Share

KEMBALINYA ISTRI  YANG TERBUANG
KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG
Author: Reinee

PART 1

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-07-04 19:01:21

"Pak Adjie, ini sekretaris baru Anda, Nona Livia. Dia ini rekomendasi dari Pak Bondan, sahabat Anda, Pak" jelas Pak Wisnu, memperkenalkanku pada Adjie Suseno Dipo Atmojo, direktur utama Signara Saint Group. 

 

Aku sedikit membungkuk untuk memberi hormat pada atasan baruku itu, yang juga adalah suamiku sendiri, dan menurut dugaanku ikut andil dalam upaya menyingkirkanku waktu itu. Entahlah, meskipun aku belum terlalu yakin, tapi untuk tujuan itulah aku datang ke tempat ini dengan identitas yang berbeda. Yaitu untuk mencari kebenaran dan merebut kembali apa yang menjadi milikku.

 

Sejenak kulihat mata tajam itu memicing ke arahku, memperhatikanku dari ujung rambut sampai kaki. Kurasakan kakiku sedikit gemetar saat tiba tiba muncul kekhawatiran, jangan jangan dia mengenaliku?

 

"Oke, Good! Dia bisa mulai bekerja hari ini. Tunjukkan ruangannya, Pak Wisnu," katanya kemudian. 

 

Ah, syukurlah. Sepertinya dia tidak mengenaliku. Dokter Okan benar, aku memang tidak boleh gugup dan harus lebih percaya diri untuk menunjang penampilanku yang sudah sangat sempurna ini. 

.

.

.

"Ini ruangan Anda, Nona Livia," ucap Pak Wisnu, kepala HRD itu, saat tiba di meja kerjaku. Dulu dia lumayan akrab denganku, saat aku sering datang ke kantor ini mengantarkan makan siang untuk suamiku, kami sering saling sapa. Tapi sepertinya, dalam jarak sedekat ini pun, dia sudah tidak bisa mengenaliku lagi.

 

"Terima kasih, Pak." jawabku dengan sikap seprofesional mungkin. Dan itu memang tidak terlalu sulit. Karena sebelum menikah dengan Mas Adjie, aku sudah terbiasa bekerja di kantor ini membantu papaku, sebelum akhirnya perusahaan diserahkan pada suamiku oleh almarhum papa waktu itu, saat  kelahiran anakku, Joe. 

 

Setelah menjelaskan padaku tugas-tugasku di kantor itu, bagaimana aku harus selalu siap kapanpun sang direktur memanggil dan membutuhkan, termasuk saat dia menginginkan untuk ditemani bertemu klien pada malam hari. 

 

Oh, pantas saja. Jadi rupanya seperti ini kerjaan Mas Adjie selama ini. Membawa-bawa sekretarisnya kemanapun dia pergi tak kenal waktu. Mustahil jika sampai tak terjadi affair dengan para sekretaris-sekretarisnya yang cantik dahulu. 

 

Mungkin, itu juga yang terjadi pada sekretarisnya yang satu itu, Afika Kusuma Dewi, yang akhirnya bisa menduduki posisiku sebagai istri Mas Adjie setelah berhasil menyingkirkanku dengan caranya yang luar biasa licik. 

 

Saat Pak Wisnu menyelesaikan tugasnya dan meninggalkanku, telepon internal di meja kerjaku mendadak berdering. Sedikit ragu aku mengangkatnya.

 

"Dengan sekretaris pribadi Direktur Signara Saint Group, Ada yang bisa Saya bantu?" sapaku.

 

Sejenak tak ada suara dari seberang. Lalu tak lama kemudian terdengar suara yang sudah sangat aku kenal itu.

 

"Nona Livia, tolong ke ruangan saya sebentar," kata suara itu dengan nada sangat berwibawa.

 

Seandainya saja aku bukan sekretaris gadungan saat ini, mungkin jantungku sudah berdebar-debar tak karuan menerima panggilan dari suara seksi dan maskulin di seberang sana itu. 

 

Mas Adjie memang sosok lelaki yang mempesona, hingga membuat siapapun akan rela bertekuk lutut di hadapannya. Apalagi ditunjang dengan jabatan direktur yang disandangnya itu. Siapa wanita yang tak akan rela melakukan apa saja untuk mendapatkannya?

.

.

.

Dengan langkah pasti, kumasuki kembali ruang kerja suamiku. Dan kali ini aku benar-benar melakukannya sangat percaya diri. 

 

"Bapak memanggil saya?" tanyaku saat telah berada di dalam ruangannya, setelah sebelumnya mengetuk pintu ruangannya tiga kali.

 

Dia yang sedang berkutat dengan berkas di mejanya pun menoleh. Dan lagi lagi, mengamatiku dari atas sampai bawah dengan mata tajamnya. Bahkan kali ini sedikit lebih berani daripada saat ada Pak Wisnu bersama kami tadi. Nampaknya lelaki di depanku ini sudah mulai masuk dalam perangkapku sekarang. Dalam hati, aku tersenyum senang.

 

"Pak," panggilku kemudian karena Mas Adjie masih hanya terdiam saja menatapku dari kursi kebesarannya.

 

"Eh, iya. Silahkan duduk, Nona ... Livia," katanya sedikit gugup. Mungkin karena aku memergokinya sedang mengamatiku tadi.

 

Menuruti perintahnya, aku pun mendudukkan diri dengan anggun di depannya.

 

"Apa yang bisa saya kerjakan, Pak?" tanyaku lagi.

 

"Duduk saja dulu. Aku ingin Kamu temani aku di sini sebentar," katanya.

 

Wow, ternyata ada lagi pekerjaan lain suamiku yang baru kutahu. Menyuruh sekretarisnya untuk duduk saja menemaninya di ruang kerja. Hebat, Mas! Selama bertahun-tahun menjadi istrimu, aku baru tahu semua kebiasaan-kebiasaanmu yang ternyata seperti ini saat sedang di kantor.

 

Beberapa menit dia hanya membiarkanku duduk diam menungguinya sibuk dengan laptop di depannya, sambil dia sesekali menanyai hal yang bersifat lebih pribadi padaku. Apakah aku sudah menikah? Apa aku punya pacar? Bagaimana keluargaku? Dimana kuliahku dulu? Dan hal-hal yang sama sekali tak berhubungan dengan pekerjaan. 

 

Meskipun semua itu membuatku jengah, tapi memang inilah tujuanku sebenarnya. Membuatnya tertarik dan akhirnya jatuh hati padaku. Sehingga dengan mudah aku mengendalikannya.

.

.

.

Tak lama berselang, tiba-tiba pintu ruangannya dibuka oleh seseorang dari luar. Lalu seorang wanita berjalan dengan anggunnya ke dalam ruangan. Aku sedikit kaget, namun tentu saja aku masih ingat siapa dia. Aku takkan pernah lupa dengan wajah culas itu, yang telah membuat hidupku menjadi seperti ini sekarang. Berpisah dari suami dan anakku, kehilangan harta keluargaku, dan jauh dari orang-orang yang mengenaliku. 

 

Dialah Afika, sekretaris yang berhasil merebut suamiku dengan caranya yang kejam, yaitu membunuh dan membuangku. 

 

Melihat kedatangan istri direktur, aku segera bangkit dan membungkuk hormat. Sekilas Afika melirikku, nampak sekali raut tidak suka di wajahnya. Mungkin dia takut aku akan melakukan hal sama yang pernah dia lakukan pada istri sah direktur pada waktu itu. 

 

Tapi tunggu, Afika ternyata datang ke kantor ini tidak sendirian. Semenit setelah dia masuk, tiba tiba seorang bocah laki-laki berusia 6 tahun masuk dengan setengah berlari.

 

"Papa!" teriaknya memanggil Mas Adjie dan segera saja menghambur ke kursi kerjanya. 

 

Anak itu adalah Joe, putra kami.

 

"Kamu sama Mama dari mana, Sayang. Tumben mengunjungi Papa di kantor?" tanya Mas Adjie terlihat senang melihat putranya datang.

