ALASAN SUAMIKU MENDUA

ALASAN SUAMIKU MENDUA

By:  Rizka Fhaqot  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
15 ratings
179Chapters
65.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kebahagiaan pernikahan Zia harus berakhir mana kala Aiman, sang suami ketahuan menikah lagi. Impian untuk menikah sekali seumur hidup kini kandas. Zia, perempuan cantik berkerudung lebar itu terpaksa pergi karena tak sanggup hidup seatap bersama sang suami dan madunya. Hingga pada akhirnya Zia dipertemukan dengan Farid, kakak sahabatnya yang merupakan seorang dosen yang diam-diam menaruh hati padanya. Namun, trauma pada laki-laki bergelar suami membuat Zia bersikap begitu dingin terhadap Farid. Sanggupkah Farid menaklukkan hati Zia? Baca selengkapnya dalam novel "Alasan Suamiku Mendua"

View More
ALASAN SUAMIKU MENDUA Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Yanti Keke
crtnya bagus.... dg ending tiap tokoh yg mbahagiakn...
2022-12-02 20:00:01
2
user avatar
Rizka Fhaqot
Makasih banyak temen-temen yang udah baca ceritaku ......
2022-08-12 03:56:52
0
user avatar
ET. Widyastuti
Bagus kak. Semangat
2022-08-09 13:51:31
1
user avatar
althafunnisa jambi
keren Mak, sukses terus ya
2022-07-26 12:28:16
1
user avatar
Fahira Khanza
Semangat, Akak....
2022-07-25 23:29:37
1
user avatar
Astika Buana
Semangat, Kak
2022-07-25 21:38:11
1
user avatar
Tifa Nurfa
keren kak, semangat kak ...
2022-07-25 20:26:51
1
user avatar
Cahaya S
Lanjut kak Rizki. Bagus ini ceritanya, berapi-api saya membacanya
2022-07-20 11:52:46
1
user avatar
Turiyah
ceritanya seru
2022-07-20 10:52:44
1
user avatar
fany snoer
good job, lanjut kakak semangat terus
2022-07-12 18:17:56
1
user avatar
Suesant SW
lanjut kak Rizka
2022-07-09 21:08:55
2
user avatar
Puspa Pebrianti
Seru ceritanya, next kakak
2022-07-09 10:43:10
1
user avatar
Noeroel Arifin
Keren ceritanya Kak.........
2022-07-08 16:50:08
1
user avatar
Vyra Fame
keren thor, suk cetitanya .........
2022-07-08 16:31:58
1
user avatar
Helminawati Pandia
keren ceritanya, Next ya Thor
2022-07-08 16:14:28
1
179 Chapters
Part 1. Luka
[Bang, kapan kau akan jujur pada Kak Zia?] [Beri pengertian secepatnya, agar dia bisa menerimaku. Aku tak ingin terus-terusan begini, punya suami tapi seolah hidup sendiri.] [Dua bulan Abang tak membagi waktu secara adil. Abang bahkan hanya menemuiku seminggu dua atau hanya sekali saja.] Deretan pesan di ponsel suaminya membuat lutut Zia terasa lemas, seakan tak mampu menopang berat badannya yang tak seberapa. Hatinya terasa perih, bahkan sangat perih. [Kumohon, bersabarlah. Percayalah, Abang akan melakukannya.] Balas Aiman. Chat dari nomor yang diberi nama Sintia di ponsel suaminya mampu membuat persendian di tubuhnya terasa lunglai. Ponsel yang tak pernah terkunci sejak awal mereka menikah itu lolos dari cengkraman tangannya, terjatuh menghantam lantai. Tubuh Zia merosot, kedua tungkai tak kuat menahan beban seiring kalimat-kalimat yang baru saja ia baca seolah memutar di kepalanya. Sintia. Perempuan pertama yang diinginkan Aiman untuk mendampinginya sebelum Zia. Apak
Read more
Part 2. Awal Petaka
