Pandangan seluruh peserta rapat pertemuan itu kecuali Malcolm dan Summer mengarah pada Eleanor Morris. Sehingga Gabriel langsung paham siapa sosok di balik kemenangan Winston dalam perang bisnis itu. Gabriel berjalan mendekat pada Eleanor melewati Malcolm yang masih diam memperhatikannya. Eleanor mulai ketakutan menatap Gabriel.
“Siapa namamu?” Gabriel bertanya dengan suara dalam dan rendah. Bulu tengkuk Eleanor sampai meremang dan kakinya mulai dingin. Gabriel terkenal bisa membunuh kapan pun dan siapa pun yang ia inginkan dengan mudah.
Malcolm pun datang menghalangi niat Gabriel yang ingin mengintimidasi Eleanor. Ia berdiri tanpa takut di depan Gabriel sehingga Eleanor bisa berlindung di balik punggungnya.
“Sebaiknya kau pergi saja dari sini, Gabriel. Jangan pernah berpikir untuk mengintimidasi orang-orangku!” Malcolm balas menantang dengan mata menyalak lebar dan raut wajah tegang.
Gabriel mendengus lalu terkekeh mengejek Malcolm yang berani menghadapinya. Ia mengangguk beberapa saat sebelum sedikit menoleh ke arah Knight yang mengangguk padanya.
“Aku bukan orang yang pengasih, Winston. Jika aku sudah menemukan yang aku inginkan, aku akan menghancurkannya.” Mata tajam Gabriel beralih pada Eleanor yang hampir terkena serangan jantung karena takutnya. Berkali-kali ia menelan ludah karena rasa takut yang menyerangnya.
“Aku tidak akan membiarkan penjahat sepertimu jadi ancaman. Kalau tidak bisa mengaku sudah kalah, itu artinya bukan aku yang kekanak-kanakan, hahaha!” Malcolm balik menertawai Gabriel meskipun tidak ada yang mengikuti perilakunya karena takut.
“Tertawalah sekarang karena jika perempuan itu ada di tanganku, aku akan menyisakan kepalanya saja untukmu, hhmm!” ujung bibir Gabriel terangkat sinis lalu berbalik pergi. Ia baru saja mengancam akan menghabisi Eleanor di depan semua orang.
“Gabriel!” Malcolm memanggil dengan nada membentak dan Gabriel pun berhenti. Punggungnya masih menghadap Malcolm yang berbalik mengancam.
“Satu saja helai rambut orang-orangku jatuh karenamu, aku sendiri yang akan membalaskannya padamu. Jangan mengira aku tidak bisa memasukkanmu ke dalam penjara selamanya.” Gabriel ingin tertawa tapi ia hanya sedikit berbalik untuk makin mengejek Malcolm.
“Aku tidak sabar ingin melihat apa yang akan kau lakukan padaku, anak kecil. Jangan merengek pada Ayahmu ya, dia tidak akan bisa membantumu.” Gabriel alias The Midas langsung berjalan keluar ruang rapat itu bersama orang-orangnya.
Eleanor langsung memegang lengan Malcolm dan memohon perlindungan padanya. Ia menangis dan malah mengaku jika bukan dirinya yang mengerjakan analisis itu.
“Itu semua salah Angela! Dia yang seharusnya menerima semua ini, bukan aku, Tuan!” isak Eleanor tanpa air mata dan raut ketakutan.
“Jangan menyalahkan orang lain, Nyonya Morris! Sekarang pikirkan bagaimana melindungi divisimu dari orang-orang The Midas.” Malcolm kembali mendekat dan mendesis kesal pada Eleanor.
“Lain kali jangan suka mendelegasikan kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawabmu pada orang lain. Kamu adalah manajer keuangan, bukan Angela!” sahut Malcolm melotot marah. Ia pun berkacak pinggang dan memerintahkan seorang staf untuk memanggil Angela ke ruangannya.
“Panggil dia ke ruanganku!”
Sementara itu, Angela sibuk mengirimkan beberapa file ke beberapa alamat email peserta rapat termasuk Malcolm dan Summer. Angela tidak dibekali dengan laptop atau komputer yang baru sehingga butuh waktu bagi perangkat tua itu untuk bekerja. Gajinya juga tidak mampu membeli peralatan sendiri dan Eleanor juga tidak kunjung memberikannya.
“Ayo cepat!” gumamnya menatap layar laptopnya.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu sedang apa?” tanya seorang staf dari divisi lain yang melihat Angela.
“Oh, Jasmine. Aku sedang mengirimkan file-file ini tapi terlalu lambat. Laptopku harus diservis lagi,” jawab Angela dengan wajah memelas.
“Ah, Angela. Apa perawan tua itu belum memberikan laptop baru padamu?” Jasmine Emerson, sahabat satu kantor Angela begitu kesal dengan Eleanor dan sering mengatainya perawan tua. Angela pun menggelengkan kepalanya dengan raut sedih. Jasmine mendengus kesal lalu mengajak temannya itu ke ruangannya.
“Ya sudah bawa filenya, kamu gunakan saja laptopku. Aku mau ke pantry dulu untuk membuat kopi bagi Tuan Anderson. Sebentar lagi pertemuannya akan selesai dan dia bisa memarahiku lagi jika tidak ada kopi di mejanya,” cerocos Jasmine panjang lebar dalam satu waktu. Angela tersenyum lalu mengangguk cepat.
“Terima kasih, Jasmine! Kamu memang seorang malaikat penolong!” Jasmine langsung membulatkan jari telunjuk dan jempolnya sambil mengedipkan mata pada Angela. Angela pun buru-buru mengambil file yang ia masukkan ke dalam sebuah perangkat dan beberapa dokumen lalu berlari ke ruangan Jasmine satu lantai di bawahnya.
Rombongan Gabriel keluar dari ruang rapat menuju lift yang akan terbuka. Para staf yang melintas tidak ada yang berani menyela atau masuk berbarengan. Namun entah bagaimana, Angela dengan lincahnya menerobos masuk sesaat sebelum pintu lift tertutup.
Saat itulah ia tidak sengaja membentur Gabriel dan menjatuhkan semua dokumennya. Di saat yang bersamaan refleks Gabriel bekerja baik dan ia menangkap tubuh Angela sebelum gadis itu terjatuh di lantai lift.
“Aahh ...!” Angela memejamkan matanya erat-erat kala membentur seseorang. Sedetik kemudian ia langsung sadar tengah dipeluk oleh seseorang dan wajahnya lantas menengadah.
Mata tajam Gabriel langsung bertatapan langsung dengan mata indah Angela dengan bulu matanya yang begitu lentik. Seolah waktu berhenti, Gabriel tidak berkedip memandang Angela yang begitu polos menatapnya. Gadis itu memiliki tahi lalat kecil di pipi bawah mata yang menjadikannya sangat cantik jika bingkai kacamata besar itu dilepaskan.
“The Midas!” Knight memegang pundak Gabriel dan ia tersentak sadar. Lengannya yang menopang Angela langsung melepaskan dan akhirnya Angela jatuh ke lantai.
“Ouch!” Gabriel sedikit menoleh pada Knight dan kembali bersikap dingin. Angela yang meringis sedikit kesakitan lantas menengadah ke atas menatap satu persatu pria-pria yang ada di dalam lift.
“Ma-maaf, Tuan. A-Aku ....” Angela bicara terbata-bata. Pandangan Gabriel masih mengarah pada Angela yang menengadah lalu sadar jika dokumennya berserakan. Salah satu anak buah Gabriel akan memungut tapi tangan tuannya melarang.
Angela masih berlutut memungut satu persatu dokumen yang berserakan di lantai tanpa bantuan. Sampai tiba di dokumen terakhir dan Gabriel malah menginjaknya.
“M-Maaf, kertasnya ....” Angela mencoba menarik kertas itu dari tekanan sepatu milik Gabriel tapi pria itu tidak peduli. Angela menengadah lagi pada Gabriel seakan memohon.
