Pernikahan Kedua Suamiku

Pernikahan Kedua Suamiku

By:  Gyuu_Rrn  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
6
2 ratings
30Chapters
6.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Mila adalah wanita yang amat cantik, kehidupannya begitu sempurna. Saking sempurnanya, dia tidak pernah berpikir, kalau orang yang selama ini dia cintai, tega mengkhianatinya dengan orang yang tidak asing baginya. Suatu malam, karena Chandra--suami Mila tak kunjung pulang, maka dia pun bergegas menelpon suaminya. Tetapi, ada sesuatu yang cukup janggal, di mana Mila sempat mendengar adanya suara wanita. Hingga pada saat Chandra pulang, secara tidak sengaja Mila melihat ada sebuah pesan yang berisi sebuah foto pernikahan antara Chandra dan wanita lain yang tidak lain adalah Dinda--adik dari mendiang sahabat Mila. Lalu, apa yang akan Mila lakukan demi membalas rasa sakit yang telah dia derita akibat pernikahan diam-diam yang di lakukan oleh suami dan adik mendiang sahabatnya itu?

View More
Pernikahan Kedua Suamiku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Isabella
keren pokoknya sampai tamat thoer... ceritanya keren
2023-08-26 12:54:52
0
user avatar
Rita Ernawita
cerita ga jelas
2022-09-16 21:40:12
0
30 Chapters

Foto Pernikahan

Hai! Jangan lupa subscribe cerita ini untuk dapat notifikasi bab selanjutnya. Jangan lupa juga buat follow akun author, like, love dan rating, ya!  Love you all❤️ *** "Mas, kapan pulang? Kok sudah selarut ini belum sampai rumah juga, sih," ucapku melalui sambungan telepon. "Sebentar lagi Mas pulang kok sayang," jawab Mas Chandra dengan nada santai. "Sudah, ya, Mas mau pulang dulu." Sesudah berkata demikian, Mas Chandra--suamiku langsung mematikan sambungan telepon. Tapi, tadi aku merasa ada yang janggal, saat tiba-tiba telingaku menangkap sebuah suara yang tidak asing, suara wanita. Hampir tiga puluh menit, aku berjalan mondar-mandir di ruangan tamu, menunggu kedatangan Mas Chandra yang tidak kunjung pulang. "Mila, kenapa belum tidur?" Aku berbalik, menatap seorang wanita paruh baya yang berdiri di ambang pintu. 
Read more

Menjijikan

"Mas, kok pagi-pagi udah rapih, mau ke mana?" tanyaku dengan nada senormal mungkin, berusaha menyembunyikan rasa sakit dan kecewa, akibat luka yang telah dia torehkan. "Ke kantor, memangnya ke mana lagi," jawabnya dibarengi dengan senyuman. "Tidak, Mas. Aku hanya bertanya." Aku masih berfokus memakaikannya dasi, tidak ingin menatap matanya yang penuh kebohongan. "Ibu sama Faris ke mana? Kok gak keliatan?" Dia bertanya tentang Faris--anak pertamaku yang sudah berusia lima tahun. "Ibu lagi pergi ke kamar, Faris." "Ah, bagitu. Ya sudah, ayo turun. Mas, sudah lapar." Mas Chandra menggandeng tanganku keluar kamar. Jujur, sebenarnya aku jijik dengannya, apalagi ketika membayangkan tangannya menjamah wanita tidak tahu diri tersebut. Di kejauhan, kulihat ibu dan Faris sudah duduk di meja makan. Saat melihat kedatangan kami, Faris langsung turun, berlari ke arah Mas C
Read more

Rencana Ibu

"Mila. Mau ke mana?" Mas Chandra yang masih berkutat di depan laptop, langsung menghentikan aktivitasnya ketika melihatku berdiri tepat di depannya. "Bosen di rumah terus. Jalan-jalan, yuk, Mas!" "Jalan-jalan ke mana, Sayang?" Mas Chandra membenarkan sedikit posisi kacamatanya. "Mas, sedang kerja, sayangnya." "Tapi, Mas." Aku bergelayutan manja di tangannya, sedikit menariknya untuk bangkit dari kursi. "Mas, sudah sering ke luar kota, masa aku minta jalan sekali aja gak mau. Gak kasian apa sama dedek bayinya." Sengaja aku mengelus perutku yang memang sudah sedikit buncit. Mengingat kehamilanku sudah masuk empat bulan. Mas Chandra terpejam sambil mengangguk pelan. Dia langsung menarik badanku ke dalam dekapannya. Kecupan hingga kecupan, dia daratkan di keningku.  Seketika aku langsung menjauh badan, kala mengingat foto pernikahan antara Mas Chandra dan Dinda. Tentu saja, hal
Read more

