Petaka Lingerie Merah

Petaka Lingerie Merah

Oleh:  Meisya Jasmine  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 Peringkat
59Bab
36.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rumah tangga Gita dan Haris tiba-tiba diguncang prahara. Kehadiran Fitri, adik dari Haris, telah membuat Gita sebagai istri menjadi cemburu buta. Bukan tanpa alasan sebenarnya. Haris yang seharusnya bersikap wajar pada sang adik, malah sebaliknya. Lelaki itu lebih memprioritaskan sang adik ketimbang istrinya sendiri. Tak hanya berlaku timpang, Haris dan Fitri dinilai Gita memiliki hubungan yang kelewat 'romantis'. Keduanya kerap tidur bersama dan jalan tanpa kehadiran Gita. Bukan hanya itu saja, saat Gita dan Haris berbelanja pun, yang diingat Haris malah Fitri seorang. Dia tak lupa membelikan adiknya sepotong baju lingerie seksi berwarna merah, warna kesukaan sang adik. Gita gerah. Lingerie adalah barang yang dinilainya 'intim'. Bukan hanya pakaian tidur biasa, melainkan pakaian tidur seorang wanita dewasa yang sama privasinya dengan pakaian dalam. Mengapa Haris sampai membelikan sang adik lingerie segala? Itulah yang Gita permasalahkan. Mereka pun bertengkar hebat gara-gara lingerie merah tersebut. Rumah tangga Gita dan Haris pun nyaris di ambang kehancuran hanya karena Fitri.

Lihat lebih banyak
Petaka Lingerie Merah Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Sella.
Jika, Berkenan... Mari mampir, Di novel, Aku?! ADIK KU SUAMI KU
2022-02-07 19:06:20
1
user avatar
Nannys0903
Mampir ke karyaku MALAM TANPA NODA Faisal tak menemukan bercak dara di atas ranjang apa benar istrinya sudah tak perawan. memilih menikahi wanita lain pilihan ibuanya tanpa mau menyentuh istri pertama. Mampukah Airi bertahan dalam rumah tangganya.
2022-02-05 22:15:33
1
user avatar
Tegar Adi Syahputro
kerennnnn mantap
2022-01-17 23:20:13
1
user avatar
Pragita Juliandra
bagus ceritanya
2022-01-11 22:50:01
1
user avatar
Pragita Juliandra
bagus ceritanya
2022-01-11 22:49:46
1
59 Bab
1
“Git, belikan juga baju untuk Fitri. Dia suka warna merah.” Mas Haris berkata padaku saat aku asyik memilih-milih lingerie di counter yang khusus menjual aneka ragam pakaian dalam wanita.            Aku tersentak. Belikan untuk Fitri, katanya? Baju seksi ini? Bahkan Mas Haris bilang adik perempuannya yang masih kelas dua SMA itu suka warna merah. Tentu saja aku tercengang mendengar perkataan lelaki yang baru menikahiku tiga bulan itu. Nuraniku mengatakan bahwa kata-katanya tadi sungguh ganjil.            “Mas, ini kan ….” Tak sampai hati aku menerus kalimat. Suamiku yang harusnya menunggu saja di depan toko tapi malah ngotot ingin ikut masuk melihatku memilih lingerie, menatapku dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan.            “Kenapa memangnya, Gita?&rdq
Baca selengkapnya
2
