Perlakuan buruk dan bejad dari masa lalu, membuat Hana mengalami trauma. Sosok tersangka yang seharusnya bertanggung jawab atas apa yang menimpanya, seolah tak mengingat akan hal itu. Si berengsek yang justru membawanya masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya.
Lihat lebih banyakI can’t help but look around me as I run down the abandoned street. My canvas clad feet smacking harshly against the dirt road with my increasing stride. The early morning sun making it easy to see as the darkness lifts. My breathing became deafening as I continue to tire. I need to push on they need the medicine.
You’re not going to make it, the fever will kill all those effected all because you weren’t quick enough. That’s why they abandoned you the first time, isn’t it? You weren’t quick enough, It’s all your fault they left you. My subconscious speaks like I am a five year old in need of a scolding.
My uneven breathing grows harsh as my throat closes up with memories rushing back from my subconscious’ taunting. My fingers automatically go to the left side of my forehead to trace the ridge of the scar to its end just below my right eye.
Why is it whenever I’m alone I always end up drowning in the torment created by my own mind? Come on Bailey, you just have to get the medicine back to the others.
I start thinking about the group I am currently with. Sure they were nice but they mainly have children that survived the carnage. They almost always need me to go on supply runs but I can’t help myself from thinking they just want to get rid of me.
Imagine all the things they say behind your back, being branded with the shame of failure and rejection is the best thing that will ever happened to you. That scar warns others away from you. The disgust and the suspicion, it’s all clear on their faces. My subconscious cackles, delighted by their obvious disgust.
No! They don’t look at me like that, do they? I have to distract myself. Maybe if I look at the buildings.
The abandoned buildings around me were trashed when the apocalypse started. I remember when the first outbreak was reported, the infected were ripping people’s throats out. I always thought the apocalypse would have been caused by zombies but it’s not. Get this, the apocalypse started because of vampires and not the twilight kind of vampires. No these vampires don’t have glittery skin or look even remotely attractive. These vampires have rotten skin from the lack of food and their eyes are black bottomless pits. These monsters can go out in the sun without the fear of their skin burning. Their nails look like thick wires protruding from their fingertips reminding me of barbed wire. It is terrifying. I don’t ever want to get caught in the middle of a pack of them. I have seen it happen. I shudder from the atrocious memory, that’s not something I want to see ever again.
I knew I was nearing the compound due to the buildings having a stronger structure with more stability than the rubble around them and I knew I was nearly at the compound. I draw closer only to notice the screams and the sound of gunshots in the distance, my breath hitches as I sprint towards the wailing. How could this happen? The groups on patrol are excellent at spotting threats. Have they been attacked by another group? Is it those monsters? Have they been overrun?
My thoughts intensify as I stumble along the dirt road as fast as I can.
I have to help them! I need to help them!
What and risk your own life? You’re too cowardly to consider that. My appalled subconscious spat.
They helped me when I was lost. I need to be able to help them when they need it.
The only reason they help you is because they need some mindless drone to do all their bidding. Think back do they ever try to make you feel comfortable? What do they want from you, that doesn’t involve you running around. Don’t be stupid abandon them! My subconscious all but screams at me as I continue towards the compound.
No, they don’t ask me for anything but errands but I don’t care! They took me in, they could have left me to those monsters and I would never have survived but they didn’t so I’m not going to abandon them.
You’re such a little bitch whimpering, waiting, hoping to save them. Bailey they aren’t making it out alive! Now turn around and leave! The presence in my head increases until a dull ache appears, I grip my head as I continue to run.
Stop please! Please stop I’m going to help them!
Fine if you want to die, please continue on the path you’ve chosen! The ache disappears and my subconscious with it.
Aku memejamkan mata karena merasa ngeri dengan sesosok tubuh yang sedang berada diatasku kini. Tanganku berusaha meraih tangan pria yang tengah mabuk ini. Namun, dia justru mencengkeram kedua pergelangan tanganku lalu membawa ke atas kepalaku. Tubuhku yang terbaring di ranjang berusaha meronta dengan sekuat tenaga.Pria yang sedang di selimuti nafsu binatangnya, tanpa ampun melucuti apa yang melekat di tubuhku dengan kasar. Suara tangis dan rintihanku tak dia hiraukan. Dia malah semakin gencar menjamah setiap inchi tubuhku dengan nafas yang terus memburu.Aku memekik kala sesuatu memaksa masuk di bawah sana. Tubuhku gemetar dengan air mata yang meluncur membasahi kedua pipi. Tidak merasa tergangu dengan suara tangisanku, dia terus saja menggerakan tubuhnya dan semakin cepat.Setelah melepaskan hasrat dengan meledakan sesuatu yang terasa hangat di tubuhku, pria itu nampak tersenyum puas. Senyum yang selama ini aku sukai darinya tapi kini terlihat begitu menjijika
Pov NarendraAku duduk berlutut di gundukan tanah basah yang diatasnya bertabur bunga menebarkan aroma wangi. Rangkaian bunga mawar dan lili putih yang kuletakkan di atas nisan bertuliskan Mutiara Candra.Sudah empat puluh hari hari wanita yang begitu berarti dalam hidupku itu pergi untuk selamanya. Secanggih apapun teknologi kedokteran tetap tidak bisa menolong istriku. Dia pergi membawa separuh nyawaku. Hampir setiap hari aku menyambangi tempat peristirahatan terakhir wanitaku.Melepas kacamata hitam yang membingkai wajahku, mataku kembali memanas melihat pusaran Tiara. Kulantunkan doa untuknya dengan dada yang terasa sesak. Dia sahabat kecilku dan juga cinta pertamaku, meski aku tau cintaku bertepuk sebelah tangan.Aku tau dia masih begitu mencintai kekasihnya. Pria yang lebih dulu berpulang akibat kecelakaan beberapa waktu silam. Membuat Tiara sempat depresi. Aku sebagai sahabat justru membawanya semakin terburuk, tengelam dalam dunia malam."H
"Dih, nggak nyangka, ya. Pelakor rupanya.""Pantesan aku sering liat dia naik ke lantai tujuh. Banyak karyawan yang menyaksikan, lho. Beberapa kali melihat dia satu mobil sama Pak Narendra."Padahal masih cantikan juga istrinya, ya? Mungkin pake pelet.""Aku malah dapat foto mereka lagi makan berdua di cafe luar kota dari grup watshap.""Serius?! Coba lihat.""Eh, ya ampun, beneran ini ...."Aku meneguk air mineral. Seolah ada yang mengganjal dikerongkonganku. Seperti bom waktu, akhirnya meledak juga setelah kepulanganku dan Narendra kemarin lusa.Kasak kusuk itu terus mengikuti kemana langkahku saat ini. Hampir semua orang menyalahkan dan memberikan nyiyiran, bahkan hujatan padaku. Lebih mirisnya lagi mereka membawa dan menyeret keluargaku untuk ikut di hakimi."Sebenarnya aku juga penasaran dengan gosip yang beredar. Jangan hanya diam saja. Berikan klarifikasi, Hana." Bang Choky yang biasanya tak perduli dengan gosip ap
Pov NarendraAku mengajak Hana keluar kota untuk keperluan bisnis Cafe yang aku geluti sejak keluar dari bangku kuliah. Jauh sebelum bergabung di Bagaskara grup.Dulu aku menjual mobil untuk memulai bisnis, meski banyak kendala yang harus aku hadapi. Tapi aku bersyukur apa yang kulakukan kini membuahkan hasil.Aku sudah memiliki banyak cabang, di berbagai kota. Setidaknya aku bisa membuktikan pada Papa dan semua orang bahwa aku tidak hanya mengandalkan Bagaskara grup. Aku bisa berkembang serta besar di bidang dan jalanku sendiri.Saat meraih tangan Hana untuk ku gandeng, aku tau istriku itu kaget dengan apa yang aku lakukan. Tapi dia sama sekali tidak menolak atau mungkin menampik tanganku.Memperkenalkan Hana sebagai istriku. Aku tak perduli dengan pandangan karyawan yang seolah menilai wanita dengan balutan kaos lengan panjang dan celana jins yang tetap menebar senyum manisnya. Meski aku tau Hana merasa kurang nyaman, tapi aku terus menggengam tang
Ibu Sarah, psikolog yang menanganiku. Kuakui beliau sangat membantu menghilangkan traumaku itu. Meski Bu Sarah kerap berkata, keinginan dan dorongan kuat dari diriku sendiri lah yang akan membantu progress signifikan pada penyembuhanku.Namun, aku tetap sangat berterima kasih pada beliau, atas tugas terapi yang kerap beliau beri padaku. Terbukti rasa takutku yang berlebihan saat berdekatan dengan Narendra, kurasakan perlahan mulai menghilang.Mobil yang aku tumpangi meluncur dijalan tol menuju luar kota. Suasana di mobil lebih banyak hening, karena kami hanya berbicara seperlunya. Narendra tepatnya yang lebih dulu membuka obrolan, sedangkan aku hanya menjawab saja. Melihat kearah jendela dan melihat pemandangan diluar adalah pengalihan rasa gugupku.Turun dari Mobil dan saat memasuki Cafe, aku kaget saat tiba-tiba Narendra meraih tanganku dan menggengamnya. Aku meliriknya sekilas lalu tertunduk dengan tersipu. Meski begitu aku bisa menerima dan tak memberontak a
Aku duduk diruang tunggu poli psikologi. Aku membuat jadwal konseling di jam istirahat kerjaku. Jarak antara kantor dan Rumah sakit tempat kini aku berada memang tidak terlalu jauh.Untung saja Ibu Sarah baik sekali, bersedia memberikan waktu jam makan siangnya untukku. Memasuki ruang poli saat perawat berseragam putih hijau itu memanggil, aku menduduki kursi nyaman yang diperuntukan untuk para pasien yang berkunjung kesini.Kepada Ibu Sarah aku menceritakan kejadian saat aku berada didapur beberapa malam lalu bersama Narendra. Serta kejadian semalam saat pria itu tidur seranjang denganku meski tak terjadi apapun. Tapi rasa takut itu masih saja menghantuiku. Meski kadarnya mulai berkurang sedikit.Aku meminta terapi agar mau dan mampu menatap mata Narendra. Pelaku pelecehan yang menciptakan trauma pada diriku. Ibu Sarah memuji bagaimana pengendalian diriku yang menurutnya cukup baik. Masih mau menerima pelukan Narenda walau respon fisikku belum menunjukan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen