Tidak perlu dikatakan lagi, rasanya Shane dan aku berbagi pikiran yang sama saat ini.
Sekarang, aku memandang wajahnya yang kaku dan pucat pasi. Jika di hadapanku ada cermin, seharusnya kami tidak jauh berbeda. "Itu tidak benar, Sera bukan pacarku. Dia teman Janice." kata Shane pada akhirnya. "Oh benarkah?" kata Damien acuh tak acuh. Dia cuma memandangku sekilas dan mengangguk kemudian melambaikan tangan sambil berkata, "Kecilkan suara kalian, aku kembali." "Oke..." sahutku dan Shane berbarengan. "Kamu betul-betul tidur dengan Damien?" Shane mengecilkan suaranya. Dia menarik kursinya lebih dekat lagi. Ekspresi wajahnya yang panik jelas-jelas tidak tersembunyi. Aku memutar bola mata dan berdecak pelan lalu memandangnya dengan malas, "Itu benar. Tidur dalam arti sebenarnya. Ketika aku bangun, kakakmu ada di sampingku tanpa pakaian...persis seperti tadi." "Kamu yakin tidur dalam arti sebenarnya?" Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Ini, pertanyaan ini, aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada kami. Tetapi ketika mencoba memutar ingatan kilas balik sebelumnya, yang kuingat memang hanya aku yang mengagumi kamar keluarga mereka dan tiba-tiba berpindah pada saat aku sudah bangun. "Kamu tidak tahu? Apakah kamu merasa sakit di bagian 'itu'?" Shane membuat tanda kutip dengan tangannya. Dia terlihat sangat serius sehingga wajahnya benar-benar lucu. Tetapi aku sendiri tidak dalam posisi bisa menertawakannya. Jadi aku dengan khawatir, sedikit menendang kaki ke depan dan karena tidak merasakan adanya rasa sakit, aku berdiri dan mulai berjalan sedikit. Aku menggeleng dengan yakin ketika menyadari tidak ada rasa sakit di bawah sana. "Bagaimana pakaianmu?" Aku memiringkan kepala dan berkata dengan lambat, "Yah..." "Yah apa?" cecarnya. "Aku hanya mengenakan pakaian dalam ketika aku bangun..." Ketika aku menemukan Shane yang semakin gusar, aku buru-buru melambaikan tangan dengan santai di depan wajahnya dan berkata dengan santai, "Itu hanya soal tidur bersama. Sama sekali bukan hal besar." Di mulut aku bisa mengatakan itu, tetapi di dalam hati, itu juga bukan hal biasa bagiku. Aku melihat ponselku dan tersenyum seraya menepuk pundak Shane. "Aku pulang dulu. Taksi sudah tiba. Oh iya, tolong sampaikan pada adik perempuanmu bahwa dia tidak akan melihat wajahku di rumahnya lagi pagi ini. Jadi tenang saja." Shane mengantarku sampai di sana dan tidak lama, taksi yang kupesan telah tiba. Sebelum aku naik taksi, Shane berpesan dengan suara yang pelan, "Jika tejadi sesuatu, tolong kabari aku dulu." Aku tertawa kecil untuk meredakan ketegangan di wajahnya, "Tenang saja. Tidak akan terjadi sesuatu itu." Benar kan memang tidak terjadi apa-apa juga selama kami tidur semalam? Maksudnya aku memang tidak akan hamil juga kan? Setidaknya itu yang kupikirkan sampai keesokan harinya, sebuah mobil asing yang melaju super kencang tiba-tiba berhenti di depan butikku menimbulkan decit keras. Janice turun dari sana dengan dandanan yang tidak biasa. Bisa dikatakan dia tidak merias diri sama sekali. Ini memberikan tanda tanya di kepalaku. Lebih aneh lagi, dia juga cuma mengenakan kaus hitam besar dan celana pendek. Jika dia mengatakan bahwa namanya bukan Janice tetapi merupakan kembaran Janice yang tinggal jauh di luar negeri, sepertinya aku akan percaya. Aku yang baru saja memutar papan 'close' menjadi 'open' dibuatnya mengernyitkan dahi. Tidak biasanya gadis itu seperti ini, pikirku. Ketika seseorang lagi turun dari mobil, dahiku semakin berlipat dalam dan tanpa sadar jantungku mulai berdebar kencang. Itu Shane! Ada apa dengan mereka berdua? Aku merasa ada sesuatu yang salah. Dengan terburu-buru, aku berlari ke depan dan menghampiri keduanya dan bertanya dengan suara yang keras, "Kenapa kalian berdua kemari?" Janice