Kehidupan Abigail Anderson hancur tatkala seorang wanita datang pada ayahnya, James Anderson dan mengaku mengandung bayi pria itu. Sejak saat itu masalah demi masalah datang silih berganti hingga ibunya yang kala itu sedang mengandung, mengalami depresi dan harus dirawat di rumah sakit jiwa dan ayahnya mengalami kelumpuhan otak. Abigail yang menjadi anak yatim piatu kemudian dirawat oleh adik dari ayahnya, Alex Anderson dan istrinya Alona Anderson dengan penuh cinta. Mereka merubah identitas asli Abby dan menjadikannya seperti anak kandung mereka. Waktu terus berlalu, Abby remaja tumbuh menjadi wanita sukses dan memiliki pengaruh juga cerdas. Dengan misi balas dendam, ia kembali ke kehidupan lamanya dan mulai menjalankan rencana, mencari adik kandungnya sekaligus mencari tahu identitas orang yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarganya. Bertemu dengan pria yang merupakan rival bisnisnya, Zachary, perlahan Abby mengetahui hubungan pria tersebut dengan orang yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarganya. Ketika dihadapkan pada cinta dan dendam, manakah yang akan menang pada akhirnya?
View MoreLena merasa sedikit heran dengan bosnya pagi ini. Ia dipanggil menghadap ke ruangan si Bos. Lena duduk diam di kursi yang ada di hadapan Jayadi, bosnya. Ia menunggu si Bos berbicara. Suasana hening terasa dalam ruangan berukuran enam kali tujuh meter. Ruangan Jayadi, bos perusahaan raksasa yang bergerak di bidang konstruksi.
"Nanti siang enaknya makan apa ya?" Tiba-tiba saja menanyakan soal makan siang. "Loh inikan masih pagi, Pak," jawab Lena sambil tersenyum. "Ya kan nggak apa-apa toh, kebetulan kamu sudah di sini saya tanyakan itu." Lena merasa ada yang ganjil dengan bosnya. Lena masih duduk di hadapan si bos dengan pikiran sedikit bertanya-tanya. "Kamu kok seperti orang bingung." Jayadi memandang sekretarisnya itu sambil tersenyum. Lena menekurkan kepalanya. Ia tak berani lama-lama menatap wajah si Bos. "Iya Pak, saya cuma agak heran. Tak biasanya Bapak menanyakan makan siang sepagi ini " Lena kembali tersenyum, namun tetap tak berani menatap lama mata bosnya itu. Walaupun bosnya masih tergolong muda, bagi Lena lelaki yang sudah sukses membawa perusahaan mereka jadi perusahaan raksasa ini sangat berwibawa. "Ya udah, nanti kita bahas soal makan siangnya. Sekarang bagaimana soal proposal yang saya suruh kerjakan kemaren?" "Sedikit lagi selesai, Pak. Sedang diperbaiki." "Oke nanti saya cek ya, apa sudah oke atau belum." "Baik Pak." "Ya sudah, selesaikan segera!" "Baik Pak." Lena sudah dua belas tahun bekerja di perusahaan milik Jayadi. Boleh dikatakan Lena salah seorang kepercayaan Jayadi yang ikut bersamanya membawa perusahaan mereka jadi perusahaan raksasa. Lena sebenarnya sudah bekerja sejak perusahaan ini dipimpin oleh Pak Sudarmaji, papanya Jayadi. Saat itu Lena baru jadi sarjana. Ia masih baru belajar bekerja di sebuah perusahaan. Lena sangat berterima kasih pada Pak Sudarmaji yang telah menerima Lena bekerja. Saat itu keluarga Lena benar-benar sedang terpuruk dan mengalami kesulitan keuangan. "Izin pak. Saya kembali ke ruangan saya" kata Lena sambil berdiri dari kursi di hadapan Jayadi. "Iya."Jayadi menjawab Lena sambil membuka pesan WA yang baru masuk di handphonenya. Setelah Lena keluar dari ruangan, pikiran lelaki muda itu kembali pada gadis penjual mie ayam dekat kantornya ini. Ingatan Jayadi kembali pada saat ia di jalan mau ke kantor pagi tadi. Jayadi telah melihat gadis penjual mie ayam yang cantik jelita. "Terpesona". Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sorot mata Jayadi ketika melihat gadis penjual mie itu. Cantiknya tak ketulungan. Persis seperti gosip-gosip para karyawan di kantornya. Ia menikmati betul kecantikan si gadis penjual mie dari balik kaca mobil mewahnya. Saat itu, ia terjebak macet dan berhenti persis di depan tempat jualan mie ayam Bu Masna. Tempat itu hanya berjarak lima puluh meter dari kantor perusahaan milik Jayadi. Para karyawan perusahaan Jayadi sering makan mie ayam di sini. Apalagi menurut para karyawan mie ayamnya enak. Dan yang tak kalah menarik si penjualnya yang sangat cantik. Putri dari Bu Masna penjual mie ayam. Jayadi hanya tersenyum dan membenarkan pembicaraan para karyawannya. Tidak hanya karyawan laki-laki, karyawan perempuan pun ikut-ikutan menjadikan gadis penjual mie ayam itu sebagai bahan gosip. "Busyeet, cantiknya memang kebangetan." Kalimat itu terdengar dari mulut Jayadi. Ia kembali tersenyum. Saat itu ia menyetir mobil sendiri ke kantor. Itulah salah satu kebiasaan Jayadi. Walaupun dia memiliki dua orang sopir pribadi, saat-saat tertentu dia hanya ingin menyetir mobil sendiri. Mobil mewah milik Jayadi berhenti persis di depan warung mie ayam itu sekitar lima belas menit. Orang-orang di warung mie tak memperhatikan keberadaan seorang pengusaha muda kaya raya yang tengah mengamati gadis penjual mie dari balik kaca mobilnya. Jayadi berdiri dan mengitari meja kerjanya seperti sedang memikirkan sebuah ide. Tak berapa lama, ia kembali duduk di kursi dan menggoyangkan kursi eksekutif yang sekaligus Ibarat singgasana baginya. Singgasana tempat dia memerintah kerajaan bisnisnya yang telah dia pimpin sejak sepuluh tahun ini. Sepuluh tahun yang lalu, papanya telah mewariskan perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi ini padanya. Ia telah berhasil mengembangkan perusahaan konstruksi pemberian papanya ini sebagai perusahaan raksasa. Dari bisnis konstruksi, Jayadi juga telah memperluas bidang usahanya di bidang properti dan perhotelan. Jayadi memencet bel tanda panggil ke ruang sekretarisnya, Lena. Ia memanggil Lena kembali. "Iya, pak." Lena membuka pintu ruangan Jayadi. Ia tergesa-gesa duduk di hadapan Jayadi. "Nanti siang saya mau makan mie ayam saja. Tuh yang di sebelah sana itu. Suruh Wika atau Kasri membeli ke sana." "Mie ayam buk Masna di pinggir jalan itu? Bapak mau makanan itu?" "Iya, kamu heran ya " Jayadi tersenyum pada Lena. "Nggak pak. Maaf pak. Cuma tak biasanya bapak mau makanan di pinggir jalan begitu." Lena tak habis pikir, biasanya si bos besar itu minta dipesankan makanan dari restoran mahal. Itupun kalau dia ingin makan di kantor. Malah lebih sering mengajak Lena dan beberapa karyawan makan di restoran hotel atau restoran mewah. Apalagi kalau ada meeting dengan mitra bisnis atau orang penting. "Pokoknya siang ini saya mau makan itu." Ia menegaskan lagi keinginanannya makan