“Mas, kenapa foto Fitri yang kamu jadikan wallpaper?” Aku bertanya dengan nada yang agak tinggi. Belum hilang degup keras di jantungku, kini mataku giliran yang mulai bereaksi. Terasa berbayang kini aku memandang sebab air mata yang mau luruh jatuh membasahi pipi.            “Lho, memangnya kenapa, Git? Fitri kan adikku.” Mas Haris menjawab dengan santai. Lelaki itu kemudian meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap ke arahku dengan wajah heran.            “Kamu kenapa menangis?” Suara Mas Haris sangat lembut. Tangannya yang panjang dan besar mengusap air mata ini dengan gerakan pelan.            “Kamu … sebenarnya ada apa dengan Fitri?” Bibirku gemetar saat menanyakan kalimat barusan padanya. Wajah Mas Haris langsung berubah. Tangan berbu
Baca selengkapnya
3
Kusejajari langkah Mas Haris yang terburu-buru. Kakinya panjang sehingga langkah yang dihasilkan pri itu sangat lebar dan agak sulit kuimbangi. Namun, aku tak mau menyerah. Kugamit tangannya erat-erat dan akhirnya lelaki itu menyerah.            “Pokoknya aku ikut,” kataku dengan keras kepala.            Mas Haris terdengar menghela napas berat. Lelaki itu tampak setengah kesal sekaligus resah. Aku bisa membaca perasaan itu lewat ekspresi wajah yang dia kesankan.            “Aku takut Fitri akan marah besar.” Lelaki itu berujar dengan suara lirih.            Aku enggan peduli. Tetap kugamit lengan besar Mas Haris dan menuruni tangga eskalator dengan tekat yang kuat. Aku ini istrinya. Sesayang apa pun dia pada Fi
Baca selengkapnya
4
Sembari mendekap erat perasaan merana, aku berusaha untuk tetap bisa berbaring dengan nyaman di atas kasur pengantin kami yang luas. Pikiranku benar-benar tak bisa lepas dari membayangkan Mas Haris dan Fitri yang entah sedang berbuat apa di luar sana. Inginku tetap berpikiran positif, tetapi naluriku menolak. Bagaimana mungkin aku bisa tenang, sementara sikap adik iparku seperti penjajah yang menguasai penuh suamiku.            Aku yang tadinya hanya memakai stelan piyama lengan panjang warna lavender, buru-buru menukar pakaian dengan lingerie hitam yang tadi kubeli di mal. Biar saja belum dicuci. Tak lupa kusemprotkan parfum berwangi apricot yang manis ke seluruh penjuru tubuh. Semoga ini bisa membuat Mas Haris luluh dan ujung-ujungnya mau terbuka tentang hubungannya dengan Fitri.            Menunggu kehadiran Mas Haris, aku hanya bisa memainkan ponsel dan m
Baca selengkapnya
5
Aku yang telanjur merasa terbakar api kemarahan, langsung  ke luar dari kamar dan menyusul Fitri yang secepat kilat masuk ke kamarnya. Kegeramanku makin bertambah-tambah kala mengetahui bahwa Mas Haris sudah berada di dalam sana, kemudian barulah disusul oleh sang adik. Makin merajalela keduanya!            Kuketuk daun pintu kamar Fitri yang hanya bersebelahan saja dengan kamar milik kami. Kencang sekali sampai tanganku terasa sakit. Kalau memang harus bertengkar, maka malam ini baiknya bertengkar saja habis-habisan.            “Kamu ini kenapa sih, Git?” Mas Haris muncul dari balik daun pintu. Lelaki itu lalu ke luar dan menutup pintu kamar sang adik kembali. Terdengar dari dalam teriakan Fitri yang mencaci makiku dengan bahasa kotor yang tak sepatutnya dikeluarkan oleh seorang adik kepada iparnya.      
Baca selengkapnya
6
Mas Haris lalu menarik tubuhku ke atas ranjang, lalu mengempaskannya begitu saja. Pakaian kotor yang tadinya kuhimpun untuk masuk ke keranjang kotor, terpaksa jatuh tergeletak di atas lantai lagi.            “Gita, kamu itu cantik. Namun, sayang. Terkadang sering kehilangan kontrol,” bisik Mas Haris sembari mengempaskan dirinya di sampingku.            Aku sudah tak ingin membahas lagi. Sebab, Mas Haris sudah terlanjur jauh menyentuh kelopak pada mekar bunga. Selayaknya seekor kumbang jantan yang terbang mencari nektar di pagi hari, sekarang dia telah menghinggap sempurna di atas tempat jajahannya. Selayaknya sekuntum mawar yang tak bisa berlari atau berteriak, aku pun pasrah begitu saja kala sang kumbang menghisap habis sari-sari madu yang kupunya. Hingga tetes terakhir si kumbang jantan tamak pada bagiannya, tak dibiarkan nektar itu tersisa bara
Baca selengkapnya
7
“Git … hape,” ceracau Mas Haris yang masih setengah sadar sembari tangan kirinya menggapai-gapai nakas.            Kulepaskan pelukan dari tubuh Mas Haris. Tanganku yang gemetar merogoh bawah bantal dan meraih ponsel yang kusembunyikan tadi. Secepat mungkin aku membuka ponsel Mas Haris dengan kode tanggal ulang tahun adik kesayangannya tersebut, kemudian mengeluarkan penelusuran galeri. Segera kuberikan ponsel tersebut ke tangan Mas Haris yang masih menggapai nakas, sementara matanya masih tertutup rapat tersebut. Butuh usaha keras untuk menjulurkan badan dan tangan demi melewati tubuh besar Mas Haris, sekaligus tanpa menyentuhnya saat aku meletekkan ponsel tersebut kembali ke asalnya.            “Itu hapemu di atas meja, Mas,” kataku dengan suara yang diparau-paraukan.        &nbs
Baca selengkapnya
8
“F-fo-to, Mas ….”            Tangan Mas Haris melepaskan cengkeramannya dengan agak kasar. Lelaki itu bangkit dan kembali duduk di sofa dengan bunyi napas yang memburu. Aku benar-benar sangat syok dan takut luar biasa. Duduk aku di sampingnya. Menangis sembari menutup wajah dengan kedua belah tangan.            “Kamu terlalu lancang, Gita! Apa yang kamu takutkan?” Suara Mas Haris sangat dingin dan ketus. Hatiku mencelos demi mendengarnya. Ketahuan sudah kelakuanku tadi malam. Padahal aku telah sangat berhati-hati. Namun, kok dia bisa tahu kalau tadi malam membuka ponselnya? Dia kan terpejam dan mendengkur. Apa hanya pura-pura tidur dan sengaja membiarkanku sejenak melihat isi ponsel?            “Maumu apa sekarang?” Tubuh Mas Haris meringsek dekat dengank
Baca selengkapnya
9
Sebelum beranjak ke dapur, aku masuk kamar terlebih dahulu. Menukar kimono tidur dengan sebuah kaus berwarna kuning dan celana joger warna abu-abu. Hanya sikat gigi dan cuci muka saja. Tak perlu mandi sebab aku akan bergumul dengan asap dan aroma bumbu masakan yang pastinya bakal lengket di rambut maupun tubuh.            Ke luar kamar, aku buru-buru ke dapur tanpa melongok ke ruang tengah yang sebenarnya berada di seberang kamar kami tetapi disekat dengan tembok dan diberi celah tanpa daun pintu. Malas aku mengecek sedang apa Mas Haris di sana. Muak juga aku mencari tahu di mana keberadaan si Fitri yang tak terdengar sekadar embusan napasnya. Padahal anak itu kalau ada di rumah suara dia saja yang terdengar.            Sampai di dapur, aku langsung membuka kulkas dan mengecek segala bahan makanan yang kubeli minggu lalu. Stok masih sangat berlimpah. Aku haru
Baca selengkapnya
10
“Mbak Gita kenapa?”            “Kamu kenapa sih, Git!”            Sebuah sentuhan di pundak membuatku membuka mata. Aku sontak kaget melihat sosok Fitri yang duduk sembari memeluk guling dengan selimut yang masih menutupi paha ke bawahnya. Kutoleh lagi sumber sentuhan tadi. Ada Mas Haris yang berdiri di belakangku. Jadi … tadi yang kulihat itu apa?            Aku benar-benar syok dan speechless saat menyadari bahwa bayanganku tak seperti fakta yang tersuguh. Tadinya perasaanku telah hancur berkeping-keping dan siap untuk lari sejauh mungkin dari rumah. Namun, nyatanya aku salah besar. Tak ada sosok Mas Haris di dalam selimut itu. Ternyata hanya ada Fitri yang tengah memeluk guling sembari tertawa-tawa di bawah lindungan selimut tebalnya.“Kamu k
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status