Istri Yang Diabaikan

Istri Yang Diabaikan

By:  TrianaR  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
7.4
5 ratings
42Chapters
95.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Lili seorang istri yang tengah hamil besar namun acap kali diabaikan oleh suaminya sendiri. Disaat perutnya kesakitan, ia ditinggal sendiri di rumah, hingga ia terjatuh dan menyebabkan pendarahan, anaknya meninggal dalam kandungan. Azzam, sang suami merasa menyesal saat menghadapi kenyataan kalau bayinya tak bisa diselamatkan, sementara istrinya masih kritis. Dia pun berjanji untuk berubah. Namun, tekanan yang diberikan oleh sang ibu mertua kepada Lili membuatnya memilih kabur dari rumah. Akankah Azzam bisa menemukan Lili kembali? Bagaimana akhir dari hubungan mereka?

View More
Istri Yang Diabaikan Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Kari Mah
keren semangat
2021-12-15 11:42:58
0
user avatar
edmapa Michael
Cerita bagus
2022-03-11 10:09:10
0
user avatar
Sella.
Jika, Berkenan... Mari mampir, Di novel, Aku?! ADIK KU SUAMI KU
2022-02-07 19:07:43
1
user avatar
Ver_M
Ide awalnya sih menarik tapi anti klimaksnya nyeleneh.. Menyertakan plot kriminal tanpa riset sebelumnya akhirnya penyelesaian kasusnya jadi aneh bin ajaib..
2022-08-24 04:27:37
0
user avatar
kecebong cabi
pemborosan kata n kalimat, bahasa telalu bereblit2 sehingga susah d pahami, penulis tidak menyampaikan cerita sebagai tokoh dlm karakter, tetapi penulis seperti org yg sedang curhat berkepanjangan dan gak langsung pada inti cerita.
2022-03-07 18:40:21
2
42 Chapters
1. Suami Tak Peka
"Zam, nanti malam jam tujuh jangan lupa hadir ke acaranya Bu Rosanty. Ibu sama Icha dah beli baju bagus buat dipakai ke acara itu.""Baik, Bu. Aku ajak Lili dulu, biar dia juga ikut siap-siap.""Alaaaah, gak usah. Buat apa ngajak istrimu yang udik itu, yang ada malah malu-maluin kita.""Tapi, Bu--""Tidak, titik. Kita berangkat bertiga, ibu, Icha sama kamu saja. Lili biar urus rumah aja. Seharian kerjanya rebahan terus gak ada geraknya. Rumah aja dibiarkan berantakan kayak begini!"Deg! Kenapa ucapan ibu seperti itu? Padahal aku tahu di rumah inilah Lili yang paling capek. Pagi-pagi sekali Lili sudah bangun, dan mengerjakan semuanya. Padahal ia tengah hamil, usia kandungannya delapan bulan. Kata ibu, dia harus banyak gerak, gak boleh manja, biar persalinannya lancar. Walaupun ibu sering bersikap  ketus, tapi Tak ada bantahan apapun dari Lili, dia memanglah istri penurut. Aku menghempaskan nafas kasar. Ibu sudah bangki
Read more
2. Bayiku Tak Bisa Diselamatkan
Kuguncang tubuhnya, tapi dia hanya diam. Rasa panik menjalar ke seluruh tubuhku. Bagaimana ini? Kenapa aku jadi suami yang tak peka? Padahal tadi Lili sudah mengeluh sakit.Kubopong tubuhnya dan langsung membawanya ke mobil. "Ibu ikut, Zam," ujar ibu. Kurasa ia pun panik setelah melihat menantunya tak sadarkan diri."Tidak perlu, Bu. Ibu di rumah saja, biar Lili aku yang urus," tukasku. Aku tak ingin mendengar protes dari ibu. Sudah cukup, bisa tambah runyam pikiranku kalau ibu ikut. Ia bisa ngomong ngelantur yang tidak-tidak.Gegas kulajukan mobil ini dengan kecepatan sangat kencang."Li, bertahanlah."Rasa sesal kembali merajai diri seakan berletupan tak ingin lagi sembunyi. Rasa sakit ini makin menghimpit dada. Semua karena keegoisanku, semua karena ketidakpekaanku. Lili jadi seperti ini.Sampai di rumah sakit, Lili yang masuk di ruang IGD langsung ditangani oleh tim medis, berhubung dokter spesialis kandungan sudah pulang, m
Read more
3. Berdebat Dengan Ibu
Pasca 4 hari di rumah sakit, akhirnya Lili diperbolehkan pulang. Aku memapahnya masuk ke dalam mobil. Kami hanya berdua. Ibu dan Icha enggan berkunjung ke rumah sakit, walaupun aku telah mengajaknya.Kondisi Lili sangat lemah. Kali ini tidak ada perlawanan darinya, ia lebih banyak diam, bahkan seperti patung. Jika ditanya pun enggan menjawab.Wajahnya sendu, netranya begitu sayu. Pandangannya seakan kosong, embun tebal tampak begitu kentara di kedua bola matanya.Pandangannya yang biasa meneduhkan kini terlihat sangat rapuh.Lili, maafkan suamimu ini. Aku memang pria yang tak becus bergelar suami.Hening. Sepanjang perjalanan tak ada percakapan apapun yang keluar dari mulut kami. Hanya alunan musik klasik yang kusetel begitu lirih untuk sekedar mengusir sepi."Mas, kita ke makam bayiku dulu, baru pulang," pintanya tanpa memandang ke arahku.Aku menoleh. Lalu hanya bisa menganggukkan kepala melihat ekspresinya yang begitu sedih.
Read more
4. Dihajar
"Dek, biar mas saja. Kamu makan dulu gih!"Lili menoleh, memandangku dengan tatapan nanar. Tiba-tiba tubuhnya terhuyung. Lili jatuh tak sadarkan diri."Lili ...!" teriakku histeris.Kubopong tubuhnya masuk ke dalam rumah. Mendengar teriakanku ibu dan Icha muncul dari balik pintu. Mereka saling berpandangan satu sama lain."Apa yang ibu lakukan pada Lili, Bu? Ibu tahu bukan Lili masih sakit? Kenapa ibu lakukan ini, Bu?!"Aku menatapnya tajam dengan netra berkaca. "Ibu gak lakuin apa-apa, Nak.""Bohong!!" bentakku.Kulihat wajah ibu dan Icha menunduk ketakutan, seakan merasa bersalah."Ibu pasti nyuruh dia kan? Kalian kenapa tega sekali lakukan ini?! Padahal kalian tahu Lili sedang sakit!""Mas, budhe gak bilang apa-apa kok, cuma bilang cucian belum dijemur, itupun gak ada kata-kata nyuruh Mbak Lili," kilah Icha."Diam kamu, Cha!! Lebih baik kamu pulang saja sana! Kalau disini cuma jadi benalu!! Tidak p
Read more
5. Pulang
Seketika dadaku bergemuruh panas, ada yang nyeri di ulu hati."Dek, kamu sudah bangun?" Aku berusaha menetralkan rasa, agar mereka tak tahu kalau aku tengah cemburu."Sini Mas, biar aku saja yang suapin istriku," lanjutku sembari mengambil piring darinya.Bang Panji masih menatapku tajam. Begitupun Lili, dia hanya memandang kami secara bergantian."Wajahmu kenapa, Mas?" tanyanya dengan lirih.Senyumku mengembang mendengar perhatian dari Lili, dia masih mengkhawatirkanku."Tidak apa-apa, dek. Ayo makan dulu.""Aku gak mau mas," tolaknya."Tapi dari tadi kan belum makan.""Sini, biar aku saja yang nyuapin adikku makan." Bang Panji meraih piring itu dariku."Kalian pergilah keluar dulu, kami mau bicara empat mata," tukas Bang Panji. Bang Panji pasti ingin mengorek informasi tentang Lili saat berada di rumah. Duh, mampus aku kalau Lili mengadukan semuanya.Dengan berat hat
Read more
6. Dia menolakku
Lili bangkit lalu meraih tanganku dan menciumnya dengan takzim. "Mau apa kamu datang kemari?" tanya Bang Panji menghenyakkanku. Tiba-tiba ia muncul dari dalam."Aku mau jemput Lili pulang, Bang.""Tidak. Biar dia disini sama aku. Kamu gak becus jadi suami!""Tapi bang, Lili istriku, dia tanggung jawabku. Dia harus ikut suaminya kemanapun suaminya pergi.""Tanggung jawab kamu bilang? Tanggung jawab macam apa? Kalian tega manfaatin tenaga Lili, udah kayak babu di rumah sendiri! Kemana aja kamu selama ini?!""Maaf bang, tapi aku akan memperbaiki kesalahanku.""Bang, Mas, tolong jangan ribut. Tak enak didengar tetangga," sela Lili menengahi perdebatan kami. Suaranya masih terdengar lemah, tapi mampu membuat kami bungkam.Aku duduk di teras ubin tanpa dipersilahkan. Hatiku benar-benar kalut. Rasanya kecewa, kenapa Lili mau menuruti Bang Panji untuk pulang ke rumah ini, padahal ada rumah suaminya."Bang, kenapa gak bilan