memandangku dengan tajam. Dia hampir saja mengatakan sesuatu jika Shane tidak buru-buru menutupnya dan menyeretnya ke dalam butikku. Sekarang kami bertiga duduk melingkari sebuah meja. Janice terlihat tidak senang, tetapi aku pikir dia cukup mendengarkan kakaknya, dia tidak mengatakan apa-apa selain memutar bola mata. Shane berdehem beberapa kali sebelum memandangku dengan hati-hati. Aku menaikkan sebelah alis dan bertanya tanpa suara, "Ada apa?" "Sudahkah kamu melihat berita hari ini?" Aku tercenung sebentar. "Belum." Janice tampaknya sudah tidak bisa menahan diri. Dengan wajah kemerahan dan suara yang keras, dia berseru, "Itulah masalahnya!" Shane memelototi adiknya dan menggeleng seperti seorang ibu yang memarahi anaknya, "Kamu tidak diizinkan bicara. Diamlah." "Oke. Aku akan lihat portal berita, " ujarku sambil membuka ponsel dan menggulirkannya ke portal berita. Berita kecelakaan pesawat, pemilihan presiden, kritik, dan... BAM! Mataku terbelalak seketika ketika melihat headline besar, 'BERITA TERPANAS, AKTOR DAN PENYANYI TERKENAL DAMIEN CROSS DIKABARKAN TINGGAL BERSAMA PACARNYA.' Itu cuma satu hal. Aku tidak akan terkejut hanya dengan berita semacam itu. Tetapi gambar besar yang terpampang di sana membuatku ketakutan setengah mati. Itu jelas-jelas adalah aku yang tidur di bawah selimut dengan selebriti pria Damien Cross di sebelahku. Berita buruknya, wajahku benar-benar terpampang dengan jelas di sana. Hanya orang buta yang tidak akan mengenali aku sebagai gadis di dalam foto itu. Oh Tuhan, kesialan jenis apalagi yang Engkau timpakan padaku?Tidak ada yang lebih menegangkan dari pada ketika kamu tahu akan dijatuhi hukuman tetapi belum tahu hukuman jenis apa yang kamu dapatkan. Kondisi itu adalah keadaanku saat ini. Aku benar-benar gugup hingga jantungku berdetak dua kali lipat lebih keras. Aku merapalkan doa dalam hati berkali-kali. Aku bahkan tidak tahu berapa kali aku berkata dalam hati, "Tuhan, tolong lembutkan hatinya agar dia meminta kompensasi serendah-rendahnya padaku. Jika dia memang meminta kompensasi yang sangat rendah padaku, aku akan memberikan jasaku gratis dua kali untuknya."Yang tidak aku prediksi adalah Janice. Dia sedari tadi agak gusar dan tampaknya apa yang dia pikirkan tidak bisa dia tahan lagi, jadi dia dengan ceroboh berkata, "Damien, dia tidak sepenuhnya salah. Aku pikir kesalahan kami sebagai tuan rumah juga besar karena tidak mengantarnya sampai ke kamar. Dia hanya seorang tamu."Apakah Janice yang terlihat seperti iblis baru saja berteman dengan seorang malaikat? Dia terlihat seperti malaikat
Damien Cross adalah selebriti pria yang agung dan sulit dihadapi. Aku pikir dugaanku barusan itu benar-benar akurat. Lihatlah, sekarang kami bukan cuma bertiga, tetapi berlima duduk melingkari meja bersama Damien Cross dan manajernya! Sampai saat ini belum ada yang bersuara. Sejauh yang dapat kulihat cuma Damien duduk dengan punggung lurus dan berwajah muram. Aku mengerti kenapa dia sebegitu muramnya. Siapa juga yang akan terlihat baik-baik saja setelah tertangkap kamera tidur dengan wanita tidak dikenal di rumahnya? Dia pasti berpikir aku adalah fans gila yang mencoba mengambil keuntungan darinya! "Ehm...Nona Seraphina benar?" kata manajernya dengan sopan. Suaranya agak dalam tetapi lembut. Manajernya ini adalah seorang pria muda berkacamata dengan rambut hitam dengan potongan comma hair. Dalam sekali lihat saja aku tahu, dia pria yang tampan. Tentu saja tanpa membandingkannya dengan Shane yang secara genetik tampan atau Damien Cross yang jelas-jelas selebriti. "Ya, aku Sera
"Bagaimana bisa?" setelah hening yang agak lama, aku masih belum bisa memproses apa yang terpampang di sana di otakku. Maksudku, aku tahu memang itu kejadian yang nyata. Tetapi bagaimana mungkin ada yang tersebar ke publik! "Kamu yang menyebarkannya, Shane?" aku bertanya dengan ragu-ragu. Dalam benakku, tidak mungkin ada yang menyebarkan hal ini kecuali Janice atau Shane. Hanya mereka berdua yang ada di rumah itu selain aku dan Damien. Jika dipersempit kemungkinannya, cuma Shane yang bisa karena hanya dia satu-satunya yang mengetahui bahwa aku tidur di ranjang yang sama dengan kakaknya. Tetapi...bagaimana bisa? Shane juga baru kuberitahu keesokan harinya. Shane tersenyum masam sambil mengeluarkan ponselnya, "Jelas bukan aku. Untuk apa aku menyebarkan rumor tentang Damien? Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan merepotkan diriku sendiri ke depannya. "Dia menunjukkan ponselnya padaku yang memuat gambar aku dan Damien pada malam itu. Dengan lihai, dia memperbesar gambar it
Tidak perlu dikatakan lagi, rasanya Shane dan aku berbagi pikiran yang sama saat ini. Sekarang, aku memandang wajahnya yang kaku dan pucat pasi. Jika di hadapanku ada cermin, seharusnya kami tidak jauh berbeda."Itu tidak benar, Sera bukan pacarku. Dia teman Janice." kata Shane pada akhirnya."Oh benarkah?" kata Damien acuh tak acuh.Dia cuma memandangku sekilas dan mengangguk kemudian melambaikan tangan sambil berkata, "Kecilkan suara kalian, aku kembali.""Oke..." sahutku dan Shane berbarengan."Kamu betul-betul tidur dengan Damien?" Shane mengecilkan suaranya. Dia menarik kursinya lebih dekat lagi. Ekspresi wajahnya yang panik jelas-jelas tidak tersembunyi.Aku memutar bola mata dan berdecak pelan lalu memandangnya dengan malas, "Itu benar. Tidur dalam arti sebenarnya. Ketika aku bangun, kakakmu ada di sampingku tanpa pakaian...persis seperti tadi.""Kamu yakin tidur dalam arti sebenarnya?"Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Ini, pertanyaan ini, aku juga tidak tahu apa yang
Aku kedinginan.Ketika aku membuka mata, saat itu kamar gelap gulita. Jendela tidak tertutup gorden, jadi aku masih bisa melihat cahaya bulan dan lampu dari sana. Dugaanku, sekarang masih subuh. Benar saja, ketika aku melihat ponselku, memang masih pukul lima.Ngomong-ngomong, jika tidak menyadari kasur dan bantal yang kupakai berbeda, aku bahkan lupa jika aku ada di rumah Janice saat ini.Dengan santai aku menyibak selimut dan menyalakan lampu. Barulah ketika aku mendapatkan pandanganku dengan jelas, mataku membola menyadari kasur itu tidak lagi kosong.Maksudku, tidak hanya aku yang berada di sana sepanjang malam!Ada seorang pria asing bertelanjang dada yang sedang tidur di sana!Rasanya jantungku terjun bebas ke bawah. Ini...bagaimana bisa semalaman aku tidur dengan seorang pria?!Aku melihat diriku sendiri yang hanya mengenakan bra dan celana dalam renda hitam senada dan nyawaku hampir lepas. Aku tidak melakukan apa-apa semalam kan? Aku benar-benar cuma tidur saja kan?!Ini...i
Memangnya apa yang kutahu tentang Janice si gadis sial selain dia menyebalkan?Tidak ada.Tetapi apakah teman-teman gadis itu juga tahu tentang hal ini?Aku berpikir sebentar sebelum menggeleng pelan. Lupakan, aku bahkan tidak ingat Janice punya teman. Tuhan, sebenarnya apa yang aku lihat di depan mataku saat ini? Seorang pria tampan yang sangat tinggi dengan malasnya membuka pintu rumah mewah dengan kaus putih besar dan celana pendek sebetis.Dia memandangku agak lama dengan alis terangkat karena aku tidak kunjung berbicara. "Cari siapa?" tanyanya.Aku merasa malu dalam hati karena bisa-bisanya malah tersihir oleh pria tampan lalu gelagapan dengan panik, "Janice. Apa benar dia tinggal di sini?""Oh Janice," dia mengangguk pelan sambil memandangku dari atas ke bawah dan kembali lagi dari bawah ke atas, "Aku tidak menyangka ternyata dia punya teman. Bagus untuknya."Aku tersenyum canggung hingga gigiku terasa kering."Kamu yang pertama.""Apa?" tanyaku. "Kamu teman Janice yang perta