Flash backHari itu, saat dalam perjalanan ke kantor. Seorang pria paruh baya hendak menyebrang, dari arah kiri jalan menuju arah warung yang berada di seberang jalan. tanpa menoleh terlebih dahulu. Aiman yang berjarak kurang dari sepuluh meter tak mampu lagi mengelak, menginjak tuas rem sekuat apapun rasanya tak kan membuahkan hasil. Hingga mobil yang ia kendalikan menabrak tubuh pria paruh baya itu, hingga terpental cukup jauh. Tubuhnya lemas dengan wajah pucat pasi. Perlahan ia membuka pintu mobil dan keluar menghampiri tubuh yang baru saja membentur mobilnya. Suara riuh rendah terdengar di sekelilingnya. "Pak Bahri nyebrangnya gak noleh kanan kiri, sih. Jadinya kan begini." suara lelaki berkaos hitam tak jauh darinya berdiri berujar. "Iya, maklumlah, semenjak istrinya meninggal, Pak Bahri jadi linglung," jawab seorang ibu berjilbab biru tua di sebelahnya. Rasa bersalah di hatinya semakin menjadi-jadi setelah mendengarnya. Dalam waktu sebentar puluhan orang sudah mengerumuni
Read more
Part 3. Pertemuan
Cukup lama Aiman diam sambil menunduk dalam. Sekuat apa ia mencari jalan lain, tetap tak ia temukan. Gemuruh di dada kian terasa, pun dengan kekhawatirannya pada Sintia.Berulang ia memikirkan jalan terbaik, hingga kepalanya berdenyut nyeri. Aiman bangkit berjalan menuju arah pintu, dan mengetuknya beberapa kali. Bibirnya berkali-kali memanggil-manggil nama Sintia. Sesekali ia mengusap dada, dengan disertai helaan napas panjang, berusaha menenangkan degub jantung yang tetap tak bersahabat. "Sin ... tolong buka pintunya! Aku akan memenuhi permintaanmu, tapi tolong buka dulu pintunya." Aiman memelas. Telapak tangannya mengeluarkan keringat. Tepat pada ketukan kelima, barulah Sintia ke luar. Matanya terlihat sembap. Perempuan itu kembali duduk pada tempat semula, mata menatap lurus halaman rumah yang langsung terhubung dengan pagar kecil sebagai pembatas dengan jalan raya. "Maafkan aku, Bang. Terlalu sulit melupakanmu. Lebih dari enam tahun aku mempertahankan rasa ini, berharap aku
Read more
Part 4. Menikah
Seminggu setelah kejadian itu, Aiman masih tak bisa melupakan gadis di aula masjid pesantren itu. Sekuat apa ia berusaha, tetap saja bayangannya tak mampu ia enyahkan. "Za, bisa bantu aku, gak?" ucap Aiman pada Reza saat mereka tengah makan siang. Jam istirahat siang adalah waktu yang paling tepat untuk ngobrol sesama teman kantor. Reza menatap Aiman sekilas, sambil tangan sibuk menyendokkan nasi di piringnya memindahkan ke mulut. "Ada apa, Man?" Reza balik bertanya. "Aku minta bantu kamu, biar bisa kenal sama Zia." Wajah Aiman terlihat ragu. Khawatir Reza tidak bersedia membantunya. "Kamu serius?" Reza meyakinkan Aiman. "Iya, Za. Ada rasa tak mampu, tapi rasa itu tak ingin pergi." Aiman memberanikan diri menumpahkan segala rasa pada Reza tentang perempuan yang ia lihat seminggu lalu. "Aku mau bantuin, asal kamu mau janji!" ucap Reza dengan maksud meminta persetujuan. "Janji apa?""Kalau berhasil deketin dia, jangan pernah ngecewain hatinya!" ucap Reza sungguh-sungguh. Bukan
Read more
Part 5. Kedatangan Ibu
