Bukan Dea namanya bila tidak membuat Daffa ilfeel dengan sikapnya. PDKT Dea memang yang paling terang-terangan dan berani. Tebal muka walau sudah ia tolak mentah-mentah berapa kali juga."Sebaiknya kamu pulang kalau emang lagi enggak kerja. Jangan keluyuran pakai baju seragam kerjamu itu. Nanti bisa mencoreng nama perusahaan terkait. Lagi pula saya lagi enggak mood digangguin, jam istirahat singkat, saya harus segera mengisi perut saya yang lagi lapar ini dengan asupan makanan. Jadi minggirlah."Daffa sama sekali tidak peduli dengan masalah pesan pribadi Dea yang tak dibalasnya. Jangankan membalas, membukanya saja ia sudah talk sempat. Dan lagi, mana mungkin ia mengatakan apa yang terjadi di kantor kecamatan itu hanya karena gadis pemberani ini, kan?Bukan ranahnya, dan dia bukan siapa-siapa bagi Daffa.Daffa menabrak bahu Dea hingga gadis berponi itu menyingkir ke pinggir. Tanpa peduli dengan ekspresi dongkolnya yang tak main-main, Daffa terus melangkah menuju warung tegal yang letak
PRAAAK!PRAAANG!Wajan jatuh, gagangnya menyenggol teko kaca dan pecah begitu saja."WAAAH! Maaf, Nana! Aku kepanasan, jadi wajannya kelepas aja gitu," kata Dea sesantuy itu. Matanya masih melotot besar ke arah pecahan beling di dekat kaki, juga cecaran makaroni telor balado hasil praktiknya bersama Nana Banana.Sangat disayangkan sekali malah tumpah. Padahal saat Nana koreksi rasa dan memeriksa tingkat kematangannya, sudah jauh lebih baik dari pada masakan Dea yang tadi. Beberapa kali gagal, bahkan tak jarang menjadi hitam legam akibat gosong total.Haduh ....Nana tepuk jidat. Makanan yang baginya adalah harta karun berharga itu ikut tumpah gara-gara si manja. Sudah berapa kali itu, bahkan ia belum sempat menghitung kelalaian Dea Posa di dapur ini. Meleng sedikit saja hancur."Na, Nana Sayang ... jangan marah, ya, pliiiis." Dea merengek kali ini, meminta dimaafkan. Melihat wajah Nana yang sudah merah merona akibat kesal, membuat Dea sedikit takut.Saat ini Nana sedang memegang sendo
[Orang kecamatan butuh koyo sepuluh kotak. Besok bisa antarkan tidak ke depan kecamatan?]Hening ....Dea terdiam sebentar ketika membuka pesan dari ayang Daffa. Sedikit cemberut karena ternyata si dia bukan membalas pesan 'I love you' yang Dea kirim sebelumnya. Yang ada malah minta dibawakan koyo untuk orang lain."Asem," ujar Dea bergumam.Dia menghela napasnya panjang sebelum akhirnya menghembuskannya sekali lagi tak kalah panjang."Kupikir mau balas pesan cintaku, eh ternyata cuma pesen koyo," gerutunya mulai meracau. Tapi Dea menghibur diri dalam hati. Tak apa ... tak apa ... bisa saja cinta Daffa tumbuh karena koyo.[Ada. Besok Dea antar ke sana. Mas yang ambil, kan?]Centang dua biru. Dan hal ini lumayan membuat Dea semringah. Tak biasanya laki-laki itu membuka pesannya secepat ini. Hwah~Tapi, setelah cukup lama Dea menunggu lagi balasan pesan, eh tak ada. Semangat yang sudah tegak berdiri itu kembali melempem macam kerupuk terkena angin. Ck, sudahlah! Dea membanting ponsel ke
Langit begitu cerah, secerah senyum Dea yang mampu menyilaukan kaum adam yang melihatnya.GDUBRAAK!"Aduh!" Bahkan sampai membuat dua pemuda yang mengendarai motor nyungsep setelah menabrak tiang listrik di depan sana, gara-gara semua mata mereka tertuju pada Dea.Tapi Dea tak tahu soal itu, karena dia langsung berbelok masuk ke rumah Nana Banana."Pagi Momi!" sapa Dea pada sang pemilik rumah. Momi Kirana yang cantik itu sedang sibuk menyiram bunga."Pagi Dea. Kamu udah siap aja pagi ini. Nana kayaknya masih belum siap. Coba aja kamu tengok dia lagi apa di dalam.""Baik, Mom. Izin masuk, ya ...."Gadis itu sungguh ceria. Cerianya menular pada Momi Kirana, membuat lengkung indah pelangi muncul di bibirnya."Naaa! Nana!" Sementara itu, Dea Posa memanggil-manggil Nana dengan segenap rasa dan tenaga. Sampai orang yang dipanggilnya nyebut akibat kaget."Ya Allah Dea! Kamu itu hobi banget ngagetin aku. Asyem!" ujar Nana.Saat Dea menoleh ke sumber suara, ternyata sahabatnya itu sedang mencu
