Share

Bab 7

last update Last Updated: 2024-11-25 10:28:28

Keesokan paginya saat Roy sampai di ruang makan, matanya tak melihat keberadaan Alyssa sedikit pun. Pria itu lantas bertanya pada kepala pelayannya—Bi Ningrum. “Alyssa belum bangun?”

“Tadi sudah saya bangunkan, Tuan, tapi belum ke bawah juga, sepertinya Nyonya ketiduran lagi, atau mungkin Nyonya sedang bersiap-siap,“ jawab Bi Ningrum tak pasti.

“Panggil lagi, bilang sudah saya tunggu di ruang makan,” pungkas Roy tegas.

“Baik, Tuan.” Bi Ningrum lantas menuju ke kamar Alyssa lagi. Mengetuk pintu itu beberapa kali sampai Alyssa membukakan pintu kamarnya.

“Nyonya, sudah ditunggu Tuan di ruang makan,” ungkap Bi Ningrum. Alyssa menjawab dengan anggukan kepalanya.

“Sebentar, saya cuci muka dulu.” Belum sempat Bi Ningrum menjawab, Alyssa langsung berlari ke arah kamar mandi, lalu mencuci wajahnya dan menyikat giginya dengan cepat agar pria itu tidak marah. Selesai menyeka wajahnya dengan handuk kecil, Alyssa lantas buru-buru keluar dari kamarnya. Terlihat Bi Ningrum yang masih berdiri menunggunya di depan pintu. Keduanya kemudian berjalan menuruni anakan tangga yang cukup banyak itu.

“Saya ke dapur dulu, Nyonya,” pamit Bi Ningrum saat mereka sudah sampai di dekat ruang makan. Alyssa hanya mengangguk seraya tersenyum kaku.

Wanita itu berjalan memasuki ruang makan yang mana hanya ada Roy di sana. Meski ruang makan itu terlihat megah dan mewah, namun Alyssa merasa sangat canggung karena ia harus makan bersama dengan pria yang tak ia kenali asal-usulnya. Dengan rasa malas dan enggan, Alyssa menarik kursi di sebelah Roy, lalu mendudukinya.

Di meja makan sudah tertata rapi berbagai hidangan untuk sarapan pagi ini. Diantaranya ada roti sourdough buatan tangan dengan lapisan mentega truffle dan madu manuka, juga ada hidangan telur dadar dengan isian caviar beluga, keju gouda matang, dan potongan daun bawang segar. Sebagai pelengkap, ada piring berisi irisan salmon Norwegia yang diasapi perlahan, disajikan dengan saus krim dill dan roti panggang tipis, dan ada buah-buahan segar yang telah diiris sempurna, sedangkan minumannya ada susu segar, jus jeruk, dan kopi hitam dari biji kopi langka.

“Makan yang banyak,” ucap Roy membuka percakapan. Alyssa hanya mengangguk sembari mengambil hidangan yang ia pilih.

Tanpa bicara sedikit pun Alyssa melahap sarapan di hadapannya dengan tenang. Wajahnya menunduk, tak menoleh ke arah lain maupun ke arah Roy. Beberapa saat setelah Roy menghabiskan sarapannya, pria itu kembali membuka suaranya sembari mengambil kopi yang telah disediakan untuknya. “Nanti aku akan pulang sekitar jam 08:00 malam. Aku minta kau bersiap, dandan yang cantik karena kita akan ke pesta rekan kerjaku.”

Alyssa yang mendengar ucapan Roy lantas mengangguk tanpa membuka suaranya sedikit pun. Wanita itu tetap cuek melanjutkan sarapannya tanpa menggubris pria di sampingnya. “Bajunya nanti biar dibawakan asistenku,” pungkas Roy yang kemudian menenggak habis kopi di gelasnya. Pria itu lalu bangkit dari duduknya seraya merapikan dasinya, tak lupa ia meletakkan jas hitam yang ia bawa pada pergelangan tangan kirinya

****

Malam hari pukul 20:00 malam, sesuai janji Roy sudah sampai di kediaman rumahnya. Pria itu lantas bergegas berjalan menaiki tangga menuju ke kamar Alyssa untuk melihat apakah “wanitanya” sudah siap atau belum.

Pintu ia buka, tampak Alyssa yang sudah cantik dengan dress yang telah ia pilihkan siang tadi. Roy kemudian masuk ke dalam kamar Alyssa dan berdiri tepat di belakang wanita itu, “Cantik,” pujinya tersenyum tipis, sedangkan Alyssa yang sejak tadi cuek tak menghiraukan kedatangan Roy, seketika menatap Roy melalui cermin yang ada di depannya.

Mata mereka bertemu satu sama lain dengan tatapan yang berbeda. Jika Alyssa menatap Roy dengan rasa bencinya, sedangkan Roy menatap Alyssa dengan teduh. Tatapan itu seolah seperti orang yang sedang jatuh cinta.

Tok Tok Tok!!

Tatapan mereka harus terhenti saat pintu diketuk dari luar. Keduanya menoleh ke arah pintu sekilas, “Masuk,” seru Roy.

Tampak Bi Ningrum membuka lebar pintu kamar Alyssa, lalu masuk menghampiri Roy. “Tuan, mobilnya sudah siap di depan,” ungkap Bi Ningrum dengan kepala yang tertunduk ke bawah.

“Ya, saya segera ke bawah,” jawab Roy.

“Kalau begitu saya ke bawah dulu, Tuan, Nyonya, permisi.” Setelahnya Bi Ningrum benar-benar pergi meninggalkan kedua orang itu.

“Sudah siap?” tanya Roy menatap Alyssa melalui cermin di depannya.

Tanpa mengeluarkan suaranya Alyssa mengangguk sebagai jawaban bahwa dirinya telah siap untuk ikut Roy ke tempat acara diadakan.

Alyssa bangkit dari duduknya, dengan gesit Roy memundurkan kursi yang diduduki Alyssa tadi agar Alyssa tidak terganggu saat akan berjalan ke arah pintu.

Mata Alyssa sontak menoleh terkejut saat tangannya tiba-tiba digandeng oleh Roy —pria di sampingnya. Meski risih, namun Alyssa tak mau terlalu menunjukkannya di depan Roy agar pria itu tidak marah kepadanya.

Dengan rasa enggan, risih, dan malu, Alyssa berjalan ke lantai bawah dengan tangan yang digandeng oleh Roy. Wanita itu harus pura-pura bersikap cuek saat para pelayan di rumah Roy serentak memandang dirinya dengan tatapan yang berbeda-beda.

***

Di dalam mobil, Alyssa hanya diam seribu bahasa tanpa mengeluarkan suaranya sedikit pun hingga mereka sampai di hotel tempat acara diselenggarakan.

Melihat mobil yang ditumpanginya berhenti di di area hotel, Alyssa lantas menoleh bandara dengan tatapan bingung seolah ia bertanya kenapa kita ke sini?

Roy yang mengerti kebingungan Alyssa lantas menjawab dengan tenang, “Acaranya diselenggarakan di hotel ini,” ucap Roy tersenyum lembut.

Alyssa yang melihat senyuman Roy lantas memalingkan wajahnya kembali ke arah kaca jendela mobil. Ia tak ingin dirinya terperdaya dengan sikap lembut Roy saat ini.

Mobil berhenti, “Biar aku bukakan pintunya, kau duduk saja di sini,” ucap Roy saat Alyssa akan membuka pintu di sampingnya.

Roy keluar dari mobil dengan cepat. Ia berjalan mengitari mobil dengan langkah tegas, sepatu kulitnya menghasilkan bunyi ringan di aspal. Sesampainya di sisi lain mobil, tangannya dengan sigap menarik gagang pintu dan membukanya lebar.

Di dalam mobil, Alyssa duduk dengan anggun, namun terkesan cuek. Wanita itu memperhatikan seksama gerak-gerik yang dilakukan oleh Roy. Alyssa lantas keluar dari mobil saat pintu telah terbuka lebar. Meski Roy terlihat sedikit menampilkan senyumnya, tapi Alyssa tak menggubrisnya sama sekali. Wanita itu keluar dengan tanpa menoleh atau bahkan senyum sedikit pun kepada Roy.

Keduanya berjalan memasuki hotel menuju tempat acara dilaksanakan. Alyssa tampak risih dengan tangan Roy yang merangkul pinggangnya, tapi sepertinya Roy tidak peduli, pria itu tetap berjalan dengan tenang, namun langkah yang terdengar tegas.

“Hey, Bro, selamat datang di acara kami, thank you lo udah mau menyempatkan waktu lo dateng ke sini,” sapa rekan bisnis Roy selaku pemilik acara.

“Wah, siapa, nih?” tanyanya saat melihat Alyssa. “Calon istri?” lanjut pria itu yang kembali bertanya, sedangkan Roy hanya menjawab dengan kode gerakan kepala serta senyuman yang Roy berikan, seolah mengatakan “Ya.” Alyssa hanya diam mengamati percakapan kedua lelaki itu

“Semoga cepet nyusul, brother,” pungkas lelaki itu sembari menjabat tangan Roy, lalu membenturkan sebagian dadanya layaknya laki-laki pada umumnya.

“Pasti,” balas Roy tersenyum.

“Nyamanin diri kalian, makan apa pun yang kalian inginkan, kalau perlu nanti aku pesankan menu spesial yang kalian inginkan,” ucap pria itu sembari sedikit bercanda membuat Roy seketika terkekeh. Mana mungkin Roy melakukan itu, sementara dirinya bisa mendapatkan apapun yang ia inginkan hanya dengan memerintahkan anak-anak buahnya. Uangnya juga sudah sangat banyak, bahkan lebih banyak dari rekan bisnisnya yang sedang nikah saat ini, jadi mana mungkin Roy mau menjatuhkan harga dirinya dengan meminta pada orang lain? Itu tidak mungkin, dan tidak akan terjadi.

Roy kemudian membawa Alyssa ke tempat duduk yang kosong. Menarik perlahan kursi yang akan diduduki Alyssa. “Duduklah,” ucap Roy mempersilakan Alyssa.

“Terima kasih,” balas Alyssa dengan lirih. Meski suara Alyssa pelan, tapi Roy tetap mendengarnya.

Keduanya menikmati acara yang telah disajikan. Beberapa pelayan tampak berkeliling membawakan minuman soda untuk para tamu, lalu menawarkan ke para tamu yang hadir.

“Mau ngambil makan? Ayo, aku temani,” tawar Roy pada Alyssa.

Alyssa menggeleng. “Tidak perlu,” jawabnya.

“Kita belum makan malam, kalau gak makan nanti kamu lapar.” Roy kemudian bangkit dari tempat duduknya, berjalan menghampiri kursi Alyssa, berdiri tepat di samping wanita itu.

“Ayo, kita ngambil makan. Paling tidak pilih desert untuk mengganjal perutmu,” bujuk Roy.

Alyssa yang melihat sikap Roy lantas menghela nafas panjang. "Baiklah.” Meski sedikit terpaksa, tapi Alyssa menghargai usaha Roy yang telah membujuknya agar ia makan. Keduanya berjalan ke tempat di mana berbagai makanan telah disediakan.

“Pilihlah, mau aku ambilkan?” tawar Roy lembut.

“Tidak perlu,” jawab Alyssa cepat. Setelahnya wanita itu memiliki desert yang ia sukai, sedangkan Roy mengambil desert pilihannya sembari ekor matanya mengawasi Alyssa agar wanita di sampingnya tetap aman.

Setelah mengambil desert pilihan mereka masing-masing, keduanya kembali ke tempat duduk mereka dan memakan desert itu dengan tenang.

***

Usai acara selesai dan mereka telah berpamitan dengan pemilik acara, Roy lekas mengajak Alyssa untuk beristirahat terlebih dulu di kamar hotel, sedangkan Alyssa yang mendengar ajakan Roy justru menjadi tegang karena pikirannya sudah ke mana-mana.

“Jangan-jangan dia mau minta jatah. Duh, gimana ini?” Alyssa menjerit di dalam hati. Tubuhnya terasa kaku, tangannya bahkan sampai dingin sangking takutnya wanita itu kalau-kalau apa yang ia pikirkan nanti terjadi. Ingin kabur pun tak bisa karena Roy merangkul pinggangnya dengan erat.

Begitu sampai di depan kamar khusus yang ada di hotel itu, keduanya masuk dengan perasaan berbeda. Jika Alyssa harus sport jantung akibat rasa takut jika nanti akan di unboxing oleh Roy, sedangkan Roy justru merasa senang karena bisa sekamar dengan Alyssa.

Mata Alyssa mengernyit heran saat melihat dekorasi di dalam kamar hotel itu. Pasalnya suasana di dalam kamar yang ia masuki itu tidak terlihat seperti kamar hotel pada umumnya, tapi ini lebih seperti kamar pribadi. Mewah, dan sangat luas.

Alyssa mencoba menelusuri bagian kamar itu. Keningnya semakin berkerut hingga alisnya saling bertautan satu sama lain saat wanita itu melihat ada meja kerja di sana. “Kamar hotel ini ada sofanya, tapi kok ada meja kerja juga?” batin Alyssa heran.

Yang lebih mengejutkan lagi saat mata Alyssa menyadari ada bingkai foto besar di dinding atas ranjang. Bingkai dengan gambar lelaki berpakaian serba hitam yang membelakangi kamera, tapi wajahnya ... “Bukannya itu wajah Roy?” batin Alyssa.

“Alyssa?” panggil Roy yang melihat Alyssa sedang melihat-lihat kamarnya.

Alyssa yang mendengar suara Roy lantas bergegas menghampiri pria itu. “Ada apa?” tanya Alyssa dengan wajah datar.

“Bisa tolong lepaskan dasiku?” pinta Roy setelah sebelumnya ia mengunci pintu kamar hotelnya.

“Apa kamu tak bisa melepasnya sendiri?” cetus Alyssa. Wanita itu tahu jika Roy sedang modus untuk bisa berdekatan dengannya.

“Tidak. Tolong lepaskan ya, aku gerah sekali,” sahut Roy dengan ekspresi seolah-olah dirinya sangat kegerahan, padahal sejak tadi sampai saat ini pun mereka hanya di ruangan ber-AC yang tak mungkin jika mereka berkeringat.

Dengan terpaksa akhirnya Alyssa mendekat ke arah Roy, lalu membuka ikatan dasi yang bertengger di leher Roy.

“Cantik,” puji Roy yang ke dua kalinya, pria itu menatap Alyssa sembari tersenyum tulus, namun Alyssa tak menggubris ucapannya, wanita itu justru tetap menampakkan wajah cuek di depan Roy.

Setelah selesai melepas dasi Roy, Alyssa berniat untuk menjauh dari Roy, tapi suara Roy lagi-lagi membuat Alyssa menghentikan langkahnya.

“Tolong bukakan kancing kemejaku,” pinta Roy sembari membuka kancing kemeja di pergelangan tangannya.

Alyssa membalikkan badannya menghadap Roy, kemudian mulai membuka satu per satu kancing kemeja Roy, sedangkan Roy melepas jas yang ia pakai setelah sebelumnya pria itu membuka kancing kemeja di tangannya. Begitu kancing kemejanya sudah terbuka semua, pria itu lantas melepas kemeja yang ang ia pakai.

Alyssa yang awalnya berniat ingin duduk di depan meja rias, wajahnya seketika tercengang saat matanya tak sengaja melihat tulisan tato di dada Roy dengan bertuliskan namanya “Alyssa.” Dengan cepat Alyssa membalikan badannya menghadap Roy kembali, dan memastikan penglihatannya salah atau tidak.

Tubuhnya membeku saat melihat dengan jelas ternyata benar apa yang dilihatnya barusan. Dada Roy ditato dengan namanya “Alyssa”

“Kenapa?” tanya Roy tersenyum tipis melihat keterkejutan Alyssa.

“I--ini?” Alyssa menunjuk tulisan di dada Roy.

“Ya, namamu,” jawab Roy tenang.

“M--maksudmu? Ke--kenapa aku?” tanya Alyssa lagi. Wanita itu dalam keterkejutannya. Alyssa bingung, kenapa harus dirinya?

“Karena kau milikku,” pungkas Roy. Alyssa seketika mendongak, menatap Roy dengan tatapan yang sulit diartikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 35

    Mobil mewah memasuki halaman rumah yang tampak begitu megah, berhenti di depan pintu dengan jarak sekitar lima meter. Roy menoleh, menatap wajah cantik Alyssa yang bersandar di bahunya dengan mata yang terpejam. Tampaknya ia ragu untuk membangunkan Alyssa, sementara supirnya sudah membukakan pintu untuknya. Akhirnya, Roy mengangkat Alyssa dengan perlahan supaya Alyssa tak terbangun. Seorang pelayan dengan sigap menghampiri mobil tuannya, berdiri di depan Jerry dengan memegang payung besar guna memayungi majikannya. Roy keluar dari mobilnya dengan menggendong Alyssa ala bridal style, sedangkan Bi Ningrum memayungi keduanya hingga sampai di depan pintu, lalu memberikan payung itu pada pelayan yang lain untuk disimpan di tempat semula, sementara Bi Ningrum menyiapkan minuman untuk majikannya. Begitu minuman yang ia bikin sudah siap, Bi Ningrum dengan dibantu pelayan lainnya, lantas meletakkan minuman-minuman itu di atas nampan-nampan yang telah mereka siapkan, satu untuk Roy, dan sat

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 34

    Pria itu kemudian sedikit menjauhkan badannya dari Alyssa, mengusap air mata itu dengan lembut, menatapnya dengan raut wajah bersalah. “Alyssa?” panggilnya berbisik. Suaranya bahkan hampir tak terdengar saking pelannya. “Apa sakit? Maaf jika aku mencium 'mu terlalu kasar. Sakit, ya?” Roy meniup pelan bibir Alyssa yang terlihat sedikit bengkak akibat ulahnya. “Maafkan aku.” Roy kembali meminta maaf merasa bersalah pada Alyssa. Namun, Alyssa justru meremas baju di bagian dadanya seakan memberitahu jika dadanya teramat sakit menerima takdir pahit yang selalu datang kepadanya. Mata Roy tak lepas dari gerak-gerik yang dilakukan Alyssa, ia menggenggam halus tangan Alyssa sambil bertanya, "Kenapa? Apa yang sakit?" Namun, Alyssa hanya diam, matanya tetap terpejam dengan diiringi air mata yang terus keluar. "Hey, please ... jangan nangis, dong? Tolong jangan bikin aku panik, Alyssa." Roy mengusap lembut pipi Alyssa, ia menatap sedih pada wanita di hadapannya yang terlihat sangat hancur.

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 33

    Lagi-lagi Alyssa hanya menggeleng. Roy spontan mengepalkan satu tangannya melihat respon Alyssa yang jelas terlihat kalau Alyssa sedang tidak baik-baik saja. Pria itu menoleh ke arah Tiffany, meminta jawaban dari sikap Alyssa yang tampak badmood, namun Tiffany hanya menggeleng sebagai jawaban kalau dia tidak tahu Alyssa kenapa. “Mau pulang?” tanya Roy. Tangannya mengusap lembut rambut Alyssa dengan penuh kasih sayang, tatapannya sangat terpancar jika pria itu benar-benar mencintai Alyssa. “Beri aku waktu sebentar,” tukas Alyssa tanpa ingin dibantah. Roy mengangguk, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. Satu tangannya masih terus membelai lembut rambut Alyssa, berharap wanita di sampingnya kembali ceria seperti saat mereka berlatih tadi. “Tak usah memikirkan hal yang tidak penting, Baby. Cukup nikmati hidupmu di samping ku, maka akan ku pastikan kau bahagia bersamaku selamanya,” bisik Roy yang kemudian mengecup singkat pucuk kepala Alyssa cukup lama, sedangkan A

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 32

    Dengan cepat wanita itu menggeleng, “Maaf, saya tidak tahu, Nyonya.” “Oh … ya sudah kalau gitu, biar saya tunggu di sini saja.” Alyssa mendudukkan pantatnya pada kursi yang ada di gazebo tersebut. “Baik, Nyonya. Saya akan jaga Nyonya dari situ,” ucapnya sambil menunjuk bangku yang tidak begitu jauh dari Alyssa. Alyssa spontan menoleh cepat, melihat pelayan itu berjalan ke arah bangku yang tidak jauh darinya. “Mbak, gak perlu jagain saya gak apa-apa, kok. Mbak lanjut kerja aja,” seru Alyssa yang merasa sedikit tak enak hati. “Gak apa-apa, Nyonya, sudah tugas saya untuk menemani pelanggan.” Wanita itu lantas mendudukkan bokongnya di salah satu kursi yang ada di gazebo, tentunya tidak jauh dari Alyssa untuk tetap menjaga Alyssa, hanya berjarak dua meter dari kursi yang Alyssa duduki. “Bosnya gak marah Mbak, kalau Mbak nemenin saya?” tanya Alyssa. Ia takut kalau nanti pelayan itu dimarahi oleh bosnya karena menemani dirinya. “Tidak, Nyonya. Bos saya justru akan marah kalau saya tida

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 31

    “Jadi benar kau selingkuh dariku?” Alex menatap Tasya dengan penuh emosi. Tasya menoleh, menatap Alex sambil tersenyum miring. “Selingkuh? Dia calon suamiku, dan aku tidak pernah mengkhianatinya,” tukas Tasya melirik sinis. “Jadi selama ini kau mempermainkanku?” seru Alex dengan wajah yang telah memerah menahan amarah. Tasya terkekeh pelan, “Hidup itu memang seperti permainan. Kita tinggal memilih, menjadi pemainnya, atau yang dimainkan,” celetuk Tasya. Alex yang semakin terbawa emosi lantas mengepalkan kedua tangannya, lalu menarik-nariknya dan berusaha mengeluarkan tangannya dari ikatan besi yang menjeratnya. Namun, sayangnya hal itu sia-sia baginya. Tasya dan pria di sampingnya berbalik menghadap Roy, “Tugas saya sudah selesai, King. Kami izin untuk kembali berjaga,” pamit Tasya dengan membungkukkan sedikit badannya kepada Roy, lalu keduanya keluar dari ruangan itu setelah Roy memberi kode lewat gerakan telunjuknya. Tatapan Alex terkejut, “Jadi, dia orang suruhan Roy?” batin

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 30

    Di sebuah ruang bawah tanah yang agak gelap, terlihat seorang pria terikat di dinding berwarna abu-abu. Kedua tangan dan kakinya diikat dengan rantai besi yang berat, memaksa tubuhnya tetap bersandar tegak pada dinding. Wajahnya penuh luka dan lebam, bekas pertarungan atas perlawanannya saat akan ditangkap oleh anak-anak buah Roy. Matanya memancarkan kelelahan, tetapi ada kilatan amarah yang belum padam. Terlihat darah yang telah mengering di bagian pelipis dan sudut bibirnya. Di sekelilingnya tak terdengar suara apapun, sangat sunyi dan sepi. Dalam kesunyian, pria itu tampak merencanakan sesuatu, menunggu momen yang tepat untuk membebaskan dirinya dari rantai-rantai yang mengikatnya. Namun, dia tidak tahu bahwa tepat di balik pintu tebal itu, dua penjaga berpakaian serba hitam berdiri dengan wajah tanpa ekspresi, dan tangan mereka masing-masing menggenggam senjata api. Dari jauh, terdengar suara langkah pelan namun tegas. Seorang pria dengan setelan santai namun tetap terlihat el

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 29

    “Tempat memanah? Untuk apa kita ke sini?” tanya Alyssa bingung. Roy menoleh, menatap wajah Alyssa seraya tersenyum lembut. “Untuk apa lagi? Ayo!” pungkas Roy menaikkan dagunya, memberi kode pada Alyssa agar masuk ke lapangan tempat bermain panah. “T--tapi ... aku tidak bisa bermain panah. Aku belum pernah mencobanya,” ucap Alyssa ragu. “Maka aku yang akan mengajarimu sampai kau bisa,” sela Roy. Pria itu terlihat cukup antusias untuk mengajari Alyssa bermain panah, olahraga yang belum pernah Alyssa coba. Keduanya berjalan memasuki lapangan tempat khusus untuk memanah. Roy menerima busur dan anak panah yang diberikan oleh anak buahnya, lalu meletakkan tas kulit berisi beberapa anak panah ke samping tubuhnya. “Aku tidak yakin bisa melakukannya,” ucap Alyssa pesimis. “Tapi aku yakin kau bisa melakukannya,” sela Roy penuh percaya diri. Pria itu lantas berdiri di belakang badan Alyssa, menggenggam kedua tangan Alyssa, lalu menuntunnya untuk memegang busur dan anak panah yang se

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 28

    “Ada yang bisa saya bantu?” tanya sang pemilik toko emas.“Saya ingin menjual gelang emas ini, Pak.” Dio menyodorkan gelang yang ia bawa.Pemilik toko emas lantas mengamati gelang tersebut dengan seksama. “Gelang ini bagus, kenapa dijual, Mas?”“Saya lagi butuh duit, makanya terpaksa harus saya jual ini gelang istri saya,” ujar Dio dengan ekspresi memelas supaya pria di hadapannya percaya dan kasihan kepadanya.“Oh, gitu.” Pria itu mengangguk paham. “Ya sudah, saya cek kadar emasnya dulu ya kalau gitu. Tunggu sebentar.” Pemilik toko emas itu lantas mulai memeriksa gelang yang Dio bawa menggunakan mesin penguji emas dan juga timbangan untuk memastikan kadar dan berat gelang tersebut.Setelah mengecek gelang itu beberapa saat, pria itu kembali menghadap Dio dengan tangannya membawa gelang yang akan dijual Dio tadi. “Gelang ini kadar emasnya 24 karat, dan beratnya 10 gram. Kalau sekarang harga pasarnya sekitar Rp1.533.000 per gram. Jadi totalnya sekitar Rp15.330.000. Bagaimana, mau?”Dio

  • Terjerat Cinta Terlarang Tuan Mafia    Bab 27

    Roy menoleh terkejut, menatap Alyssa dengan lekat, tatapan matanya terlihat jelas ada kesedihan sekaligus emosi secara bersamaan yang tengah pria itu sembunyikan.“Apa yang harus aku lakukan agar kau tidak pergi meninggalkanku?” tanya Roy.Tampaknya Roy mulai bingung harus bagaimana lagi agar ia bisa mengambil hati Alyssa.Alyssa memalingkan wajahnya menatap lain, menghindar dari tatapan Roy. “Aku lebih bahagia hidup sendiri. Aku ingin melupakan semua hal-hal buruk yang pernah terjadi selama hidupku,” ungkap Alyssa.Satu tangan Roy spontan mengepal, menahan emosi yang ingin meledak saat ia mendengar ungkapan sedih Alyssa. Rasanya ia ingin membunuh orang-orang yang telah membuat hati Alyssa hancur.Roy mengangkat tangannya yang lain, merangkul pinggang Alyssa, menariknya sedikit hingga badan keduanya saling bersentuhan. Tarikannya tak terlalu kuat, tetapi cukup untuk menyampaikan rasa takut kehilangan yang tersembunyi di dalam hatinya.Pria itu kemudian menundukkan kepala, wajahnya ia

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status