“Tolong lepaskan dokumenku, Tuan!” Gabriel sedikit membungkuk untuk mengambil dokumen tersebut. Mata Gabriel kembali dekat pada wajah Angela. Angela pun sedikit memundurkan wajahnya kala tangan Gabriel memungut kertasnya.
Angela masih di posisinya dan meminta kertas itu. Gabriel membaca sekilas dokumen yang berisi nama-nama dan beberapa informasi keuangan. Nama Angela Terrel tertulis di ujung kertas menggunakan pulpen bukan dicetak seperti yang lainnya. Ternyata bukan pegawai yang penting di perusahaan tersebut.
Saat pintu terbuka, Gabriel melemparkan begitu saja kertas itu ke lantai lift di dekat lutut Angela lalu berjalan keluar.
Angela bahkan belum berani bangun dari posisinya sampai pria-pria itu pergi. Setelahnya, Angela buru-buru bangun dan berlari keluar ke arah ruangan Jasmine.
Sedangkan Gabriel sempat berhenti lalu menoleh ke belakang. Ia sempat melihat sosok Angela berlari masuk ke sebuah ruangan dan tidak menoleh padanya lagi.
“Kenapa, Tuan?” Knight menegur Gabriel yang sempat melihat ke arah Angela yang sudah pergi.
“Jangan sampai wanita itu lolos atau aku membuat dia kehilangan kepalanya lebih cepat.”
Mata Malcolm terbelalak dua kali lebih besar usai mendengar pengakuan Eleanor jika Angela sudah bertemu dengan Gabriel Leon alias The Midas. Rasanya belum pernah ia seketika marah gara-gara terkesan membela Angela.“Apa bajingan itu datang kemari dan memintamu untuk membawa Angela? Kapan dia datang, kenapa aku tidak diberitahu?” Malcolm menghardik Leanor setelah ia keceplosan tentang Angela. Leanor ikut terengah diam menatap bosnya yang kini wajahnya memerah.“B-Begini, Pak. Aku ... cuma ....”“Jangan berbelit-belit! Katakan padaku yang sebenarnya!” bentak Malcolm lagi. Eleanor menunduk dan tidak berani menjawab.“Aku tidak melakukannya. Aku tidak melakukan hal seperti itu.” Eleanor sudah nyaris menangis tapi Malcolm tidak peduli. Jasmine yang kemudian bicara karena ia merasa Eleanor memang sedang berbohong.“Dia bohong, Pak! Aku yakin dia yang melakukannya. Aku tidak heran jika dia yang menyera
Angela begitu ketakutan dan tidak melihat saat ia melewati Eleanor yang merasa sudah selamat dari murka Gabriel Leon. Buru-buru, ia masuk ke dalam ruangannya tapi lupa menguncinya. Dengan tangan bergetar karena baru lolos dari maut, Angela menungkupkan kedua tangan menutupi wajah.Eleanor yang kaget melihat Angela melintas, bergegas menemui anak buahnya tersebut. Ia sungguh tidak percaya jika Angela masih selamat sampai di Winston meski terlambat sudah melewati jam makan siang.“Angela? Bagaimana kamu bisa di sini?” Eleanor tidak sadar berseru kala melihat Angela seperti baru melihat hantu. Angela ikut terkesiap kaget lalu menoleh. Eleanor datang dengan mata sama-sama membesar ke arahnya. Beberapa detik berlalu, Angela baru sadar jika Eleanor adalah orang membawanya ke restoran tersebut.Angela tidak menjawab. Otaknya yang semula beku karena baru saja keluar dari ketegangan yang luar biasa kini mulai berpikir.“N-Nyonya Morris ....&rdquo
Akal licik Gabriel dan Knight jika di satukan maka setidaknya dapat mengguncangkan Miami. Knight terlihat serius kala ia menyuruh bosnya Gabriel alias The Midas untuk memacari gadis yang sedang mereka sandera.“Apa kamu pikir dia akan berubah pikiran jika pacaran denganku?” Gabriel mengelak dengan nada sinis.“Siapa yang berani menolakmu? Lagi pula pacaran dengan bos perusahaan itu keren. Semua wanita pasti mau. Apa lagi dia orang miskin.” Knight makin mempengaruhi The Midas dengan idenya. Gabriel menarik napas panjang dengan kemelut batinnya sendiri. Memang tidak ada yang salah dengan menjadikan gadis itu sebagai salah satu kekasihnya. Toh, itu hanya nama.“Oke!” Gabriel menjawab singkat, santai dan percaya diri. Ia berjalan kembali ke kursinya dan duduk di sebelah Angela yang tersentak kaget karena pria itu. Ia menoleh pada Gabriel yang mendeham lalu menoleh pada Knight yang mengangguk mengiyakan.“Sudah 1
“Nona Terrel, jika kamu mau tidur, aku bisa menyediakan tempat untukmu!” The Midas menyentakkan Angela yang kemudian segera membuka matanya lalu melotot lagi pada pria itu.“Kenapa memelototiku? Kamu mau menantangku?” Kini suara The Midas membentak lebih tinggi.“T-Tidak, Tuan,” jawab Angela dengan suara nyaris tak terdengar.“Apa katamu? Ucapkan dengan suara lebih besar!” The Midas sampai mendekatkan telinganya seperti sedang mengolok.“A-Aku t-tidak menentangmu, T-Tuan.” Angela mengulang dengan suara agak sedikit lebih besar. The Midas sedikit menyunggingkan senyuman dan itu tertangkap oleh Knight. Bola mata Knight sempat membesar dan sedikit berputar ke arah lain.“Dia tersenyum karena seorang wanita? Menarik.” Knight bergumam di benaknya. Ia masih terus memperhatikan keduanya serta tujuan The Midas yang sesungguhnya.“Kalau begitu jawab pertanyaanku ya
Eleanor berhasil membawa Angela ke sebuah restoran Kuba bernama Del Mont. Restoran itu sesungguhnya adalah milik Gustav Abraham Leon alias El Ardor. Namun tidak ada aktivitas mafia di sana. Hanya saja tempat itu sering menjadi tempat bagi Gabriel atau The Midas melakukan negosiasi bisnisnya.“Nyonya Morris, apa kita akan makan di sini?” tanya Angela agak ragu dan takut-takut pada Eleanor. Eleanor terkesiap dan agak kaget tapi kemudian mengangguk cepat. “I-Iya. Aku rasa kita bisa masuk. Hampir jam 12!” sahutnya makin gugup. Angela mengernyit heran dan tak mengerti. Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Mengapa Eleanor terlihat aneh dan terus menerus melihat jam tangannya? Namun Angela tak lagi bertanya. Ia memilih untuk diam mengikuti atasannya itu.Sayup terdengar musik-musik latin yang dimainkan oleh kelompok mariachi. Restoran tampak lengang. Hanya ada beberapa pengunjung di dalam. Eleanor tampak bingung padahal dirinya yang mengaja
Summer yang mabuk kini harus berurusan dengan polisi yang akan menderek mobilnya. Ia kesal dan mulai membuat ulah.“Nona, mobilmu parkir di trotoar khusus difabel. Itu pelanggaran dan kendaraanmu harus diderek!” petugas polisi berseragam hitam menunjuk pada Summer yang mulai meracau tak jelas.“Ah, dasar polisi bodoh! Kau kira kau siapa bisa menahan mobilku, hah!” Summer balas berteriak hendak menyerang polisi itu tapi Kim dan Patricia menghalanginya.“Jangan, dia itu Polisi. Kamu bisa dipenjara!” Kim ikut berteriak.“Aku tidak peduli!”“Nona, aku bisa menahanmu jika kau menyerang petugas. BAWA MOBILNYA!”“Jangan! Turunkan mobilku! HEI, JANGAN PERGI!!” Summer malah berteriak pada petugas derek yang menarik mobil mewahnya. Summer tidak mungkin mengejar. Ia berbalik dengan marah menendang selangkangan polisi yang menilangnya.“Ahhk!” polisi itu tersungku