siang mie ayam Bu Masna pada Lena "Iya pak." "Beli lima puluh porsi. Bagi-bagi pada staf." "Wah banyak pak?." Lena bergegas berdiri "Ih, kamu kok heran melulu." "Eh, iya Pak." Lena hanya tersenyum dikatakan begitu oleh Jayadi.. "Lena, jangan lupa minta juga nomor handphone Bu Masna atau anaknya itu. Besok-besok kalau saya mau lagi, tinggal telepon dan minta diantarkan sama mereka saja." "Baik pak." Lena keluar dari ruangan Jayadi dengan bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan bosnya yang tiba-tiba ingin makan siang mie ayam Buk Masna. Lena yang sudah lama mendampingi Jayadi sebagai sekretaris mulai mencium gelagat mencurigakan dari si bos. Wah, jangan-jangan, jangan-jangan si bos sudah ketularan dengan staf dan para karyawan yang tergila-gila pada anak tukang jual mie ayam itu. Ah, nggak mungkin, pikir Lena. Berarti satu hal mengejutkan telah terjadi pada si bos. Jangan-jangan dia suka pada gadis itu. Maklum si bos sudah umur dua puluh sembilan tahun tapi belum punya isteri. Jayadi memang belum menikah sampai sekarang. Jangankan menikah, punya kekasih saja tak ada. Lena tahu betul itu. Kedua orang tuanya sudah menginginkan Jayadi menikah. Pak Sudarmaji dan istrinya juga merasa heran kenapa putra sulungnya itu belum dapat jodoh. Sudah banyak gadis-gadis cantik dan berkelas yang ditawarkan padanya tapi belum ada yang cocok. Saat Jayadi sedang melamun, Lena masuk bersama Wika stafnya. "Ini pak pesanan mie ayamnya." Lena menyuruh Wika mengambil mangkok. "Oh, nggak pakai kotak gitu ya?" Jayadi menatap kantong plastik yang berisi mie ayam. "Nggak Pak, Bu Masna masih membungkusnya dengan plastik." "Ya udah, tak apa. Kamu pindahkah ke mangkok itu. Dan bikinkan saya kopi." Jayadi berbicara pada Wika. "Baik, Pak." Wika memindahkan mie ayam ke mangkok. Di ruangan kerja Jayadi terdapat sebuah meja bundar kusus untuk makan. Wika pergi ke pantri meminta Dina membuat secangkir kopi. "Punya kamu mana? Kalian temani saya makan di sini." Jayadi memerintahkan Lena dan Wika menemaninya makan mie ayam di ruangan kerjanya. "Baik, Pak. Wika ambil punya saya dan juga punyamu, bawa ke sini." Lena menyuruh Wika mengambil mie ayam yang ditaruh di meja kerja Lena. Wika meletakkan secangkir kopi hitam panas di dekat Jayadi. Setelah itu dia pergi mengambil mie ayam untuk mereka. "Yang lain sudah dibagikan?" "Sudah, Pak. Cuma hanya dua puluh porsi tersedia," jawab Lena sambil tersenyum. "Ya namanya juga pedagang kecil, Pak." Lena mulai menyantap mie ayam miliknya mengikuti si bos. Lena tak habis pikir kenapa Jayadi belum juga bertemu jodoh yang cocok. Padahal umurnya sebentar lagi tigapuluhan. Terkadang Lena Ingin menawarkan beberapa gadis yang dikenalnya, tapi dia takut kena marah. Sore sepulang kerja, Jayadi malah menerima omelan Mamanya. "Kamu kenapa sih? Ditawarkan yang ini nggak mau, yang itu nggak mau. Kriteria kamu yang mana sih?" kata Bu Sudarmaji pada putranya. Dua hari yang lalu Pak Sudarmaji telah mempertemukan dan ingin menjodohkan Jayadi dengan anak gadis kolega bisnisnya. Anak seorang pengusaha pertambangan yang sangat kaya raya. "Ya, tidak cocok, gimana lagi, Mamaku sayang," jawab Jayadi dengan santai menanggapi celoteh si Mama. Jayadi belum juga merasa cocok. Ada saja kekurangan perempuan yang dijodohkan dengannya. Pak Sudarmaji dan istrinya pusing tujuh keliling memikirkan kapan dia bermenantu. Jef, adiknya Jayadi juga malah memilih mengambil S2 ke Eropa sana. Padahal umurnya cuma beda dua tahun dari Jayadi. Jef juga sudah patut menikah. Bagi Pak Sudarmaji dan istri terserah siapa saja antara Jayadi dan Jef yang duluan menikah. Mereka khawatir keburu tua tapi belum punya mantu, apalagi cucu.Belum pukul lima bahkan, tetapi Zachary sudah berada di ruangan Abigail sekarang. Duduk dengan manis memerhatikan gadis yang akan segera menjadi kekasihnya itu kini tengah bergulat dengan setumpuk berkas. Belum lagi beberapa map yang dibawa oleh Zachary sore ini.“Seriously, you gonna be killing me, Zac! Berkas ini … file bulan lalu, kan? Mengapa baru diserahkan hari ini?” tanya Abigail, sembari menatap pria di hadapannya dengan sorot tajam.“Sidney yang menyimpannya. Kupikir ia telah menyerahkan padamu. Sepertinya ia memang tak ingin jika aku bertemu denganmu, karena itu ia menyembunyikan file itu,” terang pria itu, berharap mendapat pemakluman dari gadis di hadapannya“Hmm … gadis itu cukup berbahaya, rupanya. Aku jadi takut.”Zachary bangkit dari tempatnya, menuju ke tempat di mana Abigail duduk, ia kemudian berjongkok dan meraih jemari gadis itu untuk diremasnya lembut.“Sekarang ia tak akan ada di sekeliling kita lagi, Abby. Sekarang hanya ada aku dan kau.”“Ke mana lainnya?” tan
Abigail duduk di depan meja kerjanya, menghadap pada tumpukan berkas dan laptop yang masih menyala. Kemarin ia tak langsung datang pada Zachary meski demi mengabarkan tentang berakhirnya hubungan dirinya dan Ashton. Seperti yang selalu ia katakan, ia hanya ingin melampiaskan dendnya pada keluarga Emerson, jadi apa pun yang terjadi pada Zachary, tak akan pernah penting bagi gadis itu. Satu pria yang dicintai Abigail, hanyalah Ashton. Ia tak pernah memikirkan pria lain. Meski terkadang ada desir aneh muncul di hatinya setiap memikirkan Zachary, dengan cepat ia singkirkan semua itu. Zachary hanyalah sarana. Meski mungkinnia tak bersalah, tetapi tetap saja salah ketika ia terlahir dari keluarga Emerson. Terlebih ia merupakan putra dari Garry Emerson, pria yang telah menghancurkan keluarganya juga kebahagiaannya. Pria yang telah membuat dirinya dan Gin menjadi yatim piatu, memisahkan dirinya dan Gin sekian lama. Ia tak mungkin bisa memaafkan sikap pria itu dan apa yang telah ia lakuka
Abigail berlari sekuat yang ia mampu demi mengejar Ashton yang mungkin saja sudah naik ke pesawat. Ia masih berharap pria itu sedang menanti di lounge, menunggu kedatangannya setidaknya untuk sekedar ciuman selamat tinggal. Namun, ketika tiba di bandara, ia hanya mendulang kekecewaan lantaran tak menemukan Ashton di mana pun. Ia nyaris meninggalkan bandara saat kemudian peia itu berdiri tepat di hadapannya. "Abby-bear ... apa yang kau lakukan di sini?a apakah kau ingin ikut—" Abigail menggeleng cepat. "Uhm ... tidak. Ya, sebenarnya aku sangat ingin ikut bersamamu, Ash. Namun, kau tahu, kan kalau aku masih memiliki tanggung jawab atas apa yang telah kumulai?" "Kau benar." Ashton mengangguk sembari mengulas senyum pedih. Ini sungguh perpisahan terpahit yang pernah ia rasakan. Ia tak menyangka jika dirinya harus berakhir sendiri lagi, meninggalkan Abigail dengan mimpi yang tak pernah terwujud. Mimpinya untuk menikahi satu-satunya wanita yang ia cintai di dunia ini setelah ibunya. Ki
