LOGINSetelah acara pernikahan, Arga dan Nindya pun akhirnya pergi ke rumah baru mereka yang diberikan oleh Prasetyo sebagai hadiah pernikahan mereka.
Rumah yang terlihat megah dan mewah di mata Nindya. Tapi kata mertuanya itu rumah minimalis biasa? Ck dasar orang kaya. Bahkan rumah Nindya saja belum da seujung kuku rumah megah nan mewah ini. Dan yang mengesalkan bagi Nindya kata-kata dari Gunawan, pengacara tuan Prasetyo. "Rumah itu hanya seharga 5 milliar dolar amerika" Wtf? Hanya dia bilang? Hanya? Bahkan jika disuruh untuk mengganti sekua pembayaran dengan seluruh orgn tubuh Nindya, harga semua organ tubuh Nindya tidak akan mampu menutupinya. Dasar orang-orang kaya, Nindya merasa tidak pantas berada di sini jadinya. "Apa lagi yang kau tunggu? Ini sudah malam, jika kau sakit karena angin malam, ayahku akan menyalahkan aku." Ketus Arga yang sudah membuka pintu, ia menatap Nindya dengan datar lalu berjalan meninggalkan Nindya sendirian di sana. "Apa dia saudara kembar dengan tembok? Datar sekali" batin Nindya sebelum mengangguk dan mengikuti Arga dari belakang. Setiap ruangan yang Nindya lewati berhasil membuat Nindya tidak berhenti berdecak kagum. Ia berharap di masa depan ia bisa memberikan ayahnya rumah yang sama indahnya seperti ini. Ah andai saja itu bukan sekedar harapan, dan benar-benar terjadi. Dughh Tiba-tiba saja Arga berhenti melangkah, dan itu membuat Nindya menabrak punggung kokoh pria yang kini sudah menjadi suaminya itu. Tunggu? Suami? Ah tidak menyangka Nindya sekarang sudah resmi menjadi istri dari orang sombong seperti Arga. "M-maaf.." ucap Nindya tertunduk, kenapa pria itu menatapnya tajam seperti ingin membunuhnya? Itu benar-benar membuat Nindya ingin mencolok kedua biji mata Arga dengan pisau. Jadi, siapa sebenarnya yang psychopath di antara mereka berdua? "Ini kamar kita..." Ujar Arga lalu kembali berjalan memasuki sebuah ruangan yang di sebut oleh Arga kamar kita. Tunggu, kamar kita? Itu artinya.... Nindya menggelengkan kepalanya cepat, semoga saja itu tidak seperti yang sedang ia pikirkan sekarang. Lagi, tanpa banyak bicara Nindya hanya mengikuti langkah kaki Arga memasuki kamar itu. "Hm, Arga, apa tidak ada kamar lai--" Plakkkk Belum selesai Nindya menuntaskan perkataannya, tiba-tiba saja Arga sudah memberikan sebuah tamparan yang sangat keras di pipi Nindya. Nindya tertunduk sambil tangannya memegang pipi yang terasa perih dan panas akibat tamparan itu. Apa salah dia? "Aghhh" Belum sempat Nindya menanyakan salahnya pada Arga, Arga sudah menarik rambut wanita itu kasar, sampai Nindya merasa perih di kulit kepalanya dan berteriak kesakitan. "Wanita murahan, berapa uang yang kau inginkan hah?!", Bentak Arga pada Nindya, ia benar-benar melampiaskan amarahnya yang ia pendam sendiri selama ini, dendam nya atas perjodohan yang menurutnya bodoh ini. Dan bagi Arga ini baru saja permulaan. Bukan inti, tapi Nindya sudah merasa ingin kabur saja saat ini. Nindya tidak menjawab, ia hanya menangis kesakitan. Apa yang harus ia katakan? Dia kan memang untuk membayar hutang ayahnya. "Oh, mari kita lakukan seperti wanita penghibur kebanyakan..." Setelah berkata demikian, Arga melempar Nindya ke kasurnya, ia menatap Nindya dengan seringainya sambil melepas tuxedo dan dasinya. "K-arga, aku mohon..." Apa yang akan Arga lakukan padanya? Semoga ada tamu yang datang dan menolongnya saat ini. Ya, semoga saja begitu. Bruk Tiba-tiba saja Arga menindih Nindya dan langsung menyerang bibir Nindya kasar. Nindya yang mendapat serangan kasar itu menutup bibirnya rapat, tidak memberikan akses untuk Arga. Nindya berfikir tidak untuk ini, bahkan ia berharap berada di kamar yang berbeda dengan Arga. "Ouhhh hikkkss.." Merasakan Nindya tidak mau membuka mulutnya, akhirnya Arga menggigit bibir wanita itu sampai terbuka, Nindya merasakan sakit dan perih di bibirnya. Ia dapat rasakan bibirnya mengeluarkan cairan berwarna asin, tentu itu adalah darah yang keluar dari bibirnya yang di gigit kuat oleh Arga. Dan malam ini, adalah malam yang sangat menyakitkan bagi Nindya, Arga benar-benar memperlakukan nya sangat kasar, bahkan di tubuhnya sudah terdapat beberapa lebam karena ulahnya. Bukan, ini bukan bercinta, tetapi ini pemerkosaan. Bahkan setelah Arga mencapai klimaksnya, pria itu sempat membisikan kata-kata yang membuat hati Nindya teriris. "Jalang.." Ya kata-kata itulah yang diberikan oleh Arga pada Nindya. Tidak ada kenikmatan yang ia dapat, hanya kesakitan di tubuhnya dan hatinya karena kata-kata makian yang keluar dari Arga saat menyetubuhinya. . . . . Nindya beralih memunggungi Arga yang nampak memejamkan matanya dengan nafas terengah, Nindya terisak atas penderitaan yang ia terima beberapa menit yang lalu, bahkan keperawanannya di renggut paksa dan kasar oleh pria yang seharusnya memperlakukannya dengan lembut. "Bisakah kau diam?" Tanya Arga saat sebuah isakan lirih keluar dari mulut Nindya, Nindya hanya diam tidak menjawab, ia tidak memperdulikan pria itu lagi. "Ckkk.." Kemudian ia merasakan kasur itu berdenyut dan merasakan bahwa Arga turun dari kasur. "Bangun!" Bentak Arga kaku menarik tangan Nindya kasar. "S-sakit...." Ringis Nindya sambil memegangi tangannya, tapi Arga tidak peduli, ia terus memegang tangan wanita itu kuat lalu menariknya keluar kamar itu. Brughh Bagai manusia yang sangat hina, Arga melempar Nindya keluar kamarnya. "Kau tidak pantas di kamar seperti ini, tempat tidurmu ada di gudang yang berada di dekat dapur" BAMMMM! Setelah berkata demikian, Arga langsung menutup pintu kamar itu kasar, Nindya kembali menangis. "Ayah aku ingin pulang..." Batin Nindya lalu dengan perlahan terbangun, dengan tubuh telanjang dan berjalan tertatih ia berjalan menuruni tangga, rasa perih di kewanitaan nya ia tahan sedemikian rupa. --- Perlahan, Nindya membuka sebuah pintu kayu yang berada di dekat dapur. Ia melihat seisi ruangan itu. Ruangan yang dipenuhi kardus, debu dan sarang laba-laba. Apa ia akan tertidur di tempat seperti ini? Tidak ada pilihan lain, dengan beralaskan kardus bekas, Nindya tertidur, dinginnya lantai dan angin malam menyentuh kulitnya. Ini tentu permulaan, sampai kapan Nindya akan bertahan? Dan sampai kapan Nindya akan menderita? Semoga Arga dapat menerimanya sebelum kesabaran wanita itu habis.Byurrrr Nindya terbangun dari tidurnya saat ia merasakan guyuran air di tubuhnya, ia langsung duduk dengan mengusap wajahnya yang terkena air, ia mendongak dan menemukan Arga dengan memegang sebuah ember di tangannya. "Buatkan aku sarapan" perintah Arga dengan wajah dinginnya, setelah itu ia meninggalkan Nindya begitu saja tanpa berkata apapun lagi. Dengan badan yang masih terasa sakit, Nindya perlahan bangun dari tidurnya, kakinya melangkah untuk keluar gudang itu. Tapi tunggu, Nindya sadar akan sesuatu. "Astaga, aku tidak punya baju, bagaimana ini?" Nindya menggigit bibir bawahnya, bingung dengan keadaan. "Huh, tidak mungkin aku masak dalam keadaan begini? Astaga Nindya, seharusnya kau membawa pakaianmu semalam.." Ya Nindya ingat bahwa setelah resepsi pernikahannya selesai ia langsung dibawa oleh Arga ke rumah pemberian mertuanya ini, tanpa kembali ke rumah untuk mengambil pakaiannya lagi. Mata Nindya melilau ke sekitar, ia mencari sesuatu yang bisa ia gunakan. Tapi tunggu,
Setelah acara pernikahan, Arga dan Nindya pun akhirnya pergi ke rumah baru mereka yang diberikan oleh Prasetyo sebagai hadiah pernikahan mereka.Rumah yang terlihat megah dan mewah di mata Nindya.Tapi kata mertuanya itu rumah minimalis biasa? Ck dasar orang kaya. Bahkan rumah Nindya saja belum da seujung kuku rumah megah nan mewah ini. Dan yang mengesalkan bagi Nindya kata-kata dari Gunawan, pengacara tuan Prasetyo."Rumah itu hanya seharga 5 milliar dolar amerika"Wtf? Hanya dia bilang? Hanya? Bahkan jika disuruh untuk mengganti sekua pembayaran dengan seluruh orgn tubuh Nindya, harga semua organ tubuh Nindya tidak akan mampu menutupinya. Dasar orang-orang kaya, Nindya merasa tidak pantas berada di sini jadinya."Apa lagi yang kau tunggu? Ini sudah malam, jika kau sakit karena angin malam, ayahku akan menyalahkan aku." Ketus Arga yang sudah membuka pintu, ia menatap Nindya dengan datar lalu berjalan meninggalkan Nindya sendirian di sana."Apa dia saudara kembar dengan tembok? Datar
Sekarang tibalah hari itu, hari di mana Arga dan Nindya akan melangsungkan pernikahan mereka.Nindya yang berdiri di depan cermin rias menatap pantulan bayangan dirinya sendiri. Gaun pengantin putih sudah membalut tubuhnya, membuatnya terlihat lebih cantik, anggun, bahkan muaris sempurna sempurna dibandingkan biasanya yang memang sudah cantik. Tapi apa gunanya semua itu kalau hati terasa kosong? Pernikahan yang seharusnya membuat ia berdebar, malah terasa begitu menyesakkan. Entahlah, semua ini terasa seperti candaan pahit dari hidup, lelucon takdir yang sedang mempermainkannya. “Apa pilihan ku ini benar-benar sudah sangat tepat?” gumam Nindya pelan pada bayangan dirinya di kaca.“Kenapa aku malah merasa ragu dan semakin tidak meyakinkan.” Tanyanya lagi, suaranya terdengar gundah. Bahkan, tanpa ia perintah air bening menetes dari matanya. Apa keputusannya kali ini memang sudah benar? Kenapa hatinya malah diliputi rasa takut? "Tuhan… aku berharap semuanya akan baik-baik saja." Ujar
Setelah acara kumpul keluarga, Prasetyo dan Pak Surya sepakat buat ngadain pernikahan mereka awal bulan depan. Jujur, ini kedengarannya terlalu cepat buat Arga dan Nindya yang bahkan baru saja kenal, bukan saling kenal melainkan baru sekali saja bertemu. Tapi mau bagimana lagi? Mereka nggak bisa menolak. Sekeras apa pun mereka nolak, keputusan itu nggak bakal berubah. Lagian, ini lebih ke keputusan Prasetyo. Pak Surya sih sebenarnya cuma ikut kata Prasetyo aja.“Nak Arga, ayo masuk dulu…” tawar Pak Surya waktu Arga sampai di rumah sederhananya yang ada di daerah Jakarta Timur.“Gak usah om, aku di sini aja,” jawab Arga dengan wajahnya yang selalu datar jika datang kerumah ini, tanpa senyuman ramah memberi tanda menghormati calon mertua. Pak Surya cuma senyum kecil sambil menganggukkan kepalanya.Kalau bukan gara-gara ayahnya yang maksa untuk datang dan fitting baju pengantin segala, Arga nggak bakal mau repot jemput cewek ini.Hari ini, dia sama Nindya dijadwalkan buat fitting baju p
"Aku Menerima Perjodohan Itu"Setelah menerima saran yang tidak sengaja keluar dari mulut Bayu, Arga menemui ayahnya, dan langsung mengatakan jika ia menerima perjodohan itu. Prasetyo yang mendengarnya tentu merasa sangat senang, tanpa ia ketahui maksud dan fikiran jahat dari Arga akan menjadi sebuah mala petaka."Apakah itu benar?" Tanya Prasetyo meyakinkan, Arga menganggukkan kepalanya yang sudah merencanakan rencana jahat itu cepat."Wah, terimakasih anak ku, ayah merasa senang jadinya" ujar Prasetyo gembira. Ia langsung memeluk anak semata wayangnya itu erat. Sungguh ia tidak pernah merasa sesenang ini, tanpa di sadari oleh Prasetyo, Arga saat ini tengah tersenyum sinis di balik itu semua. Ia benar benar akan memulai permainannya sendiri, tanpa memikirkan apakah ia akan terjebak di permainan yang di buatnya sendiri atau tidak.Belum terjadi, tidak ada yang tahu apa yang terjadinya nanti, termasuk Arga sendiri.---Setelah hari itu, hari dimana Arga mengatakan di mana ia menerima p
Arga lagi-lagi menghela nafasnya berat, lagi dan lagi. Ayahnya mengungkit pertanyaan yang sama, perihal perjodohan. Hal yang sangat menyebalkan bagi Arga. Sejak Arga mengenalkan Celine pada Prasetyo, ayahnya itu malah menjadi bersemangat untuk menjodohkannya dengan anak dari seorang ketua keamanan di perusahaannya.Arga merasa sangat kesal, sungguh ia tidak suka diatur begini. Apa salahnya Celine? Dia cantik, baik dan hampir mendekati kata sempurna. Belum lagi wanita itu seorang model ternama, ah Arga merasa beruntung memilikinya."Arga! Ayah memang tidak mengerti dengan apa yang kamu mau! Tapi ayah tahu mana yang terbaik dan terburuk untukmu!" marah Prasetyo yang sedang berdiri di ambang pintu. Ia tidak memakai baju, hanya celana selutut, ia mengusap-usap ketiaknya lalu menciumnya. Jika dilihat-lihat, mereka seperti kakak adik saja, karen Prasetyo masih tampan diusia lebih dari setengah abad, ya.. Awet mudanya itu tentu menurun pada anaknya, Arga. Arga tidak menjawab, ia hanya diam