"Ini, Pak Amir koyonya." Daffa menyerahkan koyo untuk stok kantor ke orang yang kemarin meminta Daffa membelikan benda tersebut.Dan diterima dengan baik. "Makasih banyak, ya. Maaf merepotkan.""Tidak masalah, Pak. Kalau ada hal lain yang bisa saya bantu, jangan ragu untuk memanggil saya." Cukup sadar diri saja, sebagai anak baru masuk, Daffa harus sering berbaur dan mau membantu. Hal itu juga merupakan usahanya untuk bisa akur dan kenal dengan semua karyawan yang ada di sana."Untuk sekarang tak ada lagi. Kamu boleh ke meja kerjamu. Sebentar lagi jam kerja tiba.""Baik, Pak."Daffa kembali ke meja kerjanya. Di sana ternyata sudah ada Herman. Daffa jadi sedikit terheran-heran, sejak kapan dia ada di sana? Seingatnya, saat Daffa pergi ke luar usai membaca pesan Dea, dia belum ada. Embuhlah ... tak mau lagi memikirkan.Eco bag berisi makanan pemberian Dea Posa disimpannya di kolong meja. Daffa pun bekerja seperti biasa tanpa memikirkan apa pun, terutama tentang Dea.Sampai ketika jam is
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Usaha Dea yang belajar masak sejak kemarin itu nampaknya sedikit membuahkan hasil. Daffa cowok super cuek yang kerjanya hanya mematahkan hati itu kini sudah berani melantangkan suara menyebut namanya.Keajaiban macam apa ini?"Ya, Mas?" Andai saja tak ada banyak pasang mata di sana, Dea pasti sudah kelonjotan dari tadi macam cacing tanah kepentok daratan dan panasnya matahari. Tapi untungnya kali ini urat malu masih utuh, jadi kegilaannya tidak kumat.Dea hanya berjalan berlaga anggun sembari menyibak sebelah anak rambut yang meriak-riak dihempas angin lewat. Ah, Nana sebal melihatnya. Diam-diam mencibir di belakang Dea dengan nada suara membisik pelan. Namun meski begitu, tak terpungkiri rasa senang dan harunya karena usaha belajar masak kemarin bisa dikatakan tak sia-sia.Bermodalkan kotak bekal makan saja sudah pasti membuat hati si manusia es itu sedikit cair."Saya nggak bisa makan ini sendirian. Kebanyakan," ujar Daffa.Aduh, jantung Dea semakin jeda
Sejak dirinya pulang ke rumah, jangankan nafsu makan atau ingin beraktivitas bergabung dengan keluarga besarnya, yang ada Dea rebahan sepanjang waktu."Hmh ...."Semua mulai terasa memuakkan, tapi entah mengapa hati Dea masih saja enggan menyingkirkan perasaan itu kepada Daffa. Padahal kurang sakit bagaimana lagi setelah dirinya dibuat malu setengah mati siang tadi?Hati Dea sekeras batu meski seorang Nana sudah mengutarakan rasa jengkelnya dengan mengatakan sumpah serapah tak akan pernah lagi mau membantu Dea dalam usahanya PDKT kalau itu kepada Daffa.Baginya si gay itu terlalu arogan dan sangat tidak laki."Haih ...." Dea hanya bisa menghela napas dalam-dalam, kemudian menutup wajahnya dengan sebuah bantal.Ingin menangis saja, tapi urung sebab rumah ini banyak CCTV berjalannya, maka apa pun yang ia perbuat saat ini pasti akan terlaporkan ke Pak Jhon. Bisa-bisa membuat acara lamarannya semakin dipercepat lagi.Dea akhirnya duduk, mengambil posisi tegak di kursi berbantal empuk itu
Terluka ... tapi tak berdarah ....Kata seorang penyanyi.Itu yang Dea rasakan saat ini. Karena di depan mata kepalanya sendiri, Daffa tersenyum dan menatap wanita di hadapannya. Bibir Dea gemetar bagai moncong lele piaraan Pak Jhon.'Waduh, aku aja nggak pernah, tuh dapat senyuman seperti itu.' Sengatnya memang tak pernah. Ketika melihat adegan tersebut, bukan lagi hati tersayat sembilu rasanya. Sudah mau mati berdiri, bah!Apalagi saat Daffa membantu wanita itu membuka helm yang nyangkut di kepala. Alamak ... seketika dunia Dea menggelap. Semua menjadi remang."Loh, loh, DEA! Wey, si Dea pingsan! Guys!" Rizki heboh sendiri, karena kebetulan yang ada di luar minimarket cuma dia seorang.Ya ... pada akhirnya Dea tak mampu menopang tubuhnya sendiri. Semua karena syok berat dan rasa kaget yang seperti meledakkan jantungnya hingga ia yang terbiasa kuat tetiba limbung ke pijakan.Dalam keadaan setengah sadarnya, tetap saja nama Daffa tersebutkan berulang di hati.'Mas Daffa, Mas Daffa ...