Dua hari berlalu sejak pertemuan itu, dan Liora belum bisa benar-benar tidur. Ia mencoba menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan, membenamkan diri di balik laporan dan email yang menumpuk, tapi bayang-bayang Rayden terlalu lekat. Seperti noda yang tak bisa hilang meski sudah dicuci berkali-kali. Ia bahkan mempertimbangkan untuk meminta dipindahkan dari proyek itu. Tapi ia tahu, itu akan membuat orang-orang bertanya. Dan ia bukan tipe yang suka jadi bahan bisik-bisik kantor. Lagi pula, jika ia selalu lari dari masa lalu, kapan ia akan bisa berdamai? Di sisi lain, Rayden juga tidak tinggal diam. Ia mengirim pesan malam itu setelah rapat: “Boleh kita bicara sebentar? Di luar pekerjaan.” Liora tidak menjawab. Keesokan harinya, pesan itu dihapus. Ia tahu karena ia sempat membacanya sebelum notifikasi hilang. Klasik. Rayden selalu seperti itu maju satu langkah, mundur dua langkah. Ingin menjelaskan, tapi takut disalahkan. Ingin dekat, tapi tak mau terlihat lemah. Sabtu siang, Li
Last Updated : 2025-07-30 Read more