 

"Tante Fika ngajakin belanja baju, Pah," kata anak itu dengan gaya yang khas.

 

"Hei, kenapa selalu panggil "Tante Fika"? Panggil mama dong, Sayang," protes Mas Adjie. 

 

"Tante Fika kan bukan mamaku, Pah," kata anak itu, hampir membuatku berkaca-kaca. 

 

Jika saja saat ini aku tidak sedang dalam sandiwara, ingin rasanya kupeluk Joe dan mengungkapkan kerinduanku padanya. Tapi tidak, aku harus bertahan sesakit apapun, demi tujuanku. 

 

"Oya Livia. Kenalkan, ini istri tercintaku, Afika," kata Mas Adjie kemudian, memperkenalkan istri yang belum genap setahun dinikahinya itu.

 

Aku pun segera mengulurkan tangan ke Afika.

 

"Selamat siang, Bu. Saya Livia, sekretaris Pak Adjie," kataku memperkenalkan diri. Afika menerima jabat tanganku dengan acuh. 

 

"Dan ini putra kami, Joe. Joe, ini Tante Livia, dia bekerja di sini untuk papa," kata Mas Adjie memperkenalkan aku pada Joe.

 

Tak disangka, Joe justru berjalan mendekatiku. Jantungku berdetak makin keras saat dia mengulurkan tangan mungilnya padaku. 

 

Tubuhnya yang lebih pendek membuatku harus membungkuk untuk menerima uluran tangan itu. 

 

"Ganteng sekali. Namanya siapa, Sayang?" tanyaku basa-basi. Susah payah menahan air mataku agar tak jatuh.

 

Joe nampak tak menyahut. Dia justru memandang wajahku dengan lekat. Lalu aku kaget saat tiba-tiba dia menyentuh pipiku dengan tangan kirinya.

 

"Mama," katanya tiba tiba. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak. Anakku mengenaliku? Bagaimana ini? Padahal ini baru permulaanku melancarkan aksiku. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 25

    Aku baru saja turun dari mobil yang membawaku pulang malam itu. Seperti biasa, sopir pribadiku, pak Hilman, langsung kusuruh membawa mobil itu pulang ke rumahnya."Besok jangan lupa ke sini pagi-pagi ya, Pak. Saya ada meeting lebih awal," ujarku mengingatkannya. Lelaki paruh baya itu pun mengangguk paham."Baik, Bu Ana. Siap," katanya patuh.Hari ini adalah tepat satu tahun setelah putusan hukuman 18 tahun penjara untuk mas Adjie dan Afika. Sebulan setelah sidang keputusan itu, mas Bondan pun seperti hilang ditelan bumi.Terakhir kami bertemu saat Joe berulang berulang tahun ke 7. Waktu itu dia datang dengan setelan celana abu dan kemeja linen warna putih yang membuatnya terlihat begitu gagah. Dia menghadiahi Joe sebuah jam tangan branded dengan harga fantastis.Berbulan-bulan kemudian Joe bahkan tak pernah m

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 24

    Beberapa hari setelah penangkapan mas Adjie dan Afika, mas Bondan membuktikan janjinya. Dia datang ke apartemen siang itu menemuiku dan anakku dengan membawa banyak kabar baik, tentang perusahaan dan juga tentang kabar terbaru kasus mas Adjie dan Afika."Aku sudah menunjuk pengacara untuk mengurus pemindahtanganan kekayaanmu dari suamimu, An. Juga masalah perceraian kalian.""Perceraian?" Aku mengerutkam dahi mendengar kata perceraian. Aku ingat, sebagai istri mas Adjie, statusku memang bukan janda, tapi meninggal."Iya, karena identitas kamu nantinya akan kembali ke identitasmu yang dulu. Bagaimanapun kamu tetap masih istri dari Adjie. Surat kematianmu waktu itu juga akan dihapuskan. Tapi kamu tenang saja, semua sudah ada yang mengurusnya. Aku sudah menunjuk beberapa orang untuk mengurus semuanya.""Terima kasih, Mas. Maaf aku selalu merepotkanmu."

