Kristal berharap suatu saat nanti Kai akan balas mencintainya seperti apa yang ia baca di novel roman, tapi nyatanya tidak. Kai berharap ia akan bisa hidup tenang tanpa gangguan Kristal di hidupnya, tapi nyatanya tidak. Dari mereka anak-anak hingga dewasa, Kai melihat Kristal tak lebih dari sekadar gangguan. Hingga akhirnya Kristal menerima perjodohan yang diatur dua keluarga karena alasan balas budi dan Kai menyetujuinya, dengan syarat kalau pernikahan mereka hanya sandiwara. Haruskah Kristal menyerah dan menjalani pernikahan ini sampai ia bosan sendiri? Bisakah Kai membalas perasaan Kristal saat ia mati-matian menolak kehadiran istrinya?
view more“Sebentar…. Di mana pengantinnya?”
Renjana menatap ke sekeliling ballroom tempat resepsi pernikahan sahabatnya tengah berlangsung. Senyum manis terbit di wajahnya, membuat Aiden yang ada di sebelahnya terpana walau Renjana tak mengetahuinya. Tapi senyum itu sirna saat ia menyadari kalau sahabatnya tak ada di mana pun.
“Aku titip Lana dulu ya.” Renjana menoleh pada Aiden yang heran dengan kepanikan istrinya itu. “Aku mau cari Kristal dulu.”
“Oke.” Aiden tahu kalau Renjana saat ini mengkhawatirkan Kristal dan ia pun membiarkannya.
Untungnya Renjana sudah terbiasa memakai stiletto dan gaun sepanjang ini, jadi ia bisa melangkah dengan bebas tanpa perlu khawatir tersandung gaunnya.
Ke mana Kristal? batin Renjana yang mulai khawatir.
“Jana!”
Panggilan itu membuat Renjana menoleh dan mendapati Hafi menghampirinya dengan raut wajah bingung. “Ngapain kamu mondar-mandir?”
Renjana melihat ke sekelilingnya, di mana para tamu berangsur pergi meninggalkan ballroom karena tepat lima menit yang lalu, resepsi telah berakhir. Setelah memastikan posisi mereka jauh dari kerumunan orang, Renjana berbisik pada Hafi.
“Tata hilang.” Renjana menyebut nama sahabatnya dengan panggilan akrab mereka, Tata.
“Hah?” Hafi tak bisa menahan suaranya. Kali ini ia menatap ke sekelilingnya dan mulai melakukan hal yang sejak tadi Renjana lakukan, mencari Kristal. “Tadi bukannya dia duduk di belakang?”
Yang di maksud adalah bagian belakang ballroom yang luasnya sepertiga ballroom tersebut dan berfungsi sebagai ruang istirahat untuk keluarga mempelai jika tak ingin bergabung di ballroom.
“Kupikir juga begitu.” Renjana menggigit bibir bawahnya sebelum kembali melanjutkan, “Tapi pas tadi setelah sesi foto keluarga selesai, dia kelihatan… aneh. Makanya pas dia ke belakang, aku mau ngecek keadaannya tapi Kristal keburu menghilang.”
Hafi menggeleng tak percaya. “Apa ini… karena hubungannya dengan Kai?”
“Mungkin, aku nggak tahu.” Renjana meraih ponsel dari dalam clutch-nya dan menelepon Kristal sambil menatap Hafi yang kini ikut cemas. “Kai juga nggak ada di mana-mana, aku udah nyari-nyari tapi nggak ketemu juga.”
“Dan mereka nggak mungkin pergi bareng.” Hafi tahu kalau tak ada yang baik-baik saja dari hubungan Kai dan Kristal, tapi ia lebih tidak tahu lagi kenapa juga Kristal masih mau menikah dengannya.
“Exactly.” Renjana berdecak tak sabar saat panggilannya tak kunjung diangkat. Sampai akhirnya panggilan itu terputus, Renjana hanya bisa mendesah pelan sambil menatap sahabatnya. “Nggak diangkat sama Tata, Fi.”
“Kuharap dia baik-baik aja… kalau nggak, mungkin aku akan membunuh suaminya itu tanpa ragu.” Hafi memijit pelipisnya, khawatir akan keadaan Kristal. “Kenapa sahabat-sahabatku menikah dengan lelaki yang menolak perasaan mereka mentah-mentah, sih?”
Renjana hanya bisa meringis mendengar gumaman Hafi, tahu kalau apa yang dikatakan Hafi adalah benar. Entah bagaimana ia dan Kristal bisa sama-sama semengenaskan ini.
Yang tidak diketahui Renjana dan Hafi adalah Kristal yang sedari tadi mereka cari, sudah meninggalkan Four Seasons tempat resepsinya digelar.
***
Pengantin mana yang menyetir mobilnya sendiri masih dengan memakai gaun pengantinnya dan air mata yang berderai?
“Cuma aku sepertinya.” Kristal menjawab pertanyaannya sendiri dengan getir. Ia mencoba menghapus air matanya dengan punggung tangan.
“Ah, ada untungnya juga riasan ini waterproof.” Kristal menatap punggung tangannya yang masih tetap bersih, tak ada bekas maskara sedikit pun.
Riasan pengantin yang menggunakan makeup waterproof biasanya dikarenakan adanya tangis haru dan bahagia, bukan tangisan sedih seperti yang ia alami saat ini.
Ponsel yang ia letakkan di dasbor mobilnya kembali berdering. Kristal meliriknya selama beberapa detik kemudian memutuskan untuk tak mengangkatnya. Ia tak akan bisa menahan tangisnya jika menjawab panggilan Renjana saat ini juga.
“Kenapa juga aku menikahi lelaki itu?” gumam Kristal sambil tancap gas saat lampu lalu lintas berubah merah dan ruas jalan yang ia lalui untungnya tak seramai hari kerja.
“Kenapa juga aku menikah dengan orang yang meninggalkanku di resepsi hanya untuk mabuk dan mengenang perempuan lain?”
Kalau ia pikir-pikir, nasibnya saat ini tak terlalu beda dengan Renjana dulu. Yang membedakan adalah ia masih bisa menemukan lelaki yang berstatus suaminya itu dan tidak ada yang menyadari kalau suaminya pergi lebih dulu dari resepsi mereka.
Kalau saja bukan karena Rangga, asisten pribadi Kai, yang memberitahunya kalau ia mengantar tuannya itu ke rumah mereka di Pondok Indah, Kristal tidak akan tahu kalau ia ditinggal sendirian di resepsi pernikahan itu.
Tin!
Kristal mengklakson satpam rumah itu sekali dan pagar langsung terbuka dengan otomatis. Ini ketiga kalinya ia datang ke sini, ke rumah mereka. Rumah yang akan ia dan Kai tempati setelah resmi menyandang status sebagai suami-istri.
“Malam, Bu Kristal.”
Sapaan itu sebenarnya mengejutkan Kristal yang baru turun dari mobilnya. “Malam,” jawabanya dengan kaku. “Kai… gimana keadaannya?”
Kalau ada kompetisi wajah tanpa ekspresi, Kristal tak akan ragu untuk memenangkan Rangga. Karena lelaki itu bahkan tak mengernyitkan kening saat mendapati Kristal masih mengenakan gaun dari Vera Wang.
“Sekarang sudah agak lebih baik, Tuan Kai sudah di kamarnya.”
“Baiklah.” Kristal mengunci mobilnya. “Kamu bisa pulang dan beristirahat. Terima kasih untuk bantuanmu hari ini.”
Tanpa kata-kata, Rangga pamit pada Kristal dan perempuan itu melangkah masuk ke rumah megah yang merupakan rumah pengantin baru yang dipilih secara asal oleh Kai. Mereka tak pernah benar-benar merundingkan rumah seperti apa yang ingin mereka tinggali setelah menikah.
“Kai,” panggil Kristal saat memasuki rumah yang tampak lengang tersebut. Tak ada yang menjawab panggilannya, Kristal akhirnya menuju lantai dua di mana kamar mereka berada.
Dengan lelah, Kristal melepas high heels-nya dan mengangkat gaunnya agar tak tersandung saat menaiki anak tangga. Di lantai dua terdapat kamarnya dan kamar Kai, mereka berdua sepakat untuk tinggal di kamar yang berbeda.
Bukan sepakat sebenarnya, batin Kristal sembari mengingat lagi kesepakatannya dengan Kai. Kai yang lebih dulu mengatakan kalau ‘sebaiknya’ kami menempati kamar yang berbeda untuk menghargai privasi masing-masing.
“Kai,” panggil Kristal lagi sambil mengetuk pintu dengan perlahan. Tak mendapati jawaban dari dalam, Kristal memutuskan untuk membuka pintu kamar Kai dengan perlahan.
Kristal tak menahan dirinya untuk tak menghela napas saat melihat kondisi Kai. Aroma alkohol yang kuat tercium dari tubuh Kai. Kristal pun mendekat, mengamati tubuh Kai yang berbaring di ranjangnya dengan pakaian yang ia kenakan di resepsi pernikahan mereka tadi.
Dari gerakan naik-turun dadanya yang teratur, Kristal tahu kalau Kai saat ini sudah tertidur. Selama di resepsi tadi, ia memang melihat kerap kali Kai meminum wine yang disajikan para pramusaji selama mereka mingle dengan para tamu.
Tapi ia tidak tahu kalau Kai akan membuat dirinya semabuk ini.
“Apa begini caranya kamu menghindari mimpi burukmu yang jadi kenyataan?” Kristal bertanya sedih sambil mengusap kening Kai.
Tahu tak akan ada yang menjawab, Kristal pun keluar dari kamar Kai dan masuk ke kamarnya sendiri yang terletak di sayap kiri lantai dua rumah itu, berseberangan dengan kamar Kai yang ada di sayap kanan.
Sambil melepas gaun pernikahannya, Kristal menatap pantulan dirinya di cermin.
Selamat datang di babak baru kehidupan, Kristal… di pernikahan dengan suami yang memilih untuk mabuk dibanding pulang bersama ke rumah baru kalian.
“Menurut kamu, gimana filmnya?”Kristal menoleh pada Kai dan menatapnya dengan penuh perhitungan. “Kamu mau jawaban jujur atau bohong?”Kai menyeringai. “Jujur dong, Babe.”“Hm….” Kristal mengusap dagunya sembari berpikir. “Alur ceritanya agak membosankan, terlalu sering dijadiin formula film-film sejenis dan nggak ada twist apa-apa.“Perkembangan karakternya juga nol. Padahal film atau buku itu akan bener-bener seperti ‘film dan buku’ ketika karakternya berkembang—menurutku tapi ini, ya.“Kayaknya kalau bukan karena kamu yang ngajak, aku nggak bakal mau nonton, deh.”Kai
Kai menatap istrinya untuk waktu yang lama. Kristal bukannya tidak sadar kalau suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang tengah mengamatinya yang kini sedang memoles wajahnya dengan riasan.“Kenapa, sih, Mas?” Akhirnya Kristal tidak tahan untuk angkat bicara. “Lipstikku menor banget, ya?”Kai tergelak seraya menggeleng. “Nggak, red looks so good on you.”Perempuan yang hari ini mengenakan atasan plisket berwarna biru langit dan midi skirt hitam tersebut menatap Kai dengan curiga. “Terus? Kok ngelihatin aku kayak gitu banget?”“Soalnya kamu cantik.”“Basi, Mas.”Kai kembali tertawa. Kristal yang sudah selesai pun beranjak ke ranjang dan duduk di sa
Kristal menatap deretan buku yang ada di ruang santai di lantai dua. Hari telah beranjak siang saat ia naik ke lantai atas untuk mengambil laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya.Akan tetapi, ia malah terdistraksi oleh rak buku yang penuh dengan buku anak-anak dan buku dongeng di ruang santai. Baru minggu lalu ia dan Kai membeli banyak buku di Gramedia dan Periplus untuk anak mereka.Menunda keinginannya untuk mengambil laptop, Kristal beralih pada ruang santai dan duduk di single sofa yang terletak di depan rak tersebut.Matanya mengamati deretan buku beraneka warna dan beraneka ukuran tersebut memenuhi rak buku mereka. Kristal dan Kai berharap anak mereka nanti akan suka membaca seperti mereka berdua.Kai
