Desahan yang Didengar Anakku

Desahan yang Didengar Anakku

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-08-30
Oleh:  Miss_PupuTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 Peringkat. 6 Ulasan-ulasan
117Bab
23.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Lestari Hardianti tak pernah menyangka kalau pernikahannya akan hancur oleh orang ketiga. Berkat cerita anaknya ia bisa mengetahui kebohongan Dani Argantara—sang suami. Perjalanan wanita yang kerap disapa Tari dalam mencari keadilan tidaklah mudah. Semua aset telah diambil alih oleh Dani saat dirinya berhasil dilumpuhkan. Sang suami pergi bersama wanita idaman lain, membawa semua aset yang telah direnggut darinya. Tari bukanlah wanita lemah. Dengan bantuan sahabatnya—Bastian, dia akan membuktikan pada mereka yang menyakitinya tentang sebuah penyesalan.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 Cerita Mengejutkan Anakku

"Ma, kasihan ya Papa."

Seketika kedua alisku menaut tatkala mendengar ucapan putri kecilku. Saat ini kami berdua tengah berada di sebuah restaurant amerika kesukaannya. Hari ini libur sekolah, aku pun libur kerja hingga sengaja mengajaknya makan di restaurant untuk quality time.

Namun sayang sekali suamiku tak bisa ikut karena memilih istirahat di rumah. Di waktu yang bersamaan pula aku menghentikan aktivitas mengunyah makanan.

"Kasihan kenapa, Mey?" Karena penasaran, gegas kulayangkan pertanyaan pada putriku—Meysa.

"Memangnya Mama gak pernah dengar saat Papa merintih kesakitan?" Putriku malah berbalik tanya membuatku kian penasaran.

'Ada apa dengan suamiku? Mengapa merintih?' Rasa khawatir seketika menyeruak di dalam dada.

Aku meletakan sendok di atas piring. Aku benar-benar harus menunda makan siang ini sebab ucapan putriku terdengar serius.

"Mey, kenapa dengan Papa? Mama tak pernah dengar apa pun. Mama tidak tahu," tanyaku pada Meysa dengan penuh kekhawatiran.

"Aku sudah beberapa kali mendengar Papa merintih di toilet, Ma. Mungkin Papa kesusahan pups. Tapi pas aku tanya ke Papa, Papa bilang gak kenapa-kenapa. Padahal setiap keluar dari toilet Papa terlihat kelelahan, Ma. Wajah dan pakaian Papa juga kusut." Mesya, putri kecilku yang kini berusia sembilan tahun terlihat sedih tatkala menceritakan kekhawatirannya pada papanya. Bola matanya bahkan nampak berkaca-kaca.

"Ya Tuhan, kenapa ya? Jangan-jangan Papa sakit, Mey." Aku mengusap dada yang isinya berkecamuk resah.

Aku khawatir jika suamiku benar-benar sakit. Pantas saja dia jarang pergi sepulang ngantor. Akhir-akhir ini suamiku lebih sering berdiam diri di rumah. Pikiranku lari kemana-mana. Gegas kuakhiri aktivitas makan siang bersama Meysa. Aku harus segera pulang.

Dengen mengendarai kendaraan roda empat milikku, beberapa menit lagi aku akan sampai di rumah. Sesekali kulirik ke samping. Meysa yang duduk di sampingku terlihat menatapku aneh.

"Kenapa menatap Mama seperti itu, Mey?" Tanyaku pada putriku, sementara tatapanku tetap fokus ke jalan raya.

"Enggak kenapa-kenapa, Ma. Kenapa kita buru-buru pulang? Padahal aku lagi enak-enak makan." Anak polos itu sepertinya tak paham dengan kekhawatiranku.

"Mama harus bawa Papa ke rumah sakit, Mey," jawabku singkat. "Next time kita makan di restaurant lagi ya," sambungku kemudian. Meysa mengangguk. Sepertinya dia memahami jawabanku.

Sementara isi hati terus saja bertanya-tanya. Penyakit apa yang tengah diidap suamiku. Apa suamiku sakit ambeyen? Atau prostat?

Ah, tak mau berpikir terlalu jauh. Setelah kendaraan roda empatku sampai di depan rumah, aku dan Meysa bergegas menuju rumah yang pintu utamanya terkunci.

Ting tong.

Kutekan bell yang menempel di dinding dekat pintu. Cukup lama aku menunggu di depan rumah, hingga setelah sepuluh menit kemudian Santi—pembantu di rumahku membuka pintu.

"Kenapa lama sekali?" tanyaku seraya menelaah pakaian Santi yang kusut serta bagian kancing baju yang tinggi sebelah.

"Ma-maaf, Bu Tari. Sa-saya dari toilet," jawabnya beralasan. Dia memang selalu memanggilku seperti itu.

Tak mau membahas hal yang tidak penting, aku menggandeng Meysa bergegas masuk ke dalam rumah. Tak ada ruangan lain yang dituju selain kamar pribadi. Aku yakin suamiku berada di sana.

Benar saja dugaanku, Mas Dani nampak tertidur dengan tubuh berbalut selimut tebal.

"Mas, kamu kenapa? Kamu sakit?" Kuletakan punggung tangan pada dahinya. Mas Dani langsung mengangguk, padahal dahinya terasa dingin pada punggung tanganku.

"Kita ke dokter ya," ajakku tak mau basa-basi. Namun netraku terasa janggal tatkala melihat spray yang acak-acakan. Seingatku tadi pagi sudah rapi.

"Mas, kok spray acak-acakan?" tanyaku saat Mas Dani mulai bangkit.

"Em... I-iya, Tari. Tadi perut aku sangat sakit. Aku menahannya sambil menarik spray. Ya akhirnya acak-acakan begini," jawab Mas Dani. Kulihat suamiku memegang perut bagian bawah. Sementara dahinya nampak mengerut seperti tengah menahan rasa sakit.

Ya Tuhan, penyakit apa yang diidap suamiku? Tak mau menunda waktu, gegas kubawa Mas Dani ke Dokter. Awalnya suamiku menolak keras dibawa ke Dokter, namun aku memaksa dan dia tak bisa menolak lagi.

"Tari, tolong belikan minum ya. Aku haus," pinta suamiku. Dia sudah duduk di kursi tunggu yang sebentar lagi akan dipanggil ke ruangan pemeriksaan.

"Tapi sebentar lagi masuk ruangan pemeriksaan, Mas," tolakku halus. Bukan tak mau menuruti permintaannya, tapi aku harus memastikan hasil pemeriksaannya.

"Aku haus, Tari! Apa kamu tega membiarkanku dehidrasi?!" Mas Dani terdengar menyentak.

Tak bisa menolak, kuputuskan segera beranjak dari tempat duduk kemudian melangkah dengan cepat menuju mini market di depan rumah sakit untuk memenuhi permintaan Mas Dani.

Entah kenapa hari ini pengunjung mini market nampak membludak hingga membuatku terkena antrian kasir cukup panjang serta memakan waktu yang cukup lama. Padahal yang kubeli hanya dua botol air mineral dan beberapa cemilan saja untuk Mas Dani.

Sekembalinya dari mini market, tak terlihat wajah Mas Dani. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling area, suamiku tak ada dimana-mana. Kemana Mas Dani? Apa dia sudah berada di ruangan pemeriksaan Dokter?

Bersamaan dengan itu, pundakku terasa ditepuk seseorang dari belakang membuatku segera menoleh.

"Mas, kamu dari mana?"

Rupanya Mas Dani sudah berada di belakangku.

"Aku baru saja keluar dari toilet," jawabnya. Mas Dani tampak menurunkan tatapan terlihat menyembunyikan kesedihan.

"Mas, kenapa?" tanyaku lagi.

"Aku telah selesai diperiksa Dokter," jawabnya.

"Lalu, bagaimana hasilnya?" Aku semakin penasaran.

Namun bukannya menjawab, Mas Dani melengos meninggalkanku. Langkahnya terlihat cepat meninggalkanku.

"Mas!"

Bahkan Mas Dani tak menghiraukan panggilanku. Aku gegas membuntuti langkah Mas Dani yang ternyata masuk ke dalam mobil kami.

Setelah kami duduk di dalam mobil, Mas Dani masih menampilkan wajah sendu dan memelas, membuatku kian penasaran.

"Kenapa? Kenapa kamu langsung pergi, Mas?" Tatapanku begitu nanar pada Mas Dani kemudian melanjutkan pertanyaan tadi. "Bagaimana hasil pemeriksaan Dokter?"

Mas Dani kembali diam, kemudian mengangkat wajahnya. "Dokter bilang kalau aku terkena penyakit ginjal, makanya tadi perutku sakit," jelasnya.

"Apa!" Aku terkejut. Apakah ini penyebab Mas Dani sering merintih di toilet. Aku turut sedih mendengar berita menyedihkan ini. Aku sangat menyayangi suamiku. Aku tak mau kehilangan Mas Dani.

"Aku mau lihat bukti hasilnya, Mas." Aku menadahkan telapak tangan, meminta sebuah kertas sebagai bukti.

"Sudah kubuang sebab aku tak mau melihat hasil pemeriksaan itu lagi," elaknya.

Mencoba memahami, aku memutuskan tak lagi membahas penyakit Mas Dani.

***

"Mas, seminggu ini kamu tak usah ke kantor. Biar aku yang urus semuanya. Kamu istrahat saja di rumah sampai benar-benar pulih." Aku mengusap dahi Mas Dani kemudian mengecupnya.

Waktuku tak banyak, aku harus segera pergi ke kantor setelah memastikan Meysa berangkat ke sekolah.

Namun saat diperjalanan, aku harus memutar balik setir kenderaan roda empatku tatkala menyadari kalau ponselku tertinggal di rumah

"Sial!" kesalku sendirian. Waktuku tersita akibat kecerobohan.

Kendaraan roda empat sengaja kuparkir di depan gerbang. Aku melangkah memasuki pekarangan rumah. Kuputar handle pintu yang ternyata tak dikunci. 'Bisa-bisanya Santi seceroboh ini tak mengunci pintu. Bagaimana jika ada orang jahat masuk,' gumamku dalam hati. Sepertinya aku harus menegurnya.

Ketika langkah telah memasuki kamar, tak kutemukan Mas Dani di sana. Padahal harusnya dia istrahat.

"Mas, kamu dimana?"

Tak ada jawaban. Gegas kuambil ponsel yang tertinggal di atas nakas kemudian mencari Mas Dani.

Namun, langkahku terhenti di depan toilet saat mendengar suara desahan dari dalamnya.

"Aahh... Aahhh..." Suara Mas Dani. Itu suara desahan, bukanlah suara rintihan seperti cerita Meysa kala itu.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Yani Yoso
bagus ceritanya
2024-09-10 23:38:19
0
user avatar
lulu nur
saya suka ceritax
2024-08-20 06:04:42
0
user avatar
Muhammad Nasich Ulwan
gas. keren...
2024-06-17 14:51:31
1
user avatar
Muhammad Nasich Ulwan
bagus ceritanya. ditunggu kelanjutannya
2024-06-03 22:00:28
1
user avatar
Akbar Ali
ceritanya menarik, jadi makin penasaran setelah di baca dari bab ke bab, di tunggu lanjutannya miss ......
2024-05-23 21:49:51
1
default avatar
Yati
bagus ceritanya
2024-05-23 19:48:29
1
117 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status