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 23 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Bu, Pak Adjie dan Bu Afika dibawa polisi," suara wanita di seberang sana dengan nada tergesa. Bondan yang menerima panggilan telepon itu pun menghela nafas lega."Ini aku, Bondan. Sebentar lagi aku dan Ana akan ke sana, Bi," kata lelaki itu pada wanita di seberang telepon."Oh Pak Bondan, maaf pak saya kira bu Ana, eh maksud saya bu Livia," wanita itu mendadak gugup saat menyadari salah menyebutkan nama.Bondan pun terkekeh kecil mendengarnya."It's okay. Nggak apa-apa, Bi. Ana atau Livia sama saja," kata lelaki itu, masih dengan kekehannya yang khas."Jadi pak Bondan juga sudah tau kalau bu Livia itu ..." Murni tak segera melanjutkan kalimatnya."Tentu saja aku tau. Ya sudah, tunggu ya, kami segera datang.""Baik, terima kasih, Pak." 

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 22 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Semua bukti sudah lengkap, Pak Bondan. Para tersangka juga sudah mengakui siapa dalang dibalik semua ini. Kita akan segera limpahkan ke pengadilan setelah kita memeriksa Pak Adjie dan Istrinya."Itu kalimat terakhir yang terus terngiang di telinga Livia. Bahkan sampai dia kembali ke apartemen lagi setelah menyelesaikan semua urusannya di kantor polisi.Merebahkan tubuh lelahnya di sofa usai menyelesaikan rutinitas mandi malamnya, Livia dikejutkan dengan ketukan di pintu apartemen. Dengan gerakan refleks, wanita itu bangkit dengan kewaspadaan tinggi. Nampaknya rasa takutnya dengan peristiwa yang baru saja dialaminya bersama bondan beberapa jam yang lalu masih begitu membekas dalam dirinya.Masih dengan sikap waspada, Livia mendekat ke arah pintu, mengintip sebentar dari layar kamera, dan segera bernafas lega saat dilihatnya wajah lelaki yang sangat dikenalnya itu ternyata yang

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 21 (AUTHOR'S P.O.V)

    Entah kenapa Livia merasa dirinya sedang diawasi malam itu. Di pusat perbelanjaan dimana dia berencana membeli beberapa potong pakaian, sedari tadi gerakannya terlihat tidak tenang. Ada beberapa orang yang seperti mengikutinya terus kemana pun dia melangkah.Berhenti sejenak di salah satu stand pakaian dalam, diliriknya arloji mungil di pergelangan tangannya. Tepat jam 9 malam. Dia menarik nafas sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi seseorang di ponselnya."Mas Bondan dimana?" ucapnya lirih di telepon."Ada apa?" Suara berat Bondan dari seberang nampak sedikit khawatir."Bisa jemput aku di mall nggak? Aku agak takut, kayak ada yang ngikutin aku dari tadi, Mas," ucapnya lirih sambil menutup mulutnya yang menempel di ponselnya."Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam mall saja, An. Jangan keluar dulu, aku dat

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 20 ( AUTHOR'S P.O.V )

    Dengan bantuan salah satu orang kepercayaannya, Adjie berhasil membuat kesepakatan dengan orang bayaran yang lumayan bernama besar di kota itu."Serahkan semuanya pada kami, anda tidak perlu khawatir, Pak Adjie. Semua perkembangan akan Kami laporkan sesegera mungkin pada anda," kata lelaki tinggi besar yang baru saja menerima sejumlah uang dengan nominal tak main-main dari Adjie itu."Oke, tapi jangan terlalu sering menghubungiku jika itu bukan kabar yang terlalu penting. Kamu tahu kan maksudku?" ujar Adjie."Tentu, Pak. Anda jangan ragukan kerja kami. Semuanya akan beres tanpa jejak," ujar lelaki itu dengan sombongnya."Oke kalau begitu aku tunggu kabar baik dari kalian secepatnya."Usai berkata seperti itu, Adjie pun segera meninggalkan tempat bertemunya dia dengan orang bayarannya itu. Kini dia bisa sedikit bernafas lega te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status