Share

Prinsip

"Bodoh! Udah lah kamu nggak usah nemuin aku lagi. Buat apa? Apa kamu mau ngasih luka lagi?"

Shela berbalik untuk meninggalkan Brian. Dia masih ingat bagaimana dia dulu sangat mencintainya. Sempat dia merasa jatuh setelah mengetahui siapa Brian yang sebenarnya. Untungnya saat itu dia memiliki Arthur.

Ya, lagi-lagi Arthur yang terbaik untuknya. Dia tahu bagaimana perasaan Arthur untuknya. Dia sendiri juga memiliki perasaan yang lebih. Tapi entahlah, dia masih merasa takut.

Bagaimana jika mereka menjalin hubungan tapi harus kandas di tengah jalan? Lalu pasti setelah itu mereka tidak akan menjadi sedekat sekarang. Sudah banyak kasus seperti itu. Yang awalnya sahabat, lalu berubah menjadi musuh gara-gara putus hubungan.

Tidak, itu bukan hal yang dia inginkan. Dia masih nyaman seperti ini. Hanya saja kadang-kadang dia juga merasa takut kalau-kalau nanti Arthur akan memilih wanita lain hanya karena prinsip konyol yang dia pegang.

Tapi untuk saat ini dia masih tidak ingin memikirkannya. Biarkan dia merasakan kebahagiaan ini lebih lama. Dan untuk Brian, dia sudah lama membuang perasaan itu. Cukup sekali dia menjadi bodoh.

"Jadi kamu benar-benar menyukai Arthur 'kan?" Suara Brian memasuki telinganya dari jauh.

"Siapa yang aku sukai bukan urusanmu," jawab Shela dengan datar.

Brian terkekeh dengan keras. "Oke, jangan salahkan aku jika aku melakukan sesuatu yang akan membuatmu jatuh lebih dalam."

Setelah itu dia pergi dengan bibir yang menyeringai. Dia hampir selalu memiliki apa pun yang diinginkan, jika dia tidak mendapatkannya maka tidak ada yang boleh mendapatkannya juga. Tidak peduli siapa dan apa pun itu.

***

Arthur merapikan pakaiannya. Menyemprotkan sedikit parfum di leher dan pakaiannya. Setelah itu dia mengambil ponselnya untuk menghubungi Shela.

"Halo, Shel. Udah siap belom? Aku otw sekarang ya," ucapnya dalam telepon.

"Udah siap, tinggal nunggu kamu aja." Begitulah jawaban Shela.

Sudah bisa ditebak, mungkin perempuan itu sudah bersiap-siap sedari subuh. Perempuan biasa seperti itu, jika akan pergi dengan seseorang yang spesial pasti akan mempersiapkan diri dengan baik. Tapi apa dia juga spesial di matanya? Ya, sepertinya seperti itu.

Arthur tersenyum samar sembari menyambar tasnya. Lalu dia keluar kamar kost, tidak lupa mengunci pintu dengan teliti. Dia menghampiri sepeda motornya yang terparkir parkiran motor. Setelah itu dia langsung berangkat ke tempat kost Shela.

Kali ini dia sedikit bermain dengan kecepatan karena tidak mau membuat Shela menunggu lebih lama. Namun dia merasa ada yang aneh dengan motornya. Sedikit menunduk untuk mengecek apa yang terjadi.

Tidak menemukan sesuatu yang salah, tapi perasaannya tidak enak. Dia berniat untuk berhenti, namun tiba-tiba sebuah mobil yang melaju dengan tidak teratur bergerak cepat ke arahnya. Saat dia berniat untuk menepikan motor, ternyata mobil itu sudah memutar arah dengan cepat.

Cciiitt!

Brraakk!!

Mobil itu menabrak pohon yang ada di pinggir jalan. Arthur cepat-cepat turun dari motor dan berlari menghampiri mobil itu untuk memeriksanya penghuninya.

Arthur mencoba membuka pintu mobil tapi tidak bisa. Akhirnya dia mencari batu di sekitar untuk memecahkan kaca mobil. Setelah mendapatkannya, dia langsung memukul kaca mobil dengan keras.

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya dia berhasil. Ketika melihat siapa yang ada di dalam, dia sedikit enggan namun dia juga tidak bisa membiarkannya begitu saja.

"Uhuk!"

Neva terbatuk sambil memegang kepalanya yang terbentur kemudi mobilnya. Dia menengok dan mendapati Arthur yang melihatnya dengan ragu.

"Arthur? Aku nggak papa kok, kamu nggak usah khawatir," ucap Neva dengan senyum yang dipaksakan. Namun jelas sekali dia sedang menahan sakit.