Rencana Ibu (2)

"Mila, lihat ini!" Ibu menunjukan lokasi di mana mobil yang kendarai Mas Chandra berhenti di sebuah titik. Aku dan ibu saling pandang. Kami tahu betul daerah itu.  "Bu, ayo susul Mas Chandra ke sana!" saat aku hendak menarik tangan Ibu, tiba-tiba dia langsung menghentikan pergerakanku. "Tunggu, Mila! Chandra kembali pergi ke tempat lainnya. Seperti ini--" "Ke mall," potongku cepat. Segera kuraih tas yang tergelatak di atas sofa. Sebenarnya mesti usia kehamilanku masih kecil, tapi tetap saja ini sedikit menghambat pergerakanku. Menyedihkan memang, di saat wanita hamil lainnya mendapatkan perhatian lebih dari laki-laki yang dicintainya, aku malah harus mendapatkan kenyataan yang begitu pahit. Di mana suamiku sendiri, ternyata sudah menikah dengan adik sahabatku sendiri. "Ayo, pergi!" Ibu menuntunku keluar rumah, menunggu taksi pesanan kami yang akan segera
Read more

Dimulainya Permainan

"Chandra, apa yang kamu lakukan di sini?" Kali ini Ibu keluar, mengagetkan dua sejoli yang sedang dimabuk cinta. "Ah, i--itu, Bu, aku akan membelikan Mila dan Ibu hadiah, tapi karena kalian datang kemari, jadinya gagal, deh," bohong Mas Chandra sambil bersikap seolah-olah merasa kecewa.  Dih! Berani sekali dia berbohong seperti itu.  "Begitu, ya, jadi kami boleh dong, pilih-pilih tas di sini?" tanya ibu dengan mata berbinar. Sungguh, Ibu benar-benar sangat pintar. Sementara itu, Dinda yang berdiri di samping Mas Chandra terlihat mati kutu. Mampus kamu Dinda! Ini baru permulaan. "Tentu saja, pilih-pilih saja. Terserah kalian mau beli yang bagaimana." "Bu, ini bagus. Kenapa tidak pilih itu saja?" ucap Dinda sambil menyerahkan tas yang ada di tangannya. Kulihat Ibu tidak menghiraukan Dinda, dia lebih memilih melihat tas tersebut sa
Read more

Pesta Anniversary

Aku benar-benar tidak menduga akan rencana Ibu. Bahkan, akupun lupa jika hari ini adalah anniversary pernikahan kami. Mungkin, karena aku terlalu kecewa dengan Mas Chandra, sehingga tidak memperdulikan hal itu lagi. Saat mobil kami tiba di depan rumah, seketika aku langsung tercengang ketika melihat dekorasi rumah yang cukup mewah. Aku tidak menyangka, hanya dalam hitungan jam saja, para orang-orang suruhan Ibu sudah melaksanakan tugasnya dengan cukup baik. Kulirik Mas Chandra sekilas, laki-laki itu pun memperlihatkan ekspresi yang sama. Mungkin dia tidak menyangka, aku akan mempersiapkan hal seperti ini. Ya, tentu saja aku bisa! Setelah mengetahui perselingkuhan Mas Chandra dengan Dinda, aku semakin tidak bisa menahan diri. Aku tidak ikhlas, jika uang hasil jerih payah suamiku, di pakai poya-poya oleh orang lain selain istri dan keluarganya. "Mas, kamu suka kejutan dariku dan ibu, 'kan?" Kulirik Ibu
Read more

Akting Kalian Kurang Bagus

"Aku ikut, ya!" Sengaja aku menggandeng Mas Chandra dengan erat. Memperlihatkan kemesraanku pada Dinda. "Iya, Sayang." "Bram, apa kabar?" sapa Mas Chandra pada seorang laki-laki yang diperkirakan seumuran dengannya. "Baik, Dra." Laki-laki bernama Bram itu menatapku dari bawah hingga atas, membuatku sedikit risih. "Istrimu yang?" tanyanya dengan eskpresi sedikit terkejut. Ah, jadi dia yang bernama Bram. Aku ingat itu. Aku berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Bram yang di ajukan pada Mas Chandra. "Dia istriku satu-satunya," jawab Mas Chandra dengan cepat. Peringgainya tiba-tiba berubah, bahkan dia sampai terpejam dalam waktu yang cukup lama. Seperti baru menyadari situasi, Bram mengangguk cepat, dia menggaruk tengkuknya. "Ah, i-iya. Hai salam kenal, aku Bram." Ragu-ragu aku menjabat tangannya. "Mila." "Mas, kenapa di
Read more

Berujung ricuh

Kuseret kakiku untuk segera menjauh dari tempat tersebut, sebelum hal yang lebih menyakitkan terlihat."Sayang, kamu dari mana?" Ibu segera menghampiriku yang tengah berjalan dari arah lain."Lihat, Bu." Aku menghidupkan gawai, lalu memperlihatkan video yang sempat aku rekam.Seketika, wajah Ibu langsung memerah, rahangnya mengeras. "Ini, tidak bisa dibiarkan, Mila."Ibu segera merongoh ponsel dari tas kecilnya dan menempelkan benda persegi itu di telinga."Halo, bagaimana urusan kantor, apa sudah selesai?"Aku tidak tahu Ibu menelpon siapa, namun yang pasti dia terlihat mengangguk selama beberapa saat."Bagus! Pastikan Chandra tidak mengetahui hal ini terlebih dahulu." Ibu menoleh ke arahku, bibirnya menyunggingkan senyuman. "Ya, benar. Kamu memang bisa di percaya.""Bagaimana, Bu?" tanyaku pada Ibu yang kembali memasukan ponsel berlogo apel ke tas mewahnya."Beres!" Ibu mengacungkan jempol. "Ayo! Acaranya inti akan segera di mulai. Tapi, sebelumnya kamu ingat 'kan, Nak, apa yang haru
Read more

Arisan

Hampir semua ibu-ibu sosialita sudah berkumpul di rumahku. Dari pakaiannya saja, aku sudah bisa menebak, jika mereka bukan dari kalangan biasa saja. Perhiasan, hingga barang-barang bernilai jutaan rupiah melekat di tubuh mereka. Maka tidak heran, jika baru sampai saja, sudah saling memamerkan kekayaan masing-masing. "Eh, kalian tahu, gak? Katanya si Dinda mau ikut arisan, loh." Seketika aku langsung menoleh, saat secara tidak sengaja mendengar nama Dinda. Aku tidak menyangka, jika kulit wajahnya benar-benar tebal. "Beneran? Ih, jijik banget tau gak Jeng. Gak mau deket-deket aku sama dia, takut," tambah ibu-ibu yang lainnya. Ibu-ibu yang awalnya saling pamer harta, seketika langsung terdiam. Mereka langsung nimbrung, ketika membahas soal Dinda. Apa kataku kemarin, sepertinya Dinda tidak akan tahan hidup lama-lama di sini. Rasakan, Dinda! Julitan ibu-ibu lebih kejam dari apapun. "Eh, katanya lagi Bu Dea udah gugat cerai Pak Bram, loh." "Seriusan? Bagus, lah! Laki-laki kayak gitu
Read more

Kecelakaan

"Ada apa, Mila?" Aku menoleh ke arah Ibu yang nampak kaget. "Mas Chandra kecelakaan, Bu." "Sri ... Sri," teriak Ibu dengan cukup nyaring. Dari arah dapur, datang seorang wanita paruh baya memakai daster batik. " Bi Ani, Tolong bilang ke Sri, jaga Faris sampai saya dan Mila kembali. Jangan khawatirkan soal upah." "Baik, Nyonya." "Aku tunggu di depan," ucapku pada Ibu, setelah sebelumnya menyambar dompet yang tergeletak di meja. "Panggil Pak Asep!" perintaku pada seorang satpam yang sedang duduk di teras. Tidak beberapa lama kemudian, seorang pria datang dengan tergopoh-gopoh. "Ada apa, Bu?" "Cepat, Panaskan mobil! Kita akan segera pergi ke rumah sakit." "Baik, Bu." Kutarik napas dalam selama beberapa kali, lalu menjatuhkan bokong di salah satu kursi kayu yang tertata dengan cukup rapih di teras. Keningku terasa berdenyut, jantung berdegup cukup kencang. Beberapa kali aku memijat pelipis sambil menunduk dalam. "Mila, cepat berangkat!" Aku mendongak, lalu segera bangkit, mengik
Read more
DMCA.com Protection Status