“Mas, makan di luar, yuk. Mau nggak?”Hari ini adalah hari Kamis dan hari sudah menjelang sore, saat tiba-tiba Kristal menoleh padanya yang tengah meneliti dokumen untuk ia bawa meeting hari Senin minggu depan.Kristal sendiri baru menyelesaikan pekerjaannya setengah jam yang lalu dan mulai merasa bosan.Sebagai orang yang keluar rumah lima hari dalam seminggu, berada di rumah dari hari Minggu sampai Kamis seperti ini sudah mulai membuatnya jenuh.“Mau.” Kai menjawab tanpa berpikir panjang. “Mau makan di mana, Sayang?”“Pancious?” Kristal meringis karena lagi-lagi nama restoran itulah yang ia pilih. Di kepalanya hanya akan selalu ada dua tempat makan yang akan sudi ia datangi dalam mood apa saja, McDonald’s dan PanciousKai mengacak rambut Kristal dengan gemas. “Boleh.”“Kamu sibuk banget, Mas?” tanya Kristal sambil mendekat pada Kai hingga tubuh mereka bersisian, dan perempuan itu menatap laptop di depan Kai. “Masih banyak nggak kerjaannya?”“Nggak, kok,” jawab Kai untuk dua pertanya
Walau dokter mengatakan biasanya ketika proses kuretase berjalan lancar pasien bisa beraktivitas kembali setelah pulang dari rumah sakit, Kai tetap menganjurkan Kristal untuk beristirahat. Maka di sinilah Kristal, menghabiskan beberapa hari cutinya di rumah.Dalam diam Kai dan Kristal sama-sama sepakat kalau waktu istirahat bukan hanya untuk menyembuhkan diri pasca proses medis tersebut, tapi juga mengistirahatkan mental yang benar-benar lelah.“Kamu nggak ke kantor?” tanya Kristal setelah siang itu mereka tiba di rumah.“Nggak.” Kai menggeleng sambil ikut duduk di sofa, di samping Kristal. “Aku juga cuti.”Kristal mengerutkan keningnya. “Mas, aku nggak apa-apa. Kamu nggak perlu jagain aku 24 jam.”“It’s okay. Kalaupun kamu nggak butuh aku di sini, aku yang butuh kamu, Ta.”Ucapan Kai membuat Kristal terdiam selama beberapa saat. Dengan hati-hati, Kai merengkuh Kristal ke dalam dekapannya.Saat itulah, dari puluhan pelukan yang ia dapat sejak mereka dikabarkan kalau sang calon anak ya
Kristal terbangun karena rasa sakit yang membuat kepalanya juga langsung pusing. Namun, ia menahan diri untuk tidak memanggil siapa pun. Jadi yang ia lakukan hanya berdesis pelan, sepelan mungkin agar Kai tidak terbangun.Kristal bisa merasakan bagaimana Kai tertidur di samping ranjangnya, dengan posisi yang tidak nyaman. Kepalanya terkulai di sisi ranjang yang Kristal tempati dengan kedua tangannya yang menggenggam tangan Kristal.Kristal menelisik ke sekitarnya dan tidak menemukan siapa pun selain Kai. Sebenarnya beberapa jam yang lalu ia sempat terbangun, namun hanya bisa mendengar suara Julia dan Kai yang mengobrol lirih, kemudian ia jatuh tertidur lagi.Kristal mencoba menghela napas dalam-dalam. Tatapannya kini terpaku pada langit-langit kamarnya.“Kak… kok kamu tinggalin Mama sama Papa, sih? Katanya mau ketemu sama Mama sama Papa,” lirihnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Rasanya masih seperti mimpi saat dokter mengatakan padanya kalau janinnya tidak berkembang dan ha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments