Setelah melihat, Andra dan Riko benar-benar tidak berdaya. Keempat pria itu langsung berlalu dan masuk ke dalam mobil mereka. Mereka pun langsung pergi dari tempat tersebut meninggalkan Andra dan Riko yang dalam keadaan luka parah.Keesokan harinya ....Fahmi menghubungi Erni via telpon. Ia mengabarkan tentang pengeroyokan yang dialami oleh Riko dan juga Andra."Kok, bisa yah. Setahuku Riko itu baru tinggal di kota ini, dan belum banyak yang mengenalnya?" tanya Erni di sela perbincangannya dengan Fahmi melalui sambungan telepon seluler."Entahlah, mungkin itu adalah orang-orang yang dulu sudah menganiaya aku," jawab Fahmi lirih."Bisa jadi, makanya aku pesan sama kamu. Kamu itu harus hati-hati dan jangan lengah!" kata Erni tampak khawatir terhadap keselamatan Fahmi.Erni merasa cemas dengan kondisi yang akhir-akhir ini marak terjadi, teror menimpa orang-orang yang bekerja di perusahaan milik Inayah. Satu persatu mereka dianiaya tanpa diketahui masalahnya apa.Erni takut Fahmi mengalami
Keesokan harinya .... Tepat pukul sembilan, Dimas dan Gugun sudah berada di teras rumah mewah itu, mereka datang atas permintaan Erni. Kedua pemuda itu merupakan tetangga Fahmi yang akan dipekerjakan oleh Erni sebagai security untuk menemani Ifan dan Reno. Itu semua dilakukan, karena Erni menginginkan keamanan ketat untuk adik angkatnya itu. Ia sangat khawatir takut terjadi apa-apa menimpa sang adik angkatnya. Beberapa menit kemudian, Jubaedah datang dengan membawa sebuah nampan yang di atasnya tampak dua cangkir kopi hitam, yang sengaja ia buatkan untuk kedua tamu tersebut. Kepulan asap dari kopi tersebut membawa aroma wangi yang khas. Jubaedah melangkah dengan indahnya membuat mata kedua pemuda itu terbelalak dibuatnya. "Ini kopinya, Kang!" kata Jubaedah ramah langsung meletakkan dua cangkir kopi tersebut di atas meja. "Iya, Teh. Terima kasih," jawab kedua pemuda itu serentak. Pandangan mereka terus terarah ke wajah Jubaedah yang terlihat cantik dengan pulasan makeup sederhana
Inayah tersenyum dan memeluk tubuh Erni dengan begitu eratnya seraya berkata, "Ana ahabbu, Ukhti (Aku sayang, Teteh)," ucap Inayah lirih. Mendengar perkataan Inayah, Erni tersenyum lebar memandang wajah adik angkatnya itu. "Nah, yang terpenting kalian harus saling percaya dan saling mencintai dengan ikhlas, karena itu akan menjadi satu di antara kunci yang akan menyatukan kalian selamanya," kata Erni penuh nasihat. "Perasaan cinta akan benar-benar dapat dibuktikan melalui sebuah pernikahan!" ujar Erni menambahkan dengan raut wajah semringah. "Insya Allah, Teh. Aku akan berusaha mengingat nasihat baik ini dan aku akan tetap menyayangi Teteh seagai kakak aku satu-satunya," kata Inayah dengan bola mata berkaca-kaca tampak haru mendengarkan nasihat-nasihat dari Erni. "Ini semua sudah menjadi kewajiban Teteh dalam menjalankan amanah dari kedua orang tuamu," kata Erni menjawab lirih perkataan dari adik angkatnya itu. Pukul satu siang, Pak Andri dan beberapa pekerja sudah merapikan halam
Keesokan harinya, suasana kediaman Inayah mulai ramai didatangi oleh para tamu. Rekan bisnis dan kerabat dari Erni dan juga sahabat-sahabat baik Inayah datang memenuhi undangan dari Inayah yang hari itu akan melangsungkan pernikahan dengan Rafie. "Selamat ya, Nay. Semoga kamu bahagia dan secepatnya mendapatkan keturunan yang saleh dan saleha," kata Tiara memeluk erat tubuh sahabatnya itu. "Terima kasih, Ra." Inayah tersenyum manis memandang wajah Tiara. "Calon suami kamu mana, Nay?" tanya Tiara mengamati sekitar tempat tersebut, mencari keberadaan Rafie."Biasanya, 'kan, pengantin pria ada di samping pengantin wanita?" sambung Tiara mengerutkan kening. Inayah tersenyum, kemudian berkata lirih, "Kan, belum menikah jadi tidak boleh berdekatan dulu!" jawab Inayah. "Oh, kamu ta'aruf?" tanya Tiara menatap wajah Inayah yang tampak berseri-seri dan memancarkan sinar kebahagiaan yang tiada tara. "Iya, Ra." Inayah tersenyum dan langsung mempersilakan Tiara duduk di tempat yang sudah disedi
Dua hari setelah menikah, Rafie memutuskan untuk mengubah kebijakan dalam rumah tangganya. Yakni, terkait belajar agama bersama. Saat itu, tidak lagi terbatas pada penghuni rumah saja. Rafie berharap agar karyawan-karyawan yang bekerja di perusahaan Inayah mau belajar agama bersama. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas ukuwah Islamiah para karyawannya. Dan juga, Rafie berupaya membentuk persahabatan yang erat di antara karyawan-karyawan tersebut, agar mereka menjalani kehidupan berdasarkan agama yang kuat dan juga membawa manfaat bagi perusahaan. "Kamu setuju, 'kan, Neng?" tanya Rafie memandang wajah Inayah yang sudah resmi menjadi istrinya. "Iya, aku pasti setuju apa pun keputusan dan kebijakan dari Aa," tandas Inayah menjawab lirih pertanyaan suaminya. "Ya, sudah. Mulai besok, Teh Erni buat pengumuman di kantor yah!" kata Rafie tersenyum memandang wajah Inayah. "Iya, nanti aku sampaikan kepada Teh Erni," jawab Inayah balas tersenyum. Rafie berharap para karyawan yang
Di rumah sakit .... Rafie saat itu sudah berada di ruang rawat inap setelah beberapa jam berada di ruang UGD, Tiara duduk di samping Rafie yang masih dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. "Ternyata, Rafie tampan juga. Pantas saja, Inayah mau dijodohkan dengannya," bisik Tiara sambil memandangi wajah Rafie. "Aku tidak boleh memberitahukan Inayah kalau Rafie ada di sini. Aku masih ingin bersama pria tampan ini," imbuhnya. Dalam jiwa dan pikiran Tiara, saat itu mulai tumbuh benih-benih cinta yang tidak pernah hadir sebelumya. Entah apa penyebabnya? Tiara pun sangat sulit untuk menghindari rasa tersebut, hingga pada akhirnya niat jahat pun terukir dalam benaknya. Tiara tidak mau memberitahu Inayah kalau suaminya sedang dirawat di rumah sakit. Semua itu ia lakukan, karena dirinya tidak mau kebersamaannya dengan Rafie menjadi terganggu. Beberapa saat kemudian, Rafie mulai sadar, ia berusaha untuk bangkit. Namun, Tiara segera mencegahnya. "Kamu jangan banyak gerak dulu!" kata Tiara. "
Rafie seakan-akan merasa diperhatikan oleh Tiara sesekali ia menoleh ke arah Tiara. Tiara tertunduk, kala dua bola mata pria idamannya terus terarah kepadanya. Rafie hanya tersenyum, kemudian bangkit dan langsung pamit kepada Tiara dan Farhan. "Ngomong-ngomong sudah sore, aku pulang duluan, yah," kata Rafie lirih. "I-iya, A. Silakan!" sahut Tiara. "Hati-hati, A!" timpal Farhan lirih. Rafie hanya tersenyum sambil mengangguk pelan. Demikianlah, maka Rafie pun langsung mengucapkan salam dan berlalu dari hadapan Tiara dan Farhan. Keesokan harinya .... Rafie sudah kembali bersiap hendak berangkat dari rumah. Hal tersebut, menumbuhkan rasa kecurigaan dalam diri Inayah terhadap sikap Rafie, yang akhir-akhir ini sering keluar rumah. "Sebenarnya Aa mau ke mana? Kok, mendadak sih?" tanya Inayah mulai merasa curiga dengan gelagat Rafie yang terkesan tidak betah berada di rumah. "Aa mau menemui Tiara. Rencananya, hari ini mau bahas masalah baksos dan sekalian menemui pemilik lahan yang ma
Entah kenapa Icha menjadi benci seketika terhadap prilaku Tiara, yang berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan Rafie dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati dari Rafie. Sepulang menemani Tiara dan Rafie, Icha langsung memberitahu Inayah tentang kedekatan Tiara yang menurut Icha ada sesuatunya, dan Icha sangat yakin kalau Tiara itu punya perasaan lebih terhadap Rafie bukan hanya dari sekadar persahabatan saja. "Kamu yakin, Cha?" tanya Inayah setelah mendengar laporan dari Icha. Dua bola matanya menatap tajam wajah Icha. Icha merupakan sahabat dekat Inayah sewaktu masih duduk di bangku SMA sama seperti Tiara dan juga Almarhum Rangga, dulu mereka sama-sama satu angkatan. "Masya Allah, Nay! Aku tidak mungkin bohong, aku bicarakan ini semua kepada kamu, karena aku tidak mau melihat kamu terluka," jawab Icha meyakinkan sahabatnya itu. "Terus, A Rafie sekarang ke mana?" tanya Inayah lagi. "Rafie pergi ke kantor cabang, katanya mau menemui Reno." Icha menjawab lirih pertanyaan Ina