RENATA DAN SAMUDERA BIRU

RENATA DAN SAMUDERA BIRU

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-04-01
Oleh:  Ntut RoesnawatiTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
83 Peringkat. 83 Ulasan-ulasan
111Bab
11.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Renata, gadis yang bisa melihat makhluk alam lain sejak kecil tiba-tiba dipertemukan dengan Samudera Biru, seorang pangeran setengah manusia setengah peri yang sombong namun sangat anggun dan rupawan. Siapa yang menyangka terjalin takdir diantara mereka. Takdir untuk berhadapan dengan makhluk dari dasar kegelapan yang ingin menghancurkan gerbang pembatas antara alam manusia dan iblis. *** Hai... salam kenal semuanya.. Selamat datang di novel perdana saya di good novel. Novel ini di update mingguan ya. Mohon dukungannya. Terima kasih ...

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Pemilik Gedung

"Permisi."

Renata mengangkat wajah dari mesin Cash Drawer.

---Ya Tuhan, seperti inikah rupa bidadara?--

"Nona, permisi."

Ah, sial. Ia melamun. Tapi sungguh, lelaki ini rupawan. Kulitnya bersih, hidungnya mancung, rambutnya hitam mengkilat, matanya kombinasi cemerlang dan tajam.

Penampilannya juga terlihat necis. Stelan jas semi formal dengan celana bahan menggantung sedikit di atas mata kaki sangat sempurna melekat di tubuhnya yang menjulang.

"Oh maaf. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya mencari pemilik toko kerajinan tangan ini."

"Saya sendiri."

"Ah, kebetulan sekali. Perkenalkan, saya Samudera Biru Natatama."

Sudut mulut Renata terangkat. Samudera Biru? Kenapa tidak sekalian Samudera Hindia Saja?

"Pemilik baru gedung ini."

"Eh, apa? Pemilik baru?"

Seketika Renata bersikap sempurna, waspada. Bagaimana tidak, dua minggu lalu pemilik lama menginformasikan kepada semua penyewa jika gedungnya berpindah tangan. Tapi sama sekali tak menyangka pemilik barunya datang sendiri dengan wujud sekinclong ini.

Ah, lupakan! Bukan itu fokusnya sekarang.

Pemilik baru itu meminta seluruh penyewa untuk hengkang dari gedung yang sudah bertahun-tahun mereka tempati. Lewat surat pemberitahuan resmi tentu saja.

Alasannya akan dipugar total.

Meski berjanji akan mengganti uang sisa kontrak yang belum habis, tetap saja itu tidak adil karena terlalu mendadak.

Di kota seperti Jakarta tidak mudah mencari tempat strategis dengan harga manusiawi. Belum lagi memulai usaha di tempat baru itu berat. Tidak bisa langsung ramai. Butuh promosi lagi, renovasi lagi.

Intinya butuh biaya lebih banyak!

"Benar, pemilik gedung."

Renata meringis mendengar penekanan pada kata pemilik gedung.

"Jadi ada perlu apa Bapak Samudera Biru datang ke toko saya?"

Alis lelaki itu bertaut. Penyewa satu ini terlihat tangguh dan sedikit angkuh.. Tampak mengabaikan penampilannya yang tidak biasa.

Cukup menarik, tidak sia-sia dia merepotkan diri menangani urusan gedung ini secara langsung. Ternyata masih ada manusia yang cukup resisten dengan aura dan pesonanya.

Sambil berdehem Samudera Biru menyilangkan kaki, menautkan jari-jari tangannya yang berada di atas meja.

"Pertama, panggil saya Biru. Kedua, saya bukan bapak-bapak. Ketiga, seharusnya saya yang bertanya, kapan Anda pindah?"

Renata menahan napas mendengar rentetan kalimat lelaki bernama Samudera Biru itu. Saat mengatakannya memang disertai sedikit senyuman yang kemanisannya mungkin setara dengan madu. Sayangnya, juga membekal aura intimidasi sangat besar. Membuat siapa pun lawan bicaranya menjadi gentar dan ingin mengakhiri pembicaraan secepat mungkin.

Termasuk Renata. Kedua kakinya gemetar.

"Begini, Bapak ... maaf ... Mas Biru. Saya menolak pindah dari tempat ini. Karena itu tidak adil.,"

Mata Samudera Biru menyipit. Sedikit terganggu oleh kata 'mas' yang diucapkan Renata. Terdengar aneh tapi sedikit manis.

"Tidak adil? Saya akan mengganti uang sisa kontrak."

