Bismillahmu Bukan Untuk Aku

Bismillahmu Bukan Untuk Aku

Oleh:  Yuniar Putri  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
12Bab
646Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Faranisa Cantika adalah seorang perempuan yang ulet dan cerdas. Sesuai makna namanya, Faranisa memiliki karakter kuat sebagai perempuan yang terampil. Perempuan yang biasa dipanggil Nisa itu juga merupakan gadis yang selalu riang. Namun, kehidupannya mendadak jungkir balik ketika ia mulai menaruh rasa pada salah satu rekan kerjanya, Ahmad Tarek Bahrudin Mahadi. Berada di lingkungan kerja baru merupakan tantangan buat Nisa. Ia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan pondok pesantren yang benar-benar asing untuknya. Nisa lahir dan besar dalam keluaga yang tak terlalu keras dalam hal spritual. Memang ketika setelah lulus sekolah dasar, ia sempat masuk Madrasah Tsanawiyah, namun tentu saja lingkungan pondok sangat berbeda. Apalagi Nisa saat ini menjadi guru, tentu saja ia harus mampu menjadi referensi sosial untuk muridnya. Kehidupan Nisa yang berat mendapat hawa segar ketika ia menyadari pesona seorang lelaki berkacamata yang biasa disapa dengan Kang Bahrudin. Lelaki itu berparas manis, cerdas, dan sangat humoris. Sayangnya kisah cinta Nisa tak semudah drama Korea. Ia harus melewati banyak hal untuk mengetuk pintu hati lelaki dambaannya. Intrik, fitnah, dan air mata akan mewarnai sepak terjang Nisa dalam memperjuangkan perasaannya terhadap Bahrudin. Sementara Bahrudin seperti batu yang keras, tak bergerak dan terkikis sedikitpun oleh perjuangan Nisa. Ia bahkan cenderung anti pati terhadap Nisa.

Lihat lebih banyak
Bismillahmu Bukan Untuk Aku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
affansniper
ceritanya bagus
2022-11-23 21:22:47
1
12 Bab
Desas-Desus
"Pelakor!" Air bening meluncur lancar dari mulut botol, mendarat tepat di atas kepala Nisa. Sementara perempuan itu hanya mampu memejamkan mata erat-erat, menahan air agar tak masuk matanya sekaligus rasa malu. Semua manusia yang ada di ruang itu tampak membisu, mereka adalah penonton setia drama yang sudah berlangsung selama 30 menit itu. Tak ada yang membela Nisa termasuk Ardan, lelaki yang membuatnya dibenci banyak orang di kantor. Nisa merutuk dalam hati, ia menyesal menceritakan kekagumannya terhadap Ardan kepada Naysila. "Saya nggak pernah merebut apapun dari siapapun!" Nisa membuka matanya lebar-lebar. Ia merasa penindasan ini harus dilawan. Ia harus bertahan di tempat itu jika ingin membantu orangtuanya menyelesaikan hutang piutang. Ridha berkacak pinggang. Ia adalah penyiram air mineral di atas kepala Nisa. Nisa tahu sejak awal Ridha kurang menyukainya, sebab Nisa mendapat murid les lebih banyak sedari pertama masuk kerja di Lembaga Bimbingan Belajar itu. Ridha dengan gala
Baca selengkapnya
Perasaan Tak Pernah Salah!
Ardan menunduk dalam, begitu pula dengan Nisa yang duduk tepat di sampingnya. Ini tak adil! Batin Nisa. Mengapa hanya Ardan dan dirinya yang "disidang" oleh Bu Atnaya, pemilik LBB? Memangnya mereka sudah melakukan apa sampai diperlakukan begini?"Saya sudah dengar kronologi ceritanya dari anak-anak." Atnaya memulai obrolan. Nisa sudah menduga bahwa pada akhirnya cerita soal dirinya dan masalah kemarin sampai di telinga Atnaya. Perempuan setengah baya itu sangat kapitalis, tapi baik hati. Nisa berharap hatinya yang baik masih bersedia mengendalikan otaknya, agar Nisa tak sampai dipecat! Atnaya berdehem. Ia paham bahwa kedua pegawainya itu tak akan berani membenarkan pernyataannya barusan. Bu Atnaya kembali membuka mulutnya, "Pak Ardan, mengapa kemarin anda hanya diam saja melihat pembullyan terjadi di tempat pendidikan seperti ini?" Ardan hanya membisu. Ia tak tahu harus menjawab apa. Hatinya dipenuhi kebimbangan, apabila dia membela Nisa mungkin kejadiaannya tak akan separah kemarin
Baca selengkapnya
Tempat Kerja Baru
Nisa berjalan di pekarangan luas. Lalu lalang anak-anak usia remaja tak membuat dirinya terdistraksi, tujuannya hanya satu: sebuah ruangan di belakang masjid. Nisa merapikan kerudungnya sebelum memasuki ruangan itu. Ia melangkah pelan sambil mengucap salam dan mengetuk pintu. Seorang lelaki bertubuh gempal keluar dari ruangan kecil di dalam ruang itu dengan senyum mengembang di bibirnya, membuat pipinya juga semakin membesar. "Waalaikumsalam. Monggo monggo." Ucap lelaki itu dengan ramah, mempersilahkan Nisa masuk ke ruangan yang memiliki banyak sekali kursi dan bangku, dengan buku dan catatan yang bertumpuk-tumpuk di meja. Nisa berjalan sembari sedikit membungkukkan badan sebagai sikap hormat. Si Lelaki mengawasi seluruh ruang, mencari tempat duduk yang paling nyaman. Ia sendiri kebingungan, akhirnya menawarkan kepada Nisa untuk duduk di ruang sebelah. Nisa mengiyakan saja penawaran si Lelaki. Nisa duduk di kursi kayu yang ditata membentuk huruf L, terlihat tua namun sepertinya te
Baca selengkapnya
Mengenalmu
Nisa berjalan pelan memasuki ruang guru. Jumat lalu ia telah berkunjung ke situ, namun tetap saja nuansanya agak berbeda sekarang. Ketika ia memasuki gerbang, sambutan yang didapat adalah tatapan bertanya siswa-siswi. Tubuh mereka terbalut baju muslim dengan bawahan sarung, mereka tak memakai sepatu dan kaus kaki melainkan sandal biasa. Beberapa siswi memberanikan diri menyapa Nisa dengan senyum dan kebanyakan malu-malu hanya berbisik sambil melihat Nisa. Nisa duduk di salah satu bangku guru yang kosong, lengang tanpa ada satupun tumpukan buku. Ia menarik napas panjang kemudian mengembuskan perlahan. Ah! Hari pertama bekerja benar-benar mendebarkan. Apa yang harus ia katakan kepada rekan kerja barunya? Apa ia bisa cepat akrab dengan rekan kerjanya? ***Semua kalimat yang telah Nisa rancang lenyap seketika saat berhadapan dengan rekan-rekan kerjanya secara langsung. Mereka justru yang aktif bertanya kepada Nisa. Saran Ardan kemarin sore tak ada yang Nisa terapkan. "Bu Nisa sudah ada
Baca selengkapnya
Apakah Itu Cinta?
"Cinta itu bagaikan jamur ya tumbuh di tempat-tempat yang lembap." Ridha berucap agak nyaring dengan sengaja. Nisa sadar bahwa ucapan itu ditujukan untuk dirinya. Ia hanya bungkam sambil membereskan buku-buku yang berserakan di meja. Nisa hanya meyakini bahwa dirinya tak bersalah!"Dari mata turun ke dada, dari dada turun ke anu. Upsss." Ridha makin bersemangat dalam memancing amarah Nisa. Nisa tetap bungkam, selama namanya tidak disebut berarti perkataan Ridha tidak ditujukan untuknya. Nita yang memiliki kursi berdekatan dengan Nisa, hanya mampu memandang Nisa kasian. Ia tentu saja tak ingin melihat Nisa dipojokkan seperti itu, tapi masalahnya adalah Nisa memang salah. Saat akan keluar dari kantor gawai Nisa berdering dengan keras yang membuat seisi ruang terdiam, menunggu tindakan Nisa selanjutnya. Nisa menatap gawai yang tergeletak di atas meja. Nama Ardan tertera di layar gawai. Nisa tanpa sungkan menerima panggilan itu. "Assalamualaikum." Terdengar suara di seberang sana. "Waa
Baca selengkapnya
Obrolan di Siang Bolong
Nisa menelan ludah saat menyadari bahwa di ruang guru hanya ada dirinya dan Bahrudin. Lelaki itu sedang sibuk di depan komputer, tepat di seberang tempat Nisa duduk namun agak jauh menyerong ke timur. Meski begitu, Nisa bisa melihat dengan jelas wajah lelaki itu, pun sebaliknya. Nisa sedang tak ingin mengobrol karena suasana hatinya sedang buruk gegara pertemuannya dengan Ardan tiga hari lalu. Semenjak hari itu, Nisa tak membalas pesan Ardan lagi. Dia merasa dongkol, ia sendiri tak paham apa penyebab kekesalan hatinya itu. "Ardan terlihat baik-baik saja meski tanpa kabar dariku," Nisa sibuk berbicara dengan dirinya sendiri. "Bu Nisa sudah nggak ada jadwal mengajar?" Suara berat itu terdengar agak datar namun berusaha menyisipkan nada ramah. "Oh masih Kang. Nanti jam terakhir." Nisa tergelagap, menjawab dengan cepat. Ia bersyukur Bahrudin berinisiatif memecahkan keheningan terlebih dahulu, sebelum pikiran Nisa melayang kemanapun ia suka. "Oh saya kira sudah nggak ada. Kalau memang
Baca selengkapnya
Cuci Mata
Nisa menenteng tas belanjaan transparan yang berisi flatshoes dan beberapa hijab berwarna kalem. Santi berjalan mengiringi Nisa sambil melihat-lihat beberapa pakaian yang terjajar rapi. Santi berceloteh ria menyeritakan tempat kerja barunya, sedangkan Nisa terlihat tidak fokus karena sedang memainkan gawai. Berulang kali ia membuka aplikasi WhatsApp, memastikan tidak ada chat yang masuk dari Ardan. Nisa bertanya-tanya sedang apa Ardan saat ini, sehingga dia tidak berkirim pesan dengan Nisa. Semesta memang terlampau baik pada Nisa, baru saja ia mempertanyakan keberadaan Ardan, ternyata Ardan sedang berjalan dari arah yang berlawanan, agak jauh namun Nisa sangat hapal dengan perawakan Ardan. Nisa terlihat sumringah, lupa dengan keberadaan Santi. Nisa tak menyangka Ardan menyusulnya kemari. Nisa tak merasa heran jika Ardan tahu keberadaannya, sebab akses akun google Nisa juga bisa diakses oleh Ardan. Mungkin saja Ardan mengecek histori Google Maps Nisa sehingga dapat menemukan keberadaa
Baca selengkapnya
Keanehan Nisa
Santi menyerahkan helm kepada Nisa. Mereka sama-sama saling diam. Santi sibuk dengan praduganya, sedangkan pikiran Nisa dipenuhi oleh Ardan dan istrinya. Sepertinya lebih baik memang Nisa tak usah berhubungan dengan Ardan lagi. Jangan sampai ia merusak pagar ayu yang sudah terjalin.Terlebih saat Nisa mengingat kembali wajah anak Ardan, ia jadi teringat dengan Devi dan anaknya, cerita rumah tangganya, serta kemalangan hidup yang harus mereka lalui karena peristiwa perselingkuhan. "Aku mau ngomong sama kamu Nis, mau mampir ke kedaiku dulu nggak?" Santi bertanya hati-hati. Nisa segera mengangguk setuju. Ia butuh teman bercerita saat ini. Santi pasti bisa mengerti kan bagaimana posisi Nisa saat ini? *Santi dan Nisa sama sekali tak bercakap-cakap saat berada di atas motor. Mereka masih saja terlipat oleh pikiran masing-masing. Ketika Santi memarkir motor di belakang kedai, Nisa segera masuk ke kedai untuk memesan beberapa makanan dan minuman, kemudian mencari tempat duduk yang berada d
Baca selengkapnya
Pengakuan Nisa
Nisa mengelus tengkuknya yang tertutup jilbab. Santi berusaha mengalihkan pandangan. Santi hapal betul kebiasaan Nisa ketika sedang menyembunyikan suatu hal atau saat sedang berbohong: mengelus tengkuk. Nisa berdehem. "Aku hubungi Kang Bahru dulu ya. Biar segera jemput Hanum." Nisa menggigit bibir sekilas, kemudian segera mengalihkan topik pembicaraan. Dengan kaku, ia meraih gawai di dalam tas, kemudian pura-pura fokus mencari kontak Bahrudin. Nisa menelepon Bahrudin. Sudah tersambung namun tak kunjung diangkat. Nisa tak menyerah, ia mencoba menghubungi Bahru lagi sebanyak beberapa kali. Hingga pada upaya ke lima barulah Bahru mengangkat telepon."Assalamualaikum, Kang Bahru." Nisa membuka obrolan."Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ada apa Ibu Nisa?" Suara Bahru terdengar menenangkan: berat dan santun. "Ini Kang Bahru, saya ketemu dengan Hanum." Nisa berucap perlahan, sangat kontras dengan nada suaranya saat berdebat dengan Santi barusan. "Oh ya! Di mana Bu?" Bahru terden
Baca selengkapnya
Ardan dan Reta
"Sayang, tolong kamu tungguin Adam sebentar ya. Aku mau mandi." Reta menghampiri Ardan yang sedang asyik menonton televisi. Ardan mengangguk, berangsur menghampiri Reta kemudian mencium puncak kepalanya. "Adam sudah tidur?" Ardan bertanya. "Iya. Barusan saja tidur." Reta memeluk tubuh Ardan dengan manja. "Terima kasih ya, sayang. Kamu sudah jadi ibu dan istri yang baik banget." Ardan membalas pelukan Reta, sekali lagi mencium puncak kepalanya. Ardan selalu merasa nyaman ketika bersama Reta, tapi jauh di lubuk hatinya ia juga merindukan Nisa. Apa kabar perempuan itu? Sudah satu pekan semenjak pertemuan mereka di mall, Nisa sudah tak pernah menghubungi Ardan lagi. Bahkan pesan Ardan kepada Nisa tak ada yang terbalas, satupun. "Sudah ah aku mau mandi dulu." Reta berusaha membebaskan dirinya dari Ardan. Ardan masih mempertahankan senyumnya ketika menatap punggung Reta. Ia sendiri membalikkan badan menuju kamar Adam, putra mereka. *Ardan terlihat riang saat Reta sudah memasuki kamar
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status