Abigail tengah menikmati sarapan bersama Gin, saat terdengar suara bel. Salah seorang asisten rumah tangga tergopoh membuka pintu dan disusul suara langkah kaki mendekat, serta kehadiran seorang pria berambut sewarna tembaga. Sorot matanya tampak cerah dan bersinar seketika tatkala menemukan gadis tercintanya yang tengah meneguk jus di tangannya. "Hey, Zac. Kemarilah, bergabung bersama kami." Abigail membuka piring di atas meja tepat di sampingnya, kemudian salah seorang pelayan menuangkan jus ke dalam gelasnya, lalu menyajikan sepiesi pancake. "Apa hang membawamu kemari sepagi ini?" tanya Abigail, setelah Zachary mulai menikmati sarapannya. "Oh, maaf ... habiskan dulu sarapanmu, kita bicara nanti." Abigail mengulas senyum, yang sesungguhnya tak ingin ia sunggingkan. Bagaimana tidak, dirinya tengah patah hati karena kepergian Ashton, dan sekarang harus beramah tamah dengan pria yang merupakan sasaran dari misinya, sungguh itu membuatnya hak bers
Ashton terenyak kala mendengar apa yang baru saja diucapkan kekasihnya. Ia beringsut bangkit dan duduk menghadap pada Abigail yang duduk bersandar pada tepian ranjang. "Kau tidak serius mengatakan itu, kan, Abby?" tanya pria itu lagi, berusaha meyakinkan diri bahwa Abigail saat ini mungkin tengah mengerjainya, seperti apa yang biasa dilakukan gadis itu. Namun, tak ada jawaban dari Abigail, ia tetap bergeming dengan ekspresi penuh kesedihan. "Maafkan aku, Ash. Aku tak ingin kita mengakhiri hubungan ini. Kau tahu, aku hanya ... maukah kau mendengarkanku dulu?" Abigail membenarkan selimut yang menutupi dadanya, kemudian meraih jemari kekasihnya, kemudian mengecupnya. "Masih ada beberapa hal yang harus kulakukan, Ash. Demi kedua orang tuaku dan adikku." Ashton mengerutkan dahinya kala mendengar perkataan Abigail. "Apa itu? Mungkin aku bisa membantumu, agar segalanya bisa lebih cepat selesai, dan kita bisa segera menikah." Gadis itu menggeleng.
Sidney membelalakkan maniknya kala mendengar kalimat yang dengan ringannya diloloskan oleh Zachary. Ia tak menyangka bahwa kisah cintanya harus berakhir begitu menyedihkan. Sbeelumnya, belum pernah ada yang mencampakkannya seperti ini. Ia termasuk wanita paling didambakan oleh beberapa pria di kampus bahkan di dunia bisnis. Mungkin. Sampai akhirnya Zachary, dan beberapa pria mengetahui kualitas Abigail yang jelas tak hanya mengandalkan kecantikan luar saja, melainkan juga kecerdasan yang berhasil membuat pria sekelas Zachary dan Ashton bisa begitu bertekuk lutut. Itu salah satunya yang membuat Sidney sangat tidak menyukai gadis itu. Ia hampir saja mengetahui banyak hal mengenai kisah hidup Abigail, jika tidak dihalangi oleh seorang pria dan wanita misterius yang ia tidak ketahui. Tepat saat dirinya datang berkunjung ke unit rehabilitasi kejiwaan di mana Selena dirawat. Salah seorang perawat bersedia memberi keterangan mengenai Abigail, tetapi seorang pria yang tidak ia kenali memin
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments