Mas Duda, I Love You

Mas Duda, I Love You

Oleh:  Lina NS  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
47Bab
13.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rosi, di usia 30 tahun belum menikah karena sibuk kerja dan karier. Adiknya ingin segera menikah sehingga Rosi harus cepat menikah, karena ibunya tak ingin dia dilangkahi adik-adiknya. Rosi dijodohkan pada seorang duda beranak empat Mulanya dia tidak mau, tapi melihat dudanya ganteng, akhirnya mau. Namun, Rosi diganggu mantan istri dan mantan pacar si duda. Joana dan Vins. Mereka terobsesi dengan Ridwan, sI mas Duda.

Lihat lebih banyak
Mas Duda, I Love You Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Stefani Wijanto
Hei, Mas Duda
2021-10-08 09:04:37
2
47 Bab
1. Perkenalan Duda
 **"Apa? Menikah dengan duda...beranak empat?" tanyaku hampir loncat karena kaget.  "Gak salah, Mak?" "Kayaknya nggak, tuh, Rosi. Daripada calon satu lagi kakek berusia enam puluh dua. Mau?" Emak balik nanya. Bahuku terkulai lemas. Ya, Tuhan! Kenapa pilihannya dua-duanya bikin sakit kepala? Migren kambuh bahkan bengek juga. Ngik...ngik..berbunyii. "Adik-adikmu sudah kebelet kawin, Rosi. Emak nyuruh mereka nunggu sampai kamu, kakaknya, kawin duluan,"  kilah Emak. "Kalau kamu dilangkahi dua adikmu itu, apa kata tetangga? Apa kata dunia?"Aku terpekur sendiri mendengar omongan Emak. Terbayang wajah seorang lelaki, bertampang lusuh dikeroyok.empat anak. Satu  naik ke punggung, satu lagi gelantungan di tangan, Dua anak masing-masing duduk di kaki kiri dan kanan. Hii .Apa aku siap jadi ibu sambung empat anak? Bagaimana kalau anak-anak itu nakal, susah diatur? Apa aku nanti bakal kurus? Ala
Baca selengkapnya
2. Perjanjian pra nikah
 Dalam perjalanan pulang dari percetakan, pikiranku dihantui ucapan Joana, mantan isteri Ridwan. Ridwan hanya mencari pengasuh buat empat anaknya, bukan isteri. Apalagi secara fisik, Ridwan diatas rata-rata. Berkulit bersih, tinggi, atletis. Wajahnya? uhuy....ganteng, bo!Sedang aku? Nilai B saja. Masih bersyukur tinggi  mencapai satu setengah meter. Jidatku juga jenong, yang kata orang tua itu tandanya  pinter, calon profesor. Akan tetapi, kata adik-adikku kayak lapangan bola. Luas. Aku menghela napas panjang. Kenapa pula aku bisa terpengaruh omongan wanita sinting seperti Joana itu?  Bisa saja dia cuma nge-ghost supaya mentalku jatuh.Come on, Rosi, be smart!  Kecantikan sekarang, kalah dengan otak encer.!Eh, emangnya ini mau olimpiade sains pakai otak segala? What everlah...Aku segera melajukan motor agak kencang. Ingin segera sampai rumah. Ingin cari info dengan men
Baca selengkapnya
3. Calon Mama tiri
Hah?Sekarang gantian aku yang kaget. Point 3 katanya pointn merampok, menurut  Ridwan?Sembarangan!"Siapa yang mau merampok, Mas? Apa aku ada tampang merampok?" Aku balik memelototkan mata ke arah Ridwan. Membalas matanya yang hampir loncat menggelinding"I-itu kenapa pointnya seperti itu?" protes Ridwan yang wajahnya terlihat ngeri. "Kenapa?;terlalu sedikit ya, buat harga kesetiaan. Aku naikkan jadi 10 milyar, gimana?" "Apa?" Ridwan bukan hanya melotot, tapi keningnya sekarang berkerut dalam. "Yang benar saja, Rosi!" "Oke..oke .aku jabarkan kenapa ada point' tiga absurd itu." Akhirnya aku mengalah. Aku akan jelaskan, kenapa membuat point' tiga itu, yang membuat Ridwan seperti kebakaran jenggot."Kesetiaan itu mahal harganya, Mas. Uang satu milyar atau berapapun, tidak bisa menggantikannya." Aku menghela napas sejenak. "Kesetiaan sangat langka di zaman seperti sekarang ini." Ridwan ka
Baca selengkapnya
4. Tantangan
 Ridwan melirik ke arahku, ada raut tidak enak setelah mendengar pengakuan dari anak-anaknya."Anak-anak, masuk dulu ke dalam ya, nanti Papa menyusul," ucap Ridwan lembut pada anak-anaknya."Tapi Papa nanti masuk, ya?" ucap anak perempuan berambut seperti Dora."Iya, Jane, Sayang. Nanti Papa masuk menyusul."Jadi anak perempuan berambut seperti kartun Dora itu, bernama Jane. Dia paling ramping dan putih dibanding tiga saudaranya.Anak-anak itu menurut dan berlarian ke ruangan dalam  rumah."Maafkan ulah anak-anak ya, Rosi." Ridwan menatap ke arahku dengan mata menyesal.Aku mencoba tersenyum. Berusaha maklum, meskipun hatiku ciut dan serasa teriris. Kesan pertama diperlihatkan anak-anaknya Ridwan, seperti rasa takut padaku. Anggapan Ibu tiri yang jahat.Ada racun yang  ditanamkan dalam pikiran anak-anak yan
Baca selengkapnya
5. Gangguan lagi
**Aku memandangi terus mobil Ridwan, sampai hilang di belokan jalan. Jantungku masih gedebak-gedebuk tak karuan, setelah barusan ada sedikit salah curiga. Aku kira Ridwan...Pipiku memanas. Aih, kenapa pula pikiranku jadi belok begini? Aku menoyor kepalaku sendiri. Rosi, jangan piktor, pikiran kotor!Segera aku berbalik dan masuk ke rumah setelah mengucap salam. "Uhuk...uhuk...ngga jadi adegan delapan belas plus-plus-nya?" goda Risa sambil tergelak. Semvlak! Rupanya Risa ngintipin aku tadi."Eh, anak ingusan dilarang ngintip, bintitan tingkat menteri nanti!" gerutuku antara sebal dan malu."Anak ingusan juga bentar lagi kawin, Mbak e!" "Lu ngikut mulu kayak gerbong kereta." Risa semakin jahil tertawa. "Mbak kan locomotifnya, gue gerbongnya, haha. Dimana-mana adek itu ngikut kakaknya." Risa langsung ngacir ke kamar, ketika aku sudah siap meny
Baca selengkapnya
6. Rintangan Terus
Duda Beranak EmpatPart 6*** Sampai rumah aku melihat mobil Ridwan terparkir di depian. Rupanya Ridwan lebih dulu datang, sebelum aku pulang. Gara-gara Joana, aku jadi  terlambat pulang tiga puluh  menit."Assalamualaikum." Aku mengucap salam dengan tak bersemangat. "Waalaikumsalam." Ibu dan Ridwan serempak menjawab salam. Dengan langkah gontai aku masuk ke ruang tamu. "Kenapa wajahmu lesu amat, Rosi? Tumben juga telat?"  tanya Emak beruntun."Gak apa, Ma. Cuma lelah," sahutku  memaksakan senyum. "Tadi dihadang dulu satpol PP, jadi telat." "Satpol PP, kenapa?" Kali ini Ridwan yang kaget."Razia orang cantik!" jawabku ngawur.Ridwan tertawa tertahan. Tidak berani keras, kayaknya melihat tampangku yang lesu.Masih teringat ucapan Joana, wanita sinting itu, akan terus mengawasiku.Dasar, wanita sakit jiwa!Tak tahu malu, masih juga rese pada mantan. &nb
Baca selengkapnya
7. Tegas
Mbak Mey, anak-anak akan  saya bawa pergi ke luar, ya. Sudah pada mandi, kan?" tanya Ridwan pada Meyda, si baby sitter.   "Sudah, Pak." Wajah Meyda mendadak berseri. Sepertinya dia berharap ikut diajak keluar juga.   "Saya bawa anak-anak, ya. Mbak Mey tunggu saja di rumah. Ada Bu Rosi yang nanti ikut jagain anak-anak."   Wajah Meyda yang tadi berseri, langsung masam mendengar ucapan Ridwan, yang menyuruhnya tunggu di rumah.   Aku pura-pura tidak melihat, padahal dalam hati ingin tertawa melihat reaksi Meyda. Habisnya, sebagai baby sitter kegeeran banget pengen diajak ikut.   "Rosi, tunggu sebentar, ya. Saya ke kamar dulu. Ada sesuatu yang ketinggalan," ucap Ridwan,  bergegas melangkah ke kamarnya.   "Anak-anak, nanti di sana hati-hati, ya. Jangan makan sembarangan, nanti sakit perut," ucap Meyda sambil melirik ke arahku ketika Ridwan sudah masuk kam
Baca selengkapnya
8. Will you marry me?
Kita mau ke mana?" tanyaku ketika sudah di jalan.  "Ke suatu tempat rahasia. Pasti kamu suka." Ridwan tersenyum sambil menyetir.  Aku lantas terdiam. Mencoba mengira-ngira, Ridwan membawa ke mana, kalau tidak mall, bisa restauran  Namun, mobil bukannya mengarah  ke pusat kota, tetapi berbelok ke jalan yang arahnya menuju luar kota.  Dahiku mengernyit bingung. Apa Ridwan akan membawa kita piknik?  Aku tak berani bertanya. Takut dibilang bawel. Padahal sih iya, dalam hati terus bawel bertanya sendiri.  Apa dibawa ke hutan? Ke gunung? laut? Ke...villa? Aih...jawaban terakhir membuat jantung gedebak-gedebuk tak karuan. Mobil terus meluncur melewati batas kota. Memasuki wilayah kabupaten, berbelok kanan dari jalan raya besar, masuk jalan kecil. Di sisi kiri kanan ada sawah dan rumah yang jaraknya agak berjauhan.  "Papa kok,  kita ke hutan?" tanya Zidan.  "Iya. Ada kol
Baca selengkapnya
9. Pengakuan adik tiri
 "Papa! Jane ngantuk!" Terdengar teriakan Jane. Ridwan tampak kaget. Aku juga sama.  Kedua tubuh ini segera merenggang. Pipiku memanas. Aku dan Ridwan hampir terlena terbawa suasana hati.“Maaf...” bisik Ridwan. Aku mengangguk. Mencoba mengerti bahwa Ridwan hanya terbawa suasana. Apalagi dia telah lama tidak tersentuh kehangatan. Seperti yang aku dengar. 2 tahun. Bukan waktu yang sebentar. Untung kami segera tersadar.  "Iya, Jane. Kita pulang sekarang!"  Ridwan akhirnya  beranjak ke arah anak-anak. "Ayo, anak-anak, kita bersiap pulang!" Si kembar satu persatu  berdiri, dan mulai bersiap pulang.  Ridwan mematikan televisi dan DVD player. "Kita pulang, Rosi." Ridwan menoleh ke arahku. "Kita belum bisa menginap di sini. Nanti kalau sudah resmi, kamu boleh tidur di sini sepuasnya!"  Ada senyum penuh arti di bibir Ridwan, membuatku grogi
Baca selengkapnya
10. Menikah cepat
Duda Beranak Empat Part 9 ** "Airin, Mas bertanya padamu. Apa yang barusan kamu ucapkan?"  desak Ridwan.  "Mas ...salah dengar, kali!" Airin berkelit gugup. Wajahnya merah, kuning, ijo bergantian.  "Telinga Mas masih normal dan sehat." Ridwan kukuh. "Mas menganggap kamu itu adik kandung. Apalagi Mas anak tunggal. Jadi rasanya aneh kalau barusan dengar, kamu menganggap Mas bukan kakak ...tetapi pria dewasa yang kamu cintai. Sadar, Airin. Sejak kapan kamu punya pikiran seperti itu? Dari kecil Mas sudah biasa anggap kamu itu adik kecil, Mas."  Airin menunduk. "Sejak Mas bercerai dari Joana, aku ingin mengganti posisi dia, Mas. Aku kasihan Mas kerepotan mengurus si kembar. Mas lelaki yang baik, tidak genit meskipun cakep. Aku suka itu ..." Ungkapan jujur Airin, membuat Ridwan menggelengkan kepala.  "Itu salah, Airin. Jangan punya pikiran seperti itu pada Mas. Anggap Mas kakakmu seperti biasa."
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status