"Bagaimana bisa?" setelah hening yang agak lama, aku masih belum bisa memproses apa yang terpampang di sana di otakku.
Maksudku, aku tahu memang itu kejadian yang nyata. Tetapi bagaimana mungkin ada yang tersebar ke publik! "Kamu yang menyebarkannya, Shane?" aku bertanya dengan ragu-ragu. Dalam benakku, tidak mungkin ada yang menyebarkan hal ini kecuali Janice atau Shane. Hanya mereka berdua yang ada di rumah itu selain aku dan Damien. Jika dipersempit kemungkinannya, cuma Shane yang bisa karena hanya dia satu-satunya yang mengetahui bahwa aku tidur di ranjang yang sama dengan kakaknya. Tetapi...bagaimana bisa? Shane juga baru kuberitahu keesokan harinya. Shane tersenyum masam sambil mengeluarkan ponselnya, "Jelas bukan aku. Untuk apa aku menyebarkan rumor tentang Damien? Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan merepotkan diriku sendiri ke depannya. " Dia menunjukkan ponselnya padaku yang memuat gambar aku dan Damien pada malam itu. Dengan lihai, dia memperbesar gambar itu. "Menurutmu, kelihatannya gambar ini dipotret dari sudut mana?" Orang bodoh pun tahu gambar ini diambil dari CCTV, lalu CCTV mana lagi selain milik rumahmu sendiri Shane? "CCTV keluargamu?" Shane menjentikkan jari dan mengangguk dengan lambat seolah ingin menunjukkan pemahamannya, "Itu benar." Aku ingin mengeluh dalam hati. Maksudku, untuk apa dia menanyakan hal yang sudah jelas seperti itu. "Ngomong-ngomong, sejak kapan seseorang memasang CCTV di dalam kamar? Bukankah mengganggu privasi?" Aku benar-benar heran, maksudku, adakah orang gila yang ingin mengintip seseorang sedang melepas atau mengenakan pakaian? Dahi Shane berlipat dalam, dia hanya memandangi foto itu lama tanpa berkata apa-apa sebelum akhirnya berkata dengan penuh curiga, "Aku baru menyadari ini. Tidak ada. Di rumah kami tidak ada CCTV di kamar. CCTV hanya dipasang di lorong, ruang tamu, dapur, dan bagian depan halaman rumah kami. Bagaimana ini bisa terjadi?" Seseorang memasang CCTV di dalam kamar tanpa pengetahuan pemilik rumah? Sungguh orang yang berani. Janice yang sedari tadi hanya mendengarkan dengan ekspresi yang pahit akhirnya berbicara sambil memandangku seolah-olah aku adalah kucing yang akan merebut ikan asin di tangannya, "Maksudmu itu benar-benar kamu? Tidak. Maksudku, kamu benar-benar tidur dengan kakakku?" Janice bertepuk tangan sambil menggelengkan kepalanya dan berkata dengan nada yang sarkastik, "Selama ini aku selalu menyarankanmu untuk menyerah dengan bisnismu dan beralih menjadi wanita simpanan. Tapi kamu selalu menolak," Janice menelan ludah, "Ternyata selama ini kamu mengincar Damien! Aku sungguh tertipu oleh kamu." "Hei-hei, tidak begitu, tidak begitu. Aku bahkan tidak tahu Damien Cross adalah kakak pertamamu. Bagaimana mungkin aku merencanakan hal licik ini?!" "Dasar wanita licik! Beraninya kamu! Kamu berpura-pura mengembalikan dompetku yang tertinggal dan berakhir menginap di rumahku hanya untuk menciptakan rumor tentang kamu dan Damien?!" Janice berdiri dan berkacak pinggang. Sekarang dia mulai menunjuk wajahku dengan kukunya yang dicat merah muda. Mataku melebar. Demi Tuhan, aku tahu Janice memang sangat menyebalkan tetapi aku baru tahu dia bisa di tahap ini. "Kamu pikir aku tahu kamu akan meninggalkan dompet di butikku?! Kamu pikir aku tahu Damien Cross yang selebriti itu kakak laki-lakimu?! Lagipula memangnya kamu sendiri tahu bahwa kakakmu akan pulang malam itu?! Dasar wanita tidak masuk akal!" Aku pikir lidahku saat ini cukup fasih mengucapkan segala jenis pembelaan yang aku bisa. Aku benar-benar takjub dengan diriku sendiri sekarang. Hei, lihatlah, Seraphina Adler sekarang bisa memarahi orang lain. Biasanya, paling banyak aku cuma bisa berkata sarkastis atau memendam kemarahanku. "Ini semua ter—" Shane yang sejak tadi cuma menyimak adu mulut kami berdua dengan tidak berdaya akhirnya berdiri dan membekap mulut Janice. Janice memang gadis menyebalkan yang anehnya sangat patuh pada Shane. Dia tidak mengatakan apa-apa, melepas tangan Shane dari mulutnya, dan hanya membuang muka. "Ini memang CCTV rumah kami. Aku pikir seharusnya seseorang membagikan aksesnya ke orang lain. Di rumah, selain anggota keluarga yang punya akses hanya satpam rumah. " "Kamu sudah bertanya pada satpam rumahmu?" Shane menggeleng, "Dia baru saja mengundurkan diri kemarin." Aku menjentikkan jari seolah-olah menangkap garis besar yang terjadi, "Kemungkinan itu dia. Satpam rumahmu. Kita harus mencarinya dan bertanya padanya." "Mencarinya? Kamu? Sera, kamu tidak menyadari kamu telah menjadi berita terpanas hari ini? Aku pikir mencari keberadaan seseorang yang mungkin bersembunyi tidak akan leluasa bagimu. Orang-orang akan segera mengenalimu dan mengerubungi seperti semut mengerubungi gula. Lagipula..." Aku menunggu Shane menyelesaikan kata-katanya dengan tidak sabar. "...ketimbang mencari orang itu, aku pikir kamu harus berpikir apa yang akan kamu katakan ketika Damien tiba." "Kakakmu akan kemari?" Shane mengangguk, "Ya, " dia melihat ke belakang dengan linglung, "Lihatlah, itu mobilnya!" katanya sambil menunjuk sedan hitam yang berhenti di depan butikku. Oh tidak, rasanya nyawaku hampir lepas sekarang ini. Aku tidak berpikir berbicara dengannya akan mudah. Sepertinya ini akan lebih sulit ketimbang berbicara dengan Janice yang menyebalkan atau dengan Shane yang kadang agak berlebihan. Tuhan, tolonglah aku!Tidak ada yang lebih menegangkan dari pada ketika kamu tahu akan dijatuhi hukuman tetapi belum tahu hukuman jenis apa yang kamu dapatkan. Kondisi itu adalah keadaanku saat ini. Aku benar-benar gugup hingga jantungku berdetak dua kali lipat lebih keras. Aku merapalkan doa dalam hati berkali-kali. Aku bahkan tidak tahu berapa kali aku berkata dalam hati, "Tuhan, tolong lembutkan hatinya agar dia meminta kompensasi serendah-rendahnya padaku. Jika dia memang meminta kompensasi yang sangat rendah padaku, aku akan memberikan jasaku gratis dua kali untuknya."Yang tidak aku prediksi adalah Janice. Dia sedari tadi agak gusar dan tampaknya apa yang dia pikirkan tidak bisa dia tahan lagi, jadi dia dengan ceroboh berkata, "Damien, dia tidak sepenuhnya salah. Aku pikir kesalahan kami sebagai tuan rumah juga besar karena tidak mengantarnya sampai ke kamar. Dia hanya seorang tamu."Apakah Janice yang terlihat seperti iblis baru saja berteman dengan seorang malaikat? Dia terlihat seperti malaikat
Damien Cross adalah selebriti pria yang agung dan sulit dihadapi. Aku pikir dugaanku barusan itu benar-benar akurat. Lihatlah, sekarang kami bukan cuma bertiga, tetapi berlima duduk melingkari meja bersama Damien Cross dan manajernya! Sampai saat ini belum ada yang bersuara. Sejauh yang dapat kulihat cuma Damien duduk dengan punggung lurus dan berwajah muram. Aku mengerti kenapa dia sebegitu muramnya. Siapa juga yang akan terlihat baik-baik saja setelah tertangkap kamera tidur dengan wanita tidak dikenal di rumahnya? Dia pasti berpikir aku adalah fans gila yang mencoba mengambil keuntungan darinya! "Ehm...Nona Seraphina benar?" kata manajernya dengan sopan. Suaranya agak dalam tetapi lembut. Manajernya ini adalah seorang pria muda berkacamata dengan rambut hitam dengan potongan comma hair. Dalam sekali lihat saja aku tahu, dia pria yang tampan. Tentu saja tanpa membandingkannya dengan Shane yang secara genetik tampan atau Damien Cross yang jelas-jelas selebriti. "Ya, aku Sera
"Bagaimana bisa?" setelah hening yang agak lama, aku masih belum bisa memproses apa yang terpampang di sana di otakku. Maksudku, aku tahu memang itu kejadian yang nyata. Tetapi bagaimana mungkin ada yang tersebar ke publik! "Kamu yang menyebarkannya, Shane?" aku bertanya dengan ragu-ragu. Dalam benakku, tidak mungkin ada yang menyebarkan hal ini kecuali Janice atau Shane. Hanya mereka berdua yang ada di rumah itu selain aku dan Damien. Jika dipersempit kemungkinannya, cuma Shane yang bisa karena hanya dia satu-satunya yang mengetahui bahwa aku tidur di ranjang yang sama dengan kakaknya. Tetapi...bagaimana bisa? Shane juga baru kuberitahu keesokan harinya. Shane tersenyum masam sambil mengeluarkan ponselnya, "Jelas bukan aku. Untuk apa aku menyebarkan rumor tentang Damien? Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan merepotkan diriku sendiri ke depannya. "Dia menunjukkan ponselnya padaku yang memuat gambar aku dan Damien pada malam itu. Dengan lihai, dia memperbesar gambar it
Tidak perlu dikatakan lagi, rasanya Shane dan aku berbagi pikiran yang sama saat ini. Sekarang, aku memandang wajahnya yang kaku dan pucat pasi. Jika di hadapanku ada cermin, seharusnya kami tidak jauh berbeda."Itu tidak benar, Sera bukan pacarku. Dia teman Janice." kata Shane pada akhirnya."Oh benarkah?" kata Damien acuh tak acuh.Dia cuma memandangku sekilas dan mengangguk kemudian melambaikan tangan sambil berkata, "Kecilkan suara kalian, aku kembali.""Oke..." sahutku dan Shane berbarengan."Kamu betul-betul tidur dengan Damien?" Shane mengecilkan suaranya. Dia menarik kursinya lebih dekat lagi. Ekspresi wajahnya yang panik jelas-jelas tidak tersembunyi.Aku memutar bola mata dan berdecak pelan lalu memandangnya dengan malas, "Itu benar. Tidur dalam arti sebenarnya. Ketika aku bangun, kakakmu ada di sampingku tanpa pakaian...persis seperti tadi.""Kamu yakin tidur dalam arti sebenarnya?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Ini, pertanyaan ini, aku juga tidak tahu apa yang
Aku kedinginan.Ketika aku membuka mata, saat itu kamar gelap gulita. Jendela tidak tertutup gorden, jadi aku masih bisa melihat cahaya bulan dan lampu dari sana. Dugaanku, sekarang masih subuh. Benar saja, ketika aku melihat ponselku, memang masih pukul lima.Ngomong-ngomong, jika tidak menyadari kasur dan bantal yang kupakai berbeda, aku bahkan lupa jika aku ada di rumah Janice saat ini.Dengan santai aku menyibak selimut dan menyalakan lampu. Barulah ketika aku mendapatkan pandanganku dengan jelas, mataku membola menyadari kasur itu tidak lagi kosong.Maksudku, tidak hanya aku yang berada di sana sepanjang malam!Ada seorang pria asing bertelanjang dada yang sedang tidur di sana!Rasanya jantungku terjun bebas ke bawah. Ini...bagaimana bisa semalaman aku tidur dengan seorang pria?!Aku melihat diriku sendiri yang hanya mengenakan bra dan celana dalam renda hitam senada dan nyawaku hampir lepas. Aku tidak melakukan apa-apa semalam kan? Aku benar-benar cuma tidur saja kan?!Ini...i
Memangnya apa yang kutahu tentang Janice si gadis sial selain dia menyebalkan?Tidak ada.Tetapi apakah teman-teman gadis itu juga tahu tentang hal ini?Aku berpikir sebentar sebelum menggeleng pelan. Lupakan, aku bahkan tidak ingat Janice punya teman. Tuhan, sebenarnya apa yang aku lihat di depan mataku saat ini? Seorang pria tampan yang sangat tinggi dengan malasnya membuka pintu rumah mewah dengan kaus putih besar dan celana pendek sebetis.Dia memandangku agak lama dengan alis terangkat karena aku tidak kunjung berbicara. "Cari siapa?" tanyanya.Aku merasa malu dalam hati karena bisa-bisanya malah tersihir oleh pria tampan lalu gelagapan dengan panik, "Janice. Apa benar dia tinggal di sini?""Oh Janice," dia mengangguk pelan sambil memandangku dari atas ke bawah dan kembali lagi dari bawah ke atas, "Aku tidak menyangka ternyata dia punya teman. Bagus untuknya."Aku tersenyum canggung hingga gigiku terasa kering."Kamu yang pertama.""Apa?" tanyaku. "Kamu teman Janice yang perta