Sudah tiga hari sejak Zia mengetahui perihal Sintia, sikap dinginnya kini terlihat. Berkali-kali Aiman membuka gawainya, berharap deretan pesan penuh perhatian yang biasa Zia kirimkan akan muncul di layar ponselnya. Namun, berkali-kali pula Aiman harus kecewa. Jangankan mengiriminya pesan, pesan Aiman pun Zia balas dengan sangat singkat. Bahkan foto profil WA Zia yang semenjak mereka menikah tak pernah digantinya, kini sudah tak nampak. "Sebenci itukah dirimu padaku?" Batin Aiman bergejolak. Hari yang biasa dilaluinya penuh dengan damai, kini sebaliknya. Rasa bersalah dan takut kehilangan, membuat garis-garis senyum tak lagi terlihat. Drrrttt ... Drrrttt ... Drrrttt .... Getar ponsel yang beradu dengan meja membuyarkan lamunan Aiman. "Assalamu'alaikum, Bu?" sapa Aiman, setelah melihat nomor Sang penelpon. "Wa'alaikumussalaam. Kamu di mana, Man?""Masih di kantor, Bu!""Zia sehat, kan? Ibu pengen ngasih tau, kalau lusa Ibu sama ayahmu mau ke rumah kalian!""Kok—kok mendadak, Bu
Read more
Part 6. Kemalingan
Ibu Ana menoleh menatap Aiman dan Zia bergantian dengan tatapan heran. Perempuan yang masih terlihat cantik di usia lebih dari setengah abad itu, menampakkan wajah heran.Aiman menatap Sang Ibu dengan wajah pias. Degup jantung seakan terhenti. Bayangan Sang Ibu akan mengamuk tergambar jelas. "Apaan, sih? Orang lagi nonton berita juga." Ibu Ana kini tertawa geli. Ternyata Beliau tengah menonton berita kriminal tentang perselingkuhan yang mengakibatkan rumah istri muda dibakar oleh istri tuanya, akibat suami tak mau menceraikan salah satu dari keduanya. Wajah Aiman yang sempat memucat, kini beangsur pulih. Ada rasa geli di hati Zia saat melihat tingkah suaminya barusan. Aiman mengira, Zia telah menceritakan tentang dirinya dan Sintia kepada ibunya. "Ngagetin tau, Bu. Kirain apaan.""Ya sudah, aku mandi dulu, ya, Bu!" ujar Aiman. Ia berusaha meredam keterkejutan yang membuat jantungnya serasa copot. "Sayang! Nanti tanya Ibu lagi aja ya, Abang udah gerah pengen mandi," lanjutnya sambil
Read more
Part 7. Perubahan Sikap
"Tak ada siapa yang merebut siapa, pun tak ada siapa yang memilih siapa. Semua murni jalan takdir. Semua salahku karena tak bisa bertahan lebih lama setelah peristiwa itu." Aiman berusaha membujuk Sintia, bagaimana pun ia tak ingin Sintia menilai buruk Zia yang menurutnya istrinya itu sangat baik. Isakan kecil masih terdengar dari bibir perempuan cantik, berwajah tirus dengan rambut sebahu itu. Dirinya tak terima Aiman membela perempuan lain di hadapannya. "Untuk sementara waktu, bersabarlah. Akan kubujuk Zia agar mau menerimamu untuk tinggal bersamanya." Akhirnya Aiman luluh dan bersedia menyanggupi permintaan Sintia. Namun, ia masih belum tau, entah bagaimana caranya menyampaikan keinginan Sintia pada istrinya. "Makasih, Bang. Akan kutanyakan Tiara teman kantorku. Mungkin dia gak keberatan, jika aku menginap di apartemennya untuk beberapa waktu ke depan."Aiman bisa bernafas lebih lega untuk sementara, walau akhirnya waktu menyesakkan itu akan kembali datang. "Makasih juga, Sin,
Read more
Part 8. Kembali Terluka
Aiman menarik napas panjang, menghembusnya perlahan. Tangannya mengusap pelan wajah Zia "Sintia ingin tinggal bersama kita, Zi!"Mataku Zia sukses terbuka lebar, saat mendengar kalimat terakhir yang Aiman ucap barusan. Ia menggeleng kepala, satu sudut bibirnya terangkat. "Apa sebenarnya yang kalian inginkan? Setelah kalian berhasil menikah diam-diam, kini perempuan itu ingin tinggal bersamaku. Apakah masih kurang luka yang kalian torehkan di hatiku? Apa aku harus memohon pada kalian agar jangan menambah lagi luka di hatiku?"Zia menggigit bibir kuat-kuat, emosinya kembali meninggi, hingga matanya mengembun, mengalirkan bulir-bulir yang menganak sungai di pipi, bermuara di pangkuannya. Aiman menangkupkan kedua tangannya di pipi istrinya. Namun dengan cepat Zia menepisnya. "Abang juga tak menginginkan ini, Zi. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Demi keamanan Sintia juga.""Kebaikan bagi kita semua?" Zia tersenyum sinis, air mata tak henti membanjiri pipinya. "Ini untuk kebaikan kalian
Read more
Part 9. Kedatangan Sintia
Mata Zia melebar saat menatap pemandangan yang tak pernah ia harapkan terjadi. Bahkan mimpi pun ia tak pernah mengira, jika pernikahannya akhirnya akan berakhir sesakit ini. Perempuan itu berdiri membelakangi pintu rumah. Rambut sebahunya tergerai, dengan kaos tangan pendak hitam dan celana jeans panjang berwarna senada, membuat kulit putihnya terlihat kontras. Tangannya menenteng satu koper berukuran cukup besar, serta tas kecil tersangkut di bahunya. "Apa yang membuatmu tega melakukan hal itu?" Zia bertanya pada perempuan dengan tinggi badan sekitar 165 sentimeter yang tengah berdiri di hadapannya itu. Susah payah ia tahan gejolak yang berusaha menguap. Perempuan itu memutar badannya hingga membuat tatapan mereka bertemu. "Aku mencintainya!" ucapnya, dengan tangan bersedekap di dada. Tak ada gurat sesal di wajahnya. "Apa aku pernah menyakitimu, hingga kau tega melakukan ini padaku?" Zia menatap kososong deretan pot tanaman hias di halaman depan. "Kau tak pernah menyakitiku. Kau
Read more
Part 10. Tak Ingin Lebih Sakit Lagi
"Layanilah perempuan itu dengan baik, aku tak akan melarangnya, karena memang seharusnya begitu."Aiman kembali memejamkan mata, sambil menarik napas dalam. Ia tak ingin memilih, ia hanya ingin hidup tenang dengan merangkul keduanya secara bersamaan. "Jangan berkata begitu, Zi. Abang tau Abang salah, tapi jangan menghukum Abang dengan kata-kata seperti ucapanmu barusan. Abang sungguh sangat mencintaimu!""Bukankah terkadang cinta memang tak harus memiliki?" lirih Zia pelan. "Berusahalah menerima, Zi! Abang akan berusaha untuk adil." Aiman menatap kosong meja rias di hadapannya. "Aku hanya tak ingin lebih sakit lagi!"Seketika Aiman beralih menatapnya tajam, "Kau cukup paham tentang ini, Zi, bersabarlah! Abang mohon. Jika bisa memilih, Abang lebih memilih tak pernah dipertemukan lagi dengan Sintia, tapi Abang bisa apa?""Jangan pernah mengira, seseorang dengan didikan pesantren akan berubah menjadi malaikat! Aku masih manusia biasa, yang bisa merasakan sakit hati dan kecewa," ucap Zi
Read more
DMCA.com Protection Status