Read more
7. Maafin Mas, Dek!
Aku menghela nafas dalam-dalam. "Maafin mas, dek. Selama ini mas sudah salah. Tapi yakin kamu gak mau pulang, Dek?" Lili mengangguk. Mataku terasa panas, hampir saja air mata ini luruh, tapi malu pada wanita di hadapanku. Mungkin ia memang butuh waktu untuk sendiri. Pasca kehilangan bayinya, aku yakin Lili sangat terguncang."Ya sudah, kalau kamu gak mau pulang. Mas yang akan ikut tinggal disini."Lili masih terdiam."Mas akan ambil baju-baju Mas dan juga bajumu. Jadi mas pulang dulu, nanti mas kesini lagi."Aku berpamitan dengan Lili dan juga Bang Panji untuk pulang sebentar.***"Zam, kamu udah pulang?" tanya ibu.Ia tersenyum saat menyambutku. Kucium punggung tangannya dengan takdzim. Aku berlalu begitu saja, masuk ke dalam kamar. "Zam, tadi ibu ngambil baju di anaknya Bu RT, nanti tolong bayarin ya, duit ibu udah habis," sahut ibu. Tiba-tiba ia muncul dari balik pintu."Ibu ambil baju
Read more
8. Drama
 "Bu, please! Ibu jangan seperti anak kecil begini. Aku cuma sementara waktu saja ke tempat Bang Panji. Aku ingin memperbaiki dulu hubunganku dengan Lili. Ibu tahu, rumah tanggaku sudah diambang kehancuran. Aku ingin mendapatkan kepercayaan Lili lagi.""Zam, wanita itu gak hanya satu. Banyak wanita yang lebih cantik dan kaya dari Lili, ibu sangat yakin, kamu pasti bisa mendapatkan wanita lebih baik dari Lili.""Cukup Bu, jangan menambah keruh suasana. Kenapa ibu berpikir seperti itu sih! Aku harus mencari wanita lain begitu? Tidak Bu! Bagiku pernikahan cukuplah sekali seumur hidup dan aku akan berusaha setia pada istriku. Wanita di luaran sana memang banyak, tapi yang kucintai hanya Lili, Bu. Aku gak ingin kehilangan dia. Sudah cukup aku kehilangan bayiku," ucapanku terhenti, seperti ada yang  tercekat di tenggorokan. "Bayiku meninggal, istriku sakit dan sekarang dia memilih tinggal bersama kakaknya. Tapi apa ibu peduli pada kami? Tidak!
Read more
9. Permintaan maaf ibu
Glek! Aku tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Lili. Dia terlihat begitu terluka. Bahkan tangannya sampai gemetaran."Maaf dek, mas memang gak bisa mengembalikan anak kita. Tapi mas ingin memperbaiki kesalahan ini. Tolong.""Pergilah, Mas! Pergiii ....! Aku ingin sendiri!" teriak Lili dengan histeris."Ada apa ini malam-malam ribut?" Bang Panji muncul dari balik pintu. Menatapku dengan tajam. Bang Panji langsung mendorong tubuhku hingga ke tembok. "Kenapa kau membuat adikku menangis lagi hah?!" bentak Bang Panji, ia mencengkram kuat krah bajuku, sedangkan tangan satunya sudah mengepal kuat hendak melayangkan tinju ke arahku.Aku diam, terserah bila Bang Panji ingin menghajarku lagi habis-habisan. Hatiku lebih sakit memandang Lili menangis tergugu di sudut ranjang. Kedua telapak tangan menutupi wajahnya.Cengkraman Bang Panji terlepas sendiri olehnya. Laki-laki yang lebih tinggi dariku itu mengusap wajahnya dengan kasar.
Read more
10. Kembali
 "Oh, ada tamu. Kenapa gak masuk dulu?" sela Bang Panji. Ia turun dari boncengan motor Raffa. "Panji, aku pulang duluan.""Okey"Motor Raffa menjauh dari halaman. Pria itu mungkin sungkan karena ada keluargaku. Biasanya mereka--Bang Panji dan Raffa usai pulang kerja, akan berdiskusi hingga malam.Sebenarnya aku kesal, kedatangan ibu malah membuat kecanggungan baru diantara kami. Padahal sebentar lagi, Lili bisa luluh padaku. Tapi sekarang? Aaarggghh kacau!Tapi jujur, aku mengapresiasi keberanian ibu yang mau minta maaf dan mengakui kesalahan ibu. Cuma aku tak mengerti, apakah ibu benar-benar tulus meminta maaf? "Kalian mau sampai kapan tinggal disini merepotkan abangmu?" tanya ibu. Nada bicaranya sungguh lembut."Tidak merepotkan kok, ini juga masih rumah Lili," sela Bang Panji. Lili hanya menunduk. Sedangkan Bang Panji masuk ke dalam, tak lama keluar lagi sembari membawa minuman. La
Read more
DMCA.com Protection Status