Melihat Neva seperti itu justru membuat Arthur sedikit luluh. Mungkin dia harus membantunya, jika tidak Shela akan marah padanya karena membiarkan sahabatnya dibiarkan begitu saja dalam keadaan terluka.

"Nggak papa. Aku anterin kamu ke rumah sakit aja dulu," ucap Arthur sambil membuka pintu mobil dengan paksa.

**

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun Arthur belum juga muncul di depan kost Shela.

Sudah dua jam Shela mondar-mandir menunggu bayangan temannya itu, hingga membuatnya cemas jika ada sesuatu hal terjadi padanya.

Bahkan telepon darinya tak dia angkat. Hal itu semakin menambah kekhawatiran pada Shela.

"Ke mana sih Arthur?!" gumamnya, dia melirik jam di dinding sambil menelepon Arthur. Hanya nada sambung yang ia dengar.

Shela mengetuk-ngetukkan sepatunya di lantai. Sepertinya dia mulai tidak sabar dan harus melakukan hal lain untuk mengetahui keadaan Arthur.

Akhirnya dia teringat dengan teman Arthur yaitu Roni. Shela untung saja memiliki nomor ponsel teman satu kost Arthur itu.

Dan, tak perlu menunggu lama. Telepon dari Shela langsung diangkat oleh Roni.

"Halo, Ron," ucapnya sedikit gugup, dia tak bisa menyembunyikannya saat suaranya bergetar karena cemas.

"Kenapa Shel?!" sahut dari ujung telepon. Itu adalah kali pertama Shela menelponnya.

"Arthur, ada di sana nggak?"

"Arthur? Dia udah berangkat ke tempat kamu jam lima tadi. Emang kenapa Shel?"

"Tapi dia belum sampai di kost ku lho Ron," bahu Shela merosot, ia merasakan hal yang berat seakan menekan pundaknya.

"Serius Shel?! Tunggu dulu deh, coba aku telepon si Arthur."

"Aku udah telepon. Tapi nggak dia angkat."

Tak lama kemudian dia melihat sebuah panggilan lain, dan itu adalah dari Arthur. Shela segera menutup telepon Roni dan mengucapkan terima kasih padanya sebelum ia menerima panggilan dari Arthur.

"Shel, maaf..." Terdengar suara Arthur yang tampak melemas dari ujung.

Seakan Shela hanya diam terpaku di tempatnya. Sambil mencoba mendengarkan penjelasan dari Arthur.

Dan betapa terkejutnya dia ketika Arthur mengatakan jika saat ini dia sedang bersama dengan Neva, temannya.

Shela seakan tak percaya ketika mendengar jika Neva mengalami kecelakaan saat Arthur akan ke tempatnya.

Hal itu sepertinya nampak tak asing di telinga Shela. Sebuah skenario lama yang sering dipakai oleh Neva untuk mendapatkan seorang laki-laki.

Shela mengembuskan napas kasarnya. Dia hanya bertanya bagaimana keadaan Neva saat ini. Dan benar saja. Jika wanita itu tak ingin ditinggal oleh Arthur.

"Ya udah kamu temenin aja Neva." Akhirnya Shela memutuskan untuk berbicara pada Arthur.

"Kamu nggak marah 'kan?" tanya Arthur dengan sedikit ragu.

"Ngapain marah? Lagian juga ada temen yang kecelakaan. Masa iya kamu malah seneng-seneng sama aku."

Sebenarnya hati Shela tak bisa menerima jika Arthur harus menemani temannya itu. Jika dia bukan Neva mungkin Shela tak akan mempermasalahkannya. Namun kali ini berbeda. Dia adalah Neva, perempuan yang akan melakukan apa saja demi mendapatkan keinginannya.

"Lain kali aja ya?!" bujuk Arthur yang sebenarnya dia tahu jika Shela tengah marah padanya.

"Terserah aja." Shela langsung menutup telepon dari Arthur, membuat yang di ujung telepon mengacak rambut cokelatnya dengan kesal.

Arthur tak ada pilihan lain, selain membantu Neva. Namun dia juga tak ingin mengabaikan Shela. Dia tidak serakah bukan?!

**

Shela melepaskan sepatu pemberian dari Arthur dan melemparkannya ke sudut ruangan. Ia merasakan gejolak emosi yang meletup-letup di hatinya.

Kenapa? Dia masih tak tahu mengapa ia menjadi seperti itu. Shela menarik napasnya pelan dan terus mengatakan jika dirinya hanyalah teman Arthur. Hanya teman.

Seharusnya dia tak bisa bersikap seperti itu karena dialah yang memberikan batas antara Arthur dan dirinya.

"Dasar bodoh!!!" rutuknya pada diri sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status