Renata menghela napas. "Saya tahu. Tapi tetap saja itu tidak sebanding dengan biaya yang harus saya keluarkan untuk mendapat tempat baru."

"Saya akan ganti tiga kali lipat."

"Apa?" Renata mengerjap tak percaya.

"Jika uang masalahnya, saya bersedia mengganti tiga kali lipat."

Renata tersenyum kaku, mengendalikan wajahnya agar terlihat wajar. Tiga kali lipat itu jumlah yang lumayan.

Renata menghela napas, menenangkan otak serakahnya. Dengan memasang sedikit ekspresi menyesal sebagai formalitas, ia menolak, "Maaf Mas Biru, sebenarnya ini bukan sekedar masalah uang. Saya harus mempertimbangkan banyak hal. terutama pelanggan tetap saya."

Samudera Biru mengetuk-ngetukan jari.

"Sepuluh kali lipat. Saya akan mengganti sepuluh kali lipat. Bagaimana?"

Otak serakah Renata kembali terpicu, menghitung dengan sangat cepat. Demi apa pun ia sangat tergiur!

Sepuluh kali lipat jumlah yang lebih dari ideal. Dengan uang itu ia bisa menyewa toko di gedung yang lebih bagus.

Tapi, ada hal lain yang membuat hati Renata terasa berat.

"Bagaimana?" Samudera Biru bertanya dengan tidak sabar.

"Beri saya waktu tiga bulan," balas Renata sambil menggigit bibir bawahnya,

Mata cemerlang Samudera Biru menyapu wajah Renata. Membuat gadis itu semakin intens menggigiti bibirnya, gelisah.

"Satu bulan. Lebih dari itu saya terpksa menggunakan cara sedikit kasar."

"Tapi tidak mudah mencari tempat baru, sebulan tidak akan cukup," Renata beralibi.

"Itu urusan Anda. Saya sudah sangat murah hati mau mengganti sepuluh kali lipat. Ingat Nona, tidak ada perjanjian tertulis ketika Anda menyewa toko ini, jadi secara hukum posisi Anda lemah."

Keringat Renata nyaris berguguran. Tak menyangka kecerobohannya untuk tidak menggunakan surat perjanjian sewa berbuntut merepotkan. Dulu ia berpikir itu bukan sesuatu yang terlalu penting mengingat pengalamannya beberapa kali berpindah tempat usaha selalu lancar, hampir tidak pernah mengalami masalah berarti.

Jika ditekan secara hukum, Renata mengibarkan bendera putih. Gadis itu menghela napas, menatap Samudera Biru dengan sedikit kebencian

"Baiklah, saya setuju."

Ada senyum puas di bibir Samudera Biru melihat ketidakberdayaan di wajah Renata.

"Terima kasih atas kerja samanya, Nona?"

"Renata."

"Nona Renata. Hubungi saya setelah Anda mendapat tempat baru."

Renata menerima kartu yang disodorkan Samudera Biru. Terlihat mewah, namun ia tak tertarik. Pikirannya mengembara.

Ada alasan khusus yang membuat Renata enggan meninggalkan gedung ini. Meski terlihat tua dan terbengkalai, entah kenapa dia seperti terikat padanya. Ada perasaan nyaman dan memiliki yang kuat di hatinya.

Seperti perasaan terhadap rumah tua keluarga besar..

Lebih dari itu, gedung bobrok ini membuat malam-malam Renata menjadi lebih baik, jarang berhias mimpi buruk seperti banyak malam suram yang pernah dia lalui.

Semua penghuni kasat mata di gedung ini pun cenderung lebih kalem. Sehingga energi Renata tidak terlalu banyak terkuras untuk interaksi-interaksi tidak penting.

Ya, Renata bisa melihat makhluk alam lain!

"Baiklah, saya permisi," Samudera Biru memutus pikiran Renata. Lelaki jangkung itu berdiri, menyelipkan sejumput rambut gelombangnya ke belakang dengan gerakan yang bisa membuat sebagian wanita meleleh seperti lilin terbakar.

Aroma parfum bercampur dengan feromon tubuhnya yang dari tadi memonopoli indera penciuman Renata mulai bekerja, meracuni kewarasannya sesaat.

"Ada apa?" Alis Samudera Biru bertaut melihat Renata yang menatapnya seperti orang bodoh.

"Bukan apa-apa," Renata mengelak. Pipinya merona, kaget sekaligus malu tertangkap basah sedang menatap sedemikian rupa. Renata kembali menggigit bibir bawahnya, merasa menjadi gadis paling mesum sejagad raya.

Samudera Biru tersenyum miring. Mencondongkan sedikit tubuhnya pada Renata yang berdiri kaku seperti arca.

"Hubungi aku jika kau butuh bantuan untuk menggigiti bibirmu."

"A... apa?" Renata terbata, bisikan itu terdengar seperti sihir di telinganya.

Samudera Biru tertawa kecil. Berlalu meninggalkan Renata yang sibuk mengendalikan debaran di dadanya.

"Ah, bajingan itu. Sial!" Renata memaki dalam hati. Lelaki itu terang-terangan mengejeknya.

"Hei!!!"

Suara nyaring Renata seperti menghentikan aliran waktu. Membuat langkah Samudera Biru yang baru mencapai pintu tertahan. Ia berbalik menatap sang gadis dengan senyum terkulum.

"Kau, bajingan mesum!"

Renata menunjuk lurus ke wajah Samudera Biru. Membuat senyum lelaki itu menghilang seketika, berganti dengan tatapan mematikan.

"Mesum? Tidak terbalik? Bukankah kau yang sejak tadi menatapku seperti ingin memangsa. Lihat, sekarang pun kau terus menggigiti bibirmu. Kenapa, kau ingin menggodaku?"

Samudera Biru berjalan mendekat membuat Renata mau tak mau mundur ke belakang hingga menyentuh punggung kursi.

"Kau terlalu percaya diri. Siapa yang mau menggoda lelaki sombong sepertimu?" Renata mendesis.

"Benarkah, lalu kenapa kau terus menggigit bibirmu seperti itu?" Samudera Biru kembali tersenyum miring. Menatap dalam pada bibir penuh berwarna merah muda di depannya.

"Itu ... itu kebiasaanku sejak lama. Tidak ada hubungannya denganmu," jelas Renata. Sedetik kemudian ia menyesal, untuk apa memberi penjelasan pada lelaki gila ini.

"Begitu, sayang sekali. Padahal aku menyukainya."

Telinga Renata tersengat. Lelaki yang kini berdiri kurang dari lima belas senti meter di hadapannya itu benar-benar mengujinya.

"Mesum sialan, enyahlah!" Renata mendorong dada Samudera Biru dengan kedua telapak tangan, membuatnya terpental ke belakang, menabrak pintu kaca.

Renata terhenyak. Tak menduga dorongannya bisa sekuat itu. Padahal jika melihat postur Samudera Biru yang tinggi dan tegap akan mustahil baginya bisa membuat dia terlontar hingga tiga meter dengan begitu mudah.

"Ya, Tuhan." Renata menutup mulut dengan kedua tangan. Bergegas menghampiri Samudera Biru yang tampak mengernyit menahan sakit.

Beruntung pintu kaca tidak pecah, kalau tidak entah apa yang akan terjadi pada lelaki itu.

Renata mengulurkan tangan hendak membantu berdiri, namun tiba-tiba selarik angin panas menghantam, membuat tubuhnya terpelanting. Pelipisnya menumbuk ubin dengan keras.

Renata berteriak kaget sekaligus kesakitan, ketika dia mendongak, di hadapannya berdiri dua sosok tinggi besar berpakaian serba putih, berambut panjang dan berikat kepala. Mengingatkannya pada sosok pendekar dalam film kolosal negeri tirai bambu.

Wajah mereka tampan namun dingin dan keras. Tatapannya menusuk sampai ke dalam kepala Renata.

Renata pias seketika. Ia menyilangkan lengan di depan wajah dan memejamkan mata ketika salah satu sosok datang dengan pedang terhunus.

Sedetik, dua detik, tiga detik, tidak terjadi apa-apa.

"Hei, Nona. Kau tidak apa-apa?"

Renata membuka mata, mengintip dari balik lengan. Tak ada dua sosok berbaju putih. Hanya ada Samudera Biru yang tampak khawatir.

Renata menurunkan tangan, celingak-celinguk. Ia bernapas lega ketika tak menemukan dua sosok itu di mana pun.

"Hei, Nona?" Panggil Samudera Biru semakin khawatir melihat kelinglungan Renata.

"Eh, ya ... saya tidak apa-apa. Kau, kau? Tadi membentur pintu, ada yang luka, sakit?"

Renata mencicit sambil menyentuh tubuh Samudera Biru di sana-sini, persis seperti ibu-ibu yang sedang memilih sayuran segar di pasar.

