau pasti sangat gugup sampai-sampai tidak bisa tidur semalam.” Arsyila terkekeh membayangkan kebiasaan Syakila yang sering gugup saat-saat acara besar. Arsyila ingat saat hari pertama Syakila masuk sekolah menengah keatas, saat itu sang kakak terlambat bangun karena terjaga semalaman. Syakila terlalu gugup sampai tak bisa tidur dan baru bisa menutup matanya saat menjelang pagi. Akhirnya Syakila terlambat berangkat sekolah dan Arsyila yang saat itu masih duduk di bangku sekolah dasar ikut terlambat karenanya.

Hening.

Sejenak Arsyila terdiam dengan senyum yang semakin menghilang. Sekarang perasaannya jadi mulai tidak tenang. Kenapa hening sekali di dalam? Tanpa menunggu sahutan, Arsyila memberanikan diri memegang gagang pintu dan memutarnya. Pintu yang tak terkunci segera terbuka.

“Kak Kila, kau beneran tidur ya?!” teriak Arsyila bersamaan kakinya yang melangkah masuk ke dalam. Sebuah tirai putih yang sengaja dibentangkan membelah kamar sempit Syakila jadi hal pertama yang menyambut pandangan Arsyila. Sosok siluet seorang wanita yang duduk di depan meja rias membuat Arsyila perlahan mengulum senyuman. Sepertinya dugaan Arsyila benar, Syakila tertidur di depan meja riasnya.

“Bagaimana bisa kau tertidur disaat-saat terpenting dalam hidupmu?” Arsyila terkekeh pelan. Berjalan mendekati tirai yang membatasi dirinya dengan Syakila.

“Kakak, kau tidak boleh terlambat hari ini. Kalau tidak, ibu pasti akan memarahimu. Bahkan pagi ini dia sudah marah-marah. Kak? Kau dengar aku?” omel Arsyila yang masih tak mendapat sahutan. Lama-lama Arsyila merasa gemas. Bagaimana di keadaan seperti ini Syakila masih bisa tertidur lelap?! Arsyila tak bisa menunggu lagi, gadis berambut coklat itu meraih ujung tirai, hendak menariknya.

“Kakak, jangan sampai kau membuat kakak ipar menunggu! Jadi kau harus bangun sekarang!”

Dalam satu tarikan, tirai putih di depan Arsyila terbuka lebar. Omelan yang berada di ujung lidah Arsyila tertahan. Mata coklatnya melebar, menatap horor sosok di depannya. Jantung Arsyila serasa berhenti berdetak.

“Ka-k,” pekik Arsyila mirip suara tikus terjepit. Bersamaan dengan buket bunga lily yang lepas dari tangannya, tubuh Arsyila jatuh ke atas lantai saat kakinya yang lemas reflek mengambil langkah ke belakang.

“Ughh!” Arshila menutup mulutnya dengan telapak tangannya saat merasakan perutnya bergejolak.

Darah.

Bola mata Arsyila bergetar. Arsyila kini bisa melihat warna merah itu lebih jelas. Juga mencium aroma anyir yang lebih nyata. Tanpa sadar bulir-bulir air mata sudah terjun bebas dari sepasang mata coklat Arsyila. Tubuh Arsyila bergetar hebat, napasnya terasa sangat sesak. Di depannya sosok Syakila yang seharusnya terlihat cantik dengan gaun pengantinnya berubah jadi sosok yang menyeramkan di mata Arsyila.

Sebilah pisau yang dinodai darah merah masih dalam genggaman tangan pengantin wanita. Darah segar masih mengalir dari pergelangan tangan Syakila. Membuat noda merah besar di gaun pengantin putihnya dan membentuk genangan kecil di atas lantai keramik di dekat kaki kursi yang di dudukinya.

“Ka-kak Kila?” panggil Arsyila hampir tak bersuara. Dengan seluruh keberanian yang tersisa di dirinya, Arsyila berusaha bangkit mengulurkan kedua tangannya yang bergetar. Namun tangannya berhenti bergerak saat mata coklatnya terpaku pada darah yang terus mengalir dari pergelangan Syakila. Darah … ada banyak sekali darah.

Keringat dingin bercucuran membasuh seluruh tubuh Arsyila. Napas Arsyila semakin berat. Rasa mual di perutnya dan pening di kepalanya benar-benar tak tertahankan. Pandangan Arsyila memburam. Phobianya terhadap darah membuatnya tak bisa mempertahankan kesadaran. Tubuh Arsyila tumbang bersamaan dengan suara teriakan seseorang yang muncul dari pintu kamar. Hal terakhir yang tertangkap dalam pandangan Arsyila adalah wajah sang bibi yang tampak pucat dipenuhi kepanikan.

“Aaaargh! Darah! Pengantin wanita berlumuran darah!”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status