The (Un)Completed

The (Un)Completed

Oleh:  dylunaly  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
6
2 Peringkat
24Bab
3.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dewasa berarti terpaksa meninggalkan kenyamanan yang memabukkan dan berkenalan dengan kesedihan serta ketidaksempurnaan. Adhella Dyahayu Pramesweri atau biasa dipanggil Dhe memiliki kehidupan yang sempurna. Dia memiliki perawakan menawan, kehidupan mapan juga terkenal. Tidak hanya itu sosoknya juga dikenal sebagai perancang perhiasan yang sedang naik daun. Tidak ada yang menyangka di balik itu semua Dhe menyimpan sebuah rahasia yang menjadi alasan dia membentengi diri dari cinta. Hingga dia bertemu Satria.

Lihat lebih banyak
The (Un)Completed Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Vani Vevila
Udah ngikutin dylunaly dari karya-karya cetaknya bareng banyak penerbit ternama. Selalu suka sama diksi dan narasinya, konflik antar tokoh hang bikin greget. Nggak sabar sama kelanjutannya!
2021-07-26 08:52:49
1
user avatar
dasp98
Bagus keren bats
2022-03-08 23:16:50
0
24 Bab
-Fragment 1-
Don’t feel stupid if you don’t like what everyone else pretends to love “Dhe, kamu pulang hari ini, kan? Langsung ke rumah Mama, ya!” Suara Alena yang khas, lembut dengan intonasi yang terjaga sempurna, menyapa telinga bahkan sebelum aku sempat mengucapkan sepatah kata pun.“Lena, please, kamu nelpon aku cuma buat nanya ini? Jam berapa di sana?” dari balik selimut aku menjawab pertanyaan Alena sambil beberapa kali menguap lebar.“Kamu pulang, kan?” Kakak semata wayangku kembali bertanya tanpa menggubris pertanyaanku, “Aku, Mama sama Papa nungguin kamu di rumah,” nada suara Alena menjadi lebih menuntut.“Iya,” aku menarik napas panjang. Tidak ada gunanya berdebat dengan Alena. Sama seperti Mama, Alena terbiasa mendapatkan semua yang diinginkannya dan tidak pernah terbiasa dengan penolakan, “Aku pulang hari ini.”Sambil menyimak
Baca selengkapnya
-Fragment 2-
We are all like fireworks, rising, shinning, scattering and finally, fading Sepanjang penerbangan dari Hong Kong menuju Jakarta aku tertidur. Biasanya ini merupakan anugerah karena berarti aku bisa beristirahat setelah atau sebelum menghadapi peristiwa besar. Sebagian besar perjalanan yang aku lakukan sekarang adalah perjalanan bisnis. Tapi kali ini tidak. Bagaimana bisa aku menyebutnya anugerah jika tidurku dihantui mimpi buruk? Memang bukan jenis mimpi buruk yang membuatku berteriak atau meronta dalam tidur melainkan jenis mimpi buruk yang ketika terbangun aku merasa letih dan ada jejak air mata samar di pipiku.Aku terbangun tepat ketika ban pesawat menyentuh landasan. Seketika berdecak kesal karena tidak memiliki waktu untuk menyegarkan diri dan membenahi penampilanku di toilet. Sedikit tergesa aku mengambil travel kit yang dibagikan oleh flight attendant dan memanfaatkan semua yang ada di dalamnya sebisa mungkin.
Baca selengkapnya
-Fragment 3-
Now it's back to the way we started Bel pintu masih berdentang ketika pintu tiba-tiba terbuka dan Papa berdiri di hadapanku sambil tersenyum lebar.“Adhela pulang, Pa,” aku tersenyum penuh kebahagiaan sekaligus lega karena bukan Mama atau Alena yang membuka pintu rumah.“Hei Pumpkin,” Papa langsung memeluk dan memutar tubuhku dengan semangat. Kebiasaan yang selalu dilakukan oleh beliau sejak aku kecil dan berlangsung hingga sekarang, “Selamat ulang tahun!”“Makasih Pa,” aku merapikan rambut dan pakaian setelah Papa melepaskan pelukannya.Papa kembali tersenyum lebar dan mengacak rambut sebahuku. Biasanya aku akan pura-pura berdecak sebal tapi kali ini aku membiarkannya. Aku begitu merindukan Papa. Lebih dari aku merindukan Mama dan Alena.“Mereka melakukannya lagi,” Papa berbisik sambil merangkul bahuku dengan lembut. Tanpa bertanya aku tahu apa yang d
Baca selengkapnya
-Fragment 4-
It’s always a lot easier to let something fall apart than to try to hold it together  “Selamat ulang tahun, Adhela!”Seluruh tamu yang hadir berteriak menyambut kedatanganku. Dengan terpaksa aku berusaha untuk tersenyum dan menunjukkan kalau aku bahagia serta berterima kasih untuk kehadiran mereka. Bagi sebagian besar tamu yang hadir bukan hal mudah mengosongkan jadwal di malam Sabtu seperti sekarang.“Ma,” aku menghampiri Mama yang berdiri di di tepi panggung kecil yang dibangun di sudut taman lalu mencium kedua pipinya lembut.“Senyum, Dhe,” Mama berbisik ketika aku mencium pipi kirinya dan aku memilih untuk tidak memedulikan komentar Mama. Aku sudah berusaha tapi kalau menurut Mama itu tidak cukup, aku tidak tahu lagi harus melakukan apa.“Selamat ulang tahun, Dhe,” untuk kesekian kalinya Papa mengucapkan selamat  ulang tahun dan aku masih merasakan ketulus
Baca selengkapnya
-Fragment 5-
We are all dreamers, wanting to be completely out of touch with realityTanpa perlu menunggu hingga ujung tangga, aku tahu keinginanku tidak akan pernah terwujud. Di ujung tangga sahabat Mama, yang aku sebut para tante, sudah menunggu. Mereka semua terlihat sama karena mengenakan gaun dengan model yang nyaris serupa, jenis aksesoris yang sama ditambah dengan tatanan rambut yang semodel. Hanya Tante Rianti yang terlihat sedikit berbeda karena membiarkan rambutnya yang mulai dihiasi uban tidak tersentuh cat rambut. Sejak dulu Tante Rianti memang berbeda dan itu yang membuatku cukup dekat dengan beliau.“Selamat ulang tahun, Sayang,” Tante Rianti memelukku, “Tante udah takut aja kamu nggak sempat pulang tepat waktu.”“Nggak ada yang bisa melawan keinginan Mama, Tan,” aku tersenyum tipis.“Kapan kamu nyusul Alena? Tahun ini kamu udah dua puluh lima, lho,” Tante Lilis yang kali ini menyapaku
Baca selengkapnya
-Fragment 6-
I'm slowly drowning and you won't even notice “Ahsan!” Aku segera bangun dan berlari ke arahnya lalu memeluknya erat.Kedekatanku dengan Ahsan bahkan mengalahkan kedekatanku dengan Alena. Padahal Ahsan hanyalah seorang sepupu dan selisih usia kamu cukup jauh, lima tahun. Tapi jarak usia ditutupi oleh bintang dan dunia desain, dua hal yang paling kamu suka. Selain itu ketika SMA aku juga berbagai apartemen dengannya. Aku sengaja memilih sekolah di Jakarta untuk menjauh dari Alena dan melupakan kejadian buruk itu sementara Ahsan karena ingin membuktikan diri kepada orang tuanya kalau dia bisa sukses sekalipun melepas kesempatan mewarisi bisnis keluarga.“Selamat ulang tahun, Dhe!” Ucapan ulang tahun yang ingin aku dengar. Ucapan yang tulus dan tidak mengandung pertanyaan atau keingintahuan yang berlebih.“Makasih, San,” aku tersenyum lebar menatapnya, “Email gue nggak lo balas! Eh, mal
Baca selengkapnya
-Fragment 7-
Don’t use such strong words like hate, it only makes you look weak “Are you okay, Dhe?” Ahsan memecah keheningan yang tercipta sejak aku dan dia meninggalkan rumah dengan pertanyaan yang paling kubenci.Sebelum ini tidak ada pembicaraan yang terjadi. Ahsan membiarkanku tenggelam dalam ruang sendiri yang aku bangun. Dia bahkan tidak berkomentar apa pun ketika aku memutar CD Yiruma yang sengaja aku tinggalkan di mobilnya. Padahal biasanya dia tidak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar dan mengejek selera musikku.“Fine,” akhirnya aku memilih untuk berbohong walau aku tahu kebohonganku ini percuma. Kami sudah menghabiskan begitu banyak waktu bersama hingga saling mengenal begitu dalam. Setiap kebohongan akan terlihat dengan jelas.“Boleh gue minta lo berhenti bohong?” Datar.Kapan terakhir kali aku mendengar Ahsan menggunakan nada suara seperti ini? Ah,
Baca selengkapnya
-Fragment 8-
I can't...I never can't show you my weakness   “Alena nggak salah, San,” aku berbisik. Tidak peduli apakah Ahsan mendengarnya atau tidak. Aku hanya harus mengucapkannya agar aku meyakininya sebagai kenyataan. “Gue tahu. Lo selalu bilang kalau nggak ada yang salah. Itu takdir,” Ahsan menataku dengan lembut, “Tapi bukan berarti lo harus terus-terusan bohong kalau lo baik-baik aja, Dhe. Gue tahu kalau lo marah sama Alena. Dan, walau gue males ngakuiannya tapi gue juga tahu kalau Alena ngerasa bersalah sama lo. Sampai sekarang.” Alena merasa bersalah? Ini sesuatu yang baru untukku. “Kalau lo mau marah, marah. Teriak ke Alena. Biarin Alena tahu apa yang lo rasain. Tapi habis itu, udah. Baikan lagi.” “Aku nggak pengin ngelakuin itu.” Kalimat yang baru saja keluar dari mulutku penuh dengan kebohongan. Aku sering ingin berteriak untuk menyalahkan Alena. Membiarkannya merasa sedikit saja dari apa yang aku
Baca selengkapnya
-Fragment 9-
I like being alone, but lately I've been so alone and it hurts Aku menatap Ahsan tidak percaya, “Lo ngomong apa?!”“Gue bilang lo menyedihkan,” lagi-lagi Ahsan menggunakan nada suara itu. Nada suara yang selalu membuatku merasa terintimidasi dan ingin membela diri. Menunjukkan kalau aku tidak seperti ucapannya.“Lo bilang gue menyedihkan?! Setelah semua yang berhasil gue lakuin lo masih bisa bilang gue menyedihkan?!” Emosiku kembali tersulut.“Nggak ada yang lebih menyedihkan dari yang pakai topeng kayak lo,” Ahsan menantang dengan membalas tatapanku, “Persetan dengan apa yang berhasil lo lakuin, selama lo nggak jujur ke diri lo sendiri, buat gue lo itu menyedihkan. Persis kayak pengecut yang sembunyi di balik pencapaiannya dan nggak berani nunjukin sosok aslinya.”“Gue nggak yang kayak lo bilang!” Mungkin Ahsan benar tapi aku tidak ingin mengakui
Baca selengkapnya
-Fragment 10-
Those who do not know what love is likened it to beauty Aku mengeluarkan cermin dan memeriksa penampilanku untuk kesekian kalinya. Bukan untuk memeriksa riasanku tapi memastikan kalau aku berhasil menyembunyikan mata yang sembab karena terlalu banyak menangis, aroma air mata dan keringat yang lengket di sekujur tubuhku sudah tidak tercium lagi. Pertemuan pertama dengan klien baru tentu harus memberikan kesan sempurna untuk meyakinkan mereka, bukan sebaliknya.Tadi pagi aku menghabiskan sepanjang pagi untuk mengompres mataku menggunakan irisan mentimun, menyegarkan wajah dengan menggunakan masker kesukaanku yang berorama mint dan tea tree selain itu aku juga berulang kali menggosok dan menyabuni seluruh tubuhku. Berulang kali hingga aku yakin sisa air mata dan keringat tidak lagi tersisa. Aku melakukannya untuk menghilangkan jejak kejadian di malam hari ulang tahunku.Aku beruntung karena kemarin Julia tiba-tiba menghubungi
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status