“Hei, hei … kondisikan tanganmu Nona.”

Samudera Biru menangkap lengan Renata agar berhenti menggerayanginya.

"Oh, ma .. maaf."

Renata menarik tangannya dengan cepat, wajahnya merah padam.

Samudera Biru mengulurkan tangan, membantunya berdiri. Dengan ragu Renata menerima. Merasakan hangat mengaliri kulitnya. Ia mendongak, menatap takjub, dalam jarak sedekat ini lelaki itu terlihat begitu mempesona.

"Lihat, sekarang siapa yang mesum?" Samudera Biru berbisik. Bibirnya melengkungkan senyum tipis.

"Sialan!" umpat Renata dalam hati. Segera menarik tangannya dan mundur beberapa langkah ke belakang.

"Maaf, aku tidak bermaksud melukaimu. Aku tidak tahu tenagaku bisa sekuat itu," ucap Renata pelan, kembali menggigit bibir membuat lelaki di hadapannya memalingkan wajah.

"Jangan khawatir, aku tidak apa-apa," jawab Samudera Biru dengan suara sedikit parau. "Paling mati penasaran, jika terus melihatmu melakukan itu pada bibirmu," lanjutnya dalam hati.

"Syukurlah." Renata mendesah lega. Setidaknya Samudera Biru tidak bersikap keras kepadanya.

"Baiklah, sampai jumpa bulan depan Nona Renata."

Renata mengangguk, menatap kepergian Samudera Biru dengan perasaan aneh.

Ia mengamati dari balik kaca. Melihat bagaimana lelaki itu berjalan anggun menuju sedan putih, di mana seorang pria paruh baya setia menunggu.

Pria paruh waktu itu membungkuk hormat, membukakan pintu belakang mobil dan menutup dengan penuh perhitungan.

Sebelum ikut masuk ke mobil, ia menganggukan kepala ke arah Renata yang dibalas dengan satu anggukan kaku.

***

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

10
99%(82)
9
1%(1)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
83 Peringkat · 83 Ulasan-ulasan
Tulis Ulasan
default avatar
Selvy
KEREN PARAH ... SUKA BANGET CERITA KAYAK GINI ... TOLONG TERUSIN SAMPAI TAMAT YA ...
2024-01-09 21:20:50
1
user avatar
Novita Sari
sangat bagus.. semoga msih ada lnjutanya.. ditunggu thor
2023-08-04 23:58:18
0
user avatar
Asya Ns
Udah mau tamat apa Thor?
2023-02-16 08:29:13
1
user avatar
yusi wandhini
up Thor ditunggu sampe tamat
2022-09-26 23:11:25
1
user avatar
Ivander da Conceição Araújo Gomes Vong Aluno
ceritanya sangat cool, membuat penbaca selalu menantikan bab selanjutnya...terima kasih penulis.
2022-06-24 01:45:47
1
user avatar
Ivander da Conceição Araújo Gomes Vong Aluno
cerita yang membuat orang penasaran dan ingin selalu membaca. semoga sukses selula ya penulis ku.
2022-06-24 01:43:24
1
user avatar
yusi wandhini
up thor up
2022-05-20 21:16:09
1
user avatar
Aprilia Choi
kisah yang bagus sekali, alurnya juga menarik. saling dukung yuk kak, jangan lupa mampir ke ceritaku ...
2022-05-13 17:04:22
0
user avatar
nisya82mahmud
baru baca part awal tapi keren........ semoga update nya Ndak tersendat"
2022-03-30 22:32:06
0
user avatar
G A T A
Ceritanya tuh bagus, jujurly cuma kalah sampul, coba perbarui thor
2022-01-24 15:27:16
2
user avatar
Asya Ns
Kakak jangan lama2 pleaseee...
2022-01-05 05:37:52
3
user avatar
Alyla Milani
Thor.. jangan lama2 updatex ...
2021-12-09 07:37:05
2
user avatar
Jajaka
Semangat terus kak updatenya ( ╹▽╹ ) ditunggu kelanjutannya.
2021-12-01 14:12:28
2
default avatar
kinoy.raomi
baca ini karena baca promosi authornya., eh pas baca.. wah gila sih.. langsung jatuh cinta... kerenn.. sukakkk... up yang rajin up nya thor biar bisa nangkring di depan.. sayang kalok cerita sebagus ini sepi2 aja hehe
2021-11-02 07:40:34
3
user avatar
Suci AD
Ceritanya menarik. Semangat terus author.
2021-10-28 00:52